Mongabay.co.id

Menanti PLN Buka Informasi Emisi PLTU Suralaya dan Ombilin

 

 

 

 

 

 

Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan gugatan informasi terkait data emisi dan pengolahan limbah PLTU Suralaya dan PLTU Ombilin. Seturut putusan itu, PT PLN wajib membuka informasi emisi dan pengelolaan limbah dari kedua PLTU itu.

Sebelumnya, Margaretha Quina, pengacara juga aktivis lingkungan mendaftarkan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat pada 7 Februari 2023. Upaya itu dilakukan karena beberapa permohonan informasi tidak mendapat jawaban memuaskan dari PLN dan institusi-institusi pemerintah.

Informasi yang dia minta adalah laporan pengukuran sistem pemantauan emisi (CEMS) dan laporan pengelolaan limbah B3 dari PLTU Suralaya 1-8 periode 2015-2022 dan dan PLTU Ombilin periode 2012-2021. Data itu dia butuhkan untuk memberikan pertimbangan hukum bagi jaringan pengkampanye energi, iklim dan udara bersih.

Dalam putusan Majelis Komisioner KIP di situs Komisi Informasi, Kamis (18/1/24) terdapat sejumlah informasi yang dinyatakan terbuka oleh Majelis Komisioner dalam sengketa itu.

 

  1. Informasi hasil pengukuran sistem pemantauan terus menerus emisi (CEMS) cerobong PLTU Suralaya 1-8 dan PLTU Ombilin periode 2015-2022, sebagaimana yang dilaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
  2. Informasi desain atau jaminan ESP (teknologi penangkap debu), sebagaimana termuat dalam dokumen analisis dampak lingkungan hidup (andal) PLTU Suralaya 1-8 dan PLTU Ombilin.
  3. Informasi laporan pengelolaan limbah B3 PLTU Suralaya 1-8 dan PLTU Ombilin periode 2012-2021.

 

Majelis Komisioner juga membatalkan penetapan uji konsekuensi informasi PPID PLN pada 17 Juli 2023, yang mengecualikan informasi yang diminta Margaretha Quina.

“Jika dalam 14 hari kerja sejak diterimanya putusan ini oleh para pihak tanpa ada upaya hukum, maka putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap),” begitu disampaikan dalam sidang yang dipimpin Syawaludin, Ketua Majelis Komisioner KIP.

Kalau putusan sudah bersifat ikrah, katanya, PLN wajib memberikan informasi kepada Quina. Quina bisa juga mengajukan permohonan penetapan eksekusi ke pengadilan kalau PLN tak memberikan informasi berdasarkan putusan Majelis Komisioner KIP.

Airlangga Julio, kuasa hukum Quina mengapresiasi putusan majelis.

 

Baca juga: Kondisi Sungai Ombilin dan Warga Sijantang Setelah Ada PLTU

Tempat perahu nelayan Suralaya, sandar. Setelah ada operasi PLTU di Suralaya, kehidupan para nelayan terdampak. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, sejak awal PLN tak berpihak pada kepentingan publik. Tanpa kajian mendalam, katanya, mereka menyatakan informasi yang dimohonkan tidak dapat dibuka.

Berdasarkan catatan koalisi masyarakat sipil, pada sidang ketiga 13 September lalu, PLN berargumen, informasi yang dimohonkan merupakan rahasia dagang yang tidak berkaitan langsung dengan kebijakan publik. PLN khawatir, data akan digunakan untuk melakukan ancaman dan disinformasi.

Padahal, kata Airlangga, beberapa negara lain sudah menerapkan keterbukaan informasi dengan sangat baik. Dampak positifnya, masyarakat dapat mencegah dan terhindar dari akibat buruk pencemaran lingkungan.

Dengan putusan Majelis Komisioner KIP ini, Airlangga mengimbau semua institusi dan perusahaan berinisiatif membuka informasi emisi dan cemaran secara proaktif. Karena, polusi-polusi yang mereka hasilkan merupakan informasi vital yang berdampak erat pada kesehatan masyarakat.

“PLN dan BUMN lain seharusnya mulai berbenah dan menyadari pentingnya keterbukaan informasi bagi lingkungan hidup yang baik dan sehat,” katanya.

Mongabay telah berupaya mengkonfirmasi putusan ini pada PLN dengan menghubungi Gregorius Adi Trianto, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN. Hingga artikel ini ditulis belum ada tanggapan.

 

PLTU Omlin. Warga Ombilin terdampak lingkungan sampai kesehatan saat PLTU beroperasi, warga alami banyak keluhan. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Awal baik bagi lingkungan

Koalisi masyarakat sipil menilai, putusan itu merupakan preseden baik bagi kebebasan informasi, advokasi lingkungan dan kesehatan. Mereka mengingatkan KIP untuk memastikan PLN patuhi putusan itu.

Alfi Syukri, dari LBH Padang mengatakan, putusan Majelis Komisioner KIP merupakan kemenangan bagi rakyat yang selama bertahun-tahun menempuh berbagai upaya. Putusan itu juga dinilai menegaskan hak publik untuk memperoleh informasi yang terkait erat dengan kesehatan dan polusi udara.

Menurut dia, keterbukaan informasi bisa untuk memantau emisi dan pengelolaan limbah PLTU Ombilin, menjamin tidak terjadi pelanggaran berulang, dan menjaga hak masyarakat serta memulihkan lingkungan hidup

“Jika pemulihan ini diabaikan pemerintah, maka hak masyarakat mendapat udara dan lingkungan yang bersih juga akan terhambat,” kata Alfi.

Novita Indri, Juru Kampanye Program Trend Asia menilai, putusan Majelis Komisioner KIP membantah informasi yang awalnya dikecualikan oleh institusi pemerintah dan tidak terbuka untuk publik.

“Walaupun masih ada informasi yang tidak dikabulkan, tapi kami cukup mengapresiasi putusan ini.”

Informasi yang tidak dikabulkan itu adalah data pengelolaan FABA (abu sisa hasil pembakaran) PLTU Suralaya 1-8. Pengecualian ini disebut menimbulkan pertanyaan, terutama ketika data fly ash and bottom ash (FABA) PLTU Ombilin dinyatakan terbuka.

Atas putusan Majelis Komisioner, Novita mengingatkan KIP untuk terus mengawasi dan memastikan dipatuhinya putusan oleh PLN. Dia berharap, tidak ada lagi inkonsistensi pemerintah seperti dalam kasus polusi udara Jakarta.

“Kala itu, pemerintah berkeras melindungi dan membela PLTU dari tuduhan, namun mengelak ketika dituntut terbuka oleh publik tentang data emisi dan polusi,” katanya.

Pada momentum jelang pemilihan presiden, koalisi masyarakat sipil juga mengharapkan komitmen dari para calon pemimpin untuk mengedepankan keterbukaan informasi dan kepentingan publik ketimbang kepentingan bisnis dan industri. Apalagi, katanya, ketika informasi bersifat vital bagi hak asasi dan kesehatan masyarakat.

 

Baca juga: Warga di Sekitar PLTU Ombilin Keluhkan Masalah Kesehatan

PLTU batubara Suralaya di Banten. Foto: Greenpeace

*******

 

Kala PLTU Batubara Picu Perubahan Iklim dan Ancam Kesehatan Masyarakat

Exit mobile version