Mongabay.co.id

Aliansi Sulawesi Tampik Klaim Dampak Positif Hilirisasi Nikel

 

Hilirisasi mineral khususnya hilirisasi tambang nikel yang seminggu lalu menjadi materi debat cawapres, ternyata hingga saat ini masih menjadi perbincangan. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan ikut mengomentari dan menampik bahwa hilirisasi yang dijalankan oleh Presiden Jokowi sudah benar.

Pada acara Suara Muda Indonesia Untuk Prabowo-Gibran di JCC, Senayan, Jakarta, Sabtu (27/1/2024) Gibran Rakabuming Raka menyampaikan keheranannya pada orang-orang yang anti terhadap hilirisasi.

“Jika ada anak bangsa yang anti hilirisasi, terus terang, saya jadi bingung, untuk bangsa mana dia berpihak?” ujar Gibran sebagaimana dikutip dari Kompas.com (28/1/2023)

Gibran menjelaskan bahwa hilirisasi sangat penting bagi Indonesia karena hilirisasi, Indonesia mengolah barang mentah menjadi bahan jadi yang bernilai ekonomi tinggi. Sehingga hilirisasi bisa membuka peluang yang besar dan luas dari hulu ke hilir untuk rakyat Indonesia.

“Hilirisasi akan memperkuat siklus dan rantai ekonomi baru. Hilirisasi ini adalah kepentingan bangsa kita ke depan. Dengan hilirisasi, bangsa kita akan memiliki peran yang lebih strategis dalam rantai pasok dunia,” kata Gibran.

Luhut, dalam sebuah wawancara, dikutip dari CNN (26/1/2024), menanggapi tuduhan calon wakil Presiden Muhaimin Iskandar dalam debat cawapres (21/1/2024) lalu, yang mengatakan bahwa hilirisasi ugal-ugalan, mengklaim banyak mendapatkan komentar positif dari warga Indonesia yang di daerahnya terjadi proses hilirisasi. Dua daerah tersebut adalah Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

“Jangan terus cepat berburuk sangka atau tidak mengerti latar belakangnya, terus berkomentar, seperti yang bilang ugal-ugalan. Ya sudah pergi saja sana dia (Muhaimin) lihat,” ungkap Luhut.

baca : Catahu Walhi Sulsel 2023 Soroti Krisis Iklim, Transisi Energi dan Hilirisasi Nikel

 

Aksi perempuan di Loeha, Luwu Timur, menolak penambangan nikel di Kawasan yang menjadi wilayah perkebunan mereka. Kebun-kebun petani dan perempuan di Sulsel terancam tergusur akibat ekspansi tambang nikel yang sangat masif dalam setahun terakhir. Kehadiran tambang nikel juga menyebabkan hutan hujan di Sulsel terancam hilang. Foto: Walhi Sulsel

Menanggapi hal tersebut, Aliansi Sulawesi atau koalisi WALHI Sulsel, Sultra dan Sulteng menampik klaim bahwa hilirisasi berdampak positif bagi masyarakat dan menantang Gibran, Luhut dan Bahlil untuk berdialog secara terbuka dan menunjukkan fakta dan data terkait manfaat maupun dampak negatif hilirisasi nikel, khususnya di Pulau Sulawesi.

“Mengamati perbincangan seputar hilirisasi tambang nikel di media, kami perlu merespons para menteri yang kerap mengatakan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia itu baik. Kami pun mengajak Pak Luhut, Bahlil dan Cawapres 02, Gibran untuk berdebat secara terbuka soal manfaat industri nikel di Sulawesi. Tunjukan data-data terkait dampak positif hilirisasi nikel, khususnya bagi masyarakat dan lingkungan Sulawesi,” ungkap Sunardi, Direktur WALHI Sulawesi Tengah, Senin (29/1/2023).

Menurut Sunardi, selama tiga tahun terakhir dampak hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah sangat buruk terutama bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal, baik itu di area pertambangan maupun di sekitar pabrik. Kondisi ini juga harus dilihat dan dihitung sebagai dampak hilirisasi mineral nikel di Indonesia.

