Mongabay.co.id

Anomali, Banjir di Lautan Pasir Gunung Bromo. Kenapa?

 

Video iring-iringan mobil jip menerjang genangan air di lautan pasir di kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur tersebar luas di beragam media sosial. Pemilik akun Twitter atau X, Alex Journey mengunggah tiga video tersebut pada 9 Februari 2024. Video berdurasi 27 detik tersebut tampak lautan pasir berubah seperti sungai, air deras mengalir. “Banjir di lautan pasir Gunung Bromo sore tadi,” tulis Alex Journey.

Sedangkan video kedua berdurasi 30 detik, seorang pengendara sepeda motor terjatuh.  Motor diterjang aliran air yang deras mengalir di lautan pasir. Nyaris terseret arus ‘sungai’. Empat orang tengah membantu menahan motor. Sedangkan seorang pengendara sepeda motor nekat menerabas ‘sungai’. Dua orang membantu mendorong sepeda motor. Sementara di sisi samping ‘sungai’ puluhan orang berdiri berjajar sembil menunggang sepeda motor. Mereka menunggu air surut.

Salah seorang pemandu wisata Amirudin alias Cak Amir asal Gondanglegi, Kabupaten Malang menuturkan banjir di lautan pasir Gunung Bromo terjadi sejak lama. Sejak menjadi pemandu wisata 2011, setiap musim hujan terjadi banjir di lautan pasir. “Banjir biasanya tidak lama. Lima jam kemudian, air surut,” katanya.

baca : Berburu Embun Beku di Lautan Pasir Gunung Bromo

 

Iring-iringan mobil jip menerabas banjir di kawasan lautan pasir Gunung Bromo. Foto: Twitter/Alex Journey.

 

Namun, ada kubangan air besar yang berbahaya, jika mobil melintas. Sehingga, sejumlah pengemudi  jip angkutan wisatawan menghindari kubangan tersebut. Banjir di lautan pasir terjadi saat intensitas hujan tinggi. Namun, saat era digital warga merekam aktivitas tersebut dan mengunggah ke media sosial. Sehingga ramai dan menjadi perbincangan publik.

Ketua Dewan Daerah WALHI Jatim, Purnawan Dwikora Negara tengah berada di kawasan Gunung Bromo saat terjadi banjir. Hujan deras mengguyur kawasan Gunung Bromo. Purnawan menuturkan secara ekologis lautan pasir mampu meresapkan air hujan. Secara alami, kontur kawasan kaldera Tengger membentuk alur sungai yang teraliri air saat hujan.

Ketika daya dukung dan tampung ideal, air mengalir di alur yang berbentuk sungai. Saat musim kemarau mengering, sedangkan saat hujan mengalir air. Secara alamiah, katanya, alam bisa memulihkan diri sendiri ketika terjadi kerusakan. Seperti air yang menggenang, secara alamiah akan meresap di lautan pasir.

Namun, terjadi alih fungsi kawasan konservasi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) permukaan lautan pasir mengeras. Pemadatan lautan pasir terjadi karena laju ratusan kendaraan wisatwan setiap hari melintas lautan pasir. “Kendaraan yang melintas melebihi ambang batas daya dukung kawasan kaldera Tengger,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (13/01/2024).

baca juga : Menelusuri Kawah Purba Gunung Bromo

 

Iring-iringan mobil jip menerabas banjir di kawasan lautan pasir Gunung Bromo. Foto: Twitter/Alex Journey.

 

Kawasan Kaldera Tengger terdiri atas sabana, dan padang pasir. Secara kultural masyarakat adat Tengger menyebutnya tanah hila-hila, sebuah kawasan yang diyakini sebagai tanah dewa. Mulai kawasan Jemplang warga masyarakat adat Tengger yang menganut Buddha Jawa Sanyata meyakininya sebagai batas antara dunia manusia dengan dunia dewa.

Bagi masyarakat adat Tengger, kaldera Tengger bermakna ekososioreligiokultural. Masyarakat Tengger tak bisa dipisahkan dengan alam dan lingkungan setempat. Aktivitas ritual religi masyarakat adat Tengger senantiasa tergantung dengan alam sekitar.

Terjadi pergeseran makna kultural, kata Purnawan, tanah hila-hila menjadi kawasan komersial wisata. Gunung Bromo berubah