“Kami perlu jabarkan satu-satu dampak negatif hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, khususnya ke Gibran, mulai dari masalah pencemaran air, udara, kehancuran hutan, hingga gangguan kesehatan masyarakat dan penurunan pendapatan masyarakat lokal, seperti petani dan nelayan,” tambahnya.

Sunardi juga menyoroti kondisi pekerja tambang dan industri nikel yang sangat memprihatinkan. Ribuan tenaga kerja lokal harus bekerja dengan standar keselamatan kerja yang rendah, upah yang tidak sesuai dengan risiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi dan sistem kerja kontrak yang membuat para pekerja harus bekerja non-stop agar mendapat penghasilan yang tinggi.

“Tingginya angka kecelakaan kerja menjadi bukti bahwa kondisi buruh pabrik nikel sangat memprihatinkan. Juga termasuk banyak buruh-buruh smelter nikel di Morowali harus berhenti kerja karena tidak tahan dengan risiko yang tinggi sementara upah mereka sangat rendah. Hal itu yang perlu kami perdebatkan dengan Luhut dan Gibran,” ujar Sunardi.

baca juga : Catatan Akhir Tahun: Karut Marut Hilirisasi Nikel, Persulit Hidup Masyarakat, Lingkungan Makin Sakit

 

Tambang nikel di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Morowali sebabkan pencemaran udara dan air berdampak pada Kesehatan masyarakat sekitar. Foto: Walhi Sulteng.

 

Tidak hanya di Sulawesi Tengah, hilirisasi juga berdampak buruk di Sulawesi Selatan. Menurut Direktur WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, beberapa dampak masifnya hilirisasi nikel adalah pencemaran lingkungan dan ancaman penggusuran kebun-kebun petani.

“Saat ini, sebagaimana hasil pemantauan kami WALHI Sulsel, sungai-sungai di sekitar pabrik dan tambang nikel di Sulsel telah tercemar logam berat. Ini berbahaya karena air sungai yang tercemar tersebut bermuara hingga ke danau dan laut,” ungkap Al Amin.

Kehadiran tambang nikel juga menyebabkan hutan hujan di Sulsel terancam hilang. Bahkan kebun-kebun petani dan perempuan di Sulsel terancam tergusur akibat ekspansi tambang nikel yang sangat masif dalam setahun terakhir.

“Dengan kondisi ini, kami ingin sekali mengajak cawapres 02, Gibran untuk berdebat secara terbuka mengenai bahaya hilirisasi nikel. Agar dirinya tidak asal mengatakan bahwa hilirisasi itu sangat menguntungkan, bahkan menghina orang-orang yang menentang proyek hilirisasi nikel,” ungkap Al Amin.

baca juga : Kala Senator Amerika Serikat Kritik Nikel dari Indonesia

 

Smelter di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) Sulsel sebabkan dampak buruk bagi lingkungan pesisir dan cemaran udara. Foto: Walhi Sulsel

 

Hal yang sama juga terjadi di Sulawesi Tenggara. Menurut Direktur WALHI Sulawesi Tenggara, Andi Rahman, dampak hilirisasi nikel di Sultra juga tidak kalah ekstrem dengan Sulteng dan Sulsel. Dampak negatif hilirisasi nikel adalah kriminalisasi warga, kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan.

Hilirisasi nikel yang masif dinilai telah mengakibatkan deforestasi, pencemaran udara dan air. Penggunaan PLTU Captive pada smelter nikel di Sultra mengakibatkan penderita penyakit ISPA meningkat. Selain itu pencemaran laut akibat sedimentasi juga makin meluas, yang berdampak bagi penurunan hasil tangkapan nelayan.

“Yang tidak kalah penting adalah saat ini terdapat tiga puluhan perempuan di Kabupaten Konawe Selatan yang terancam dikriminalisasi oleh perusahaan dan kepolisian karena menolak pertambangan nikel. Semua itu adalah bukti bahwa hilirisasi adalah proyek yang sangat mengerikan bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat,” ujar Rahman. (***)

 

Exit mobile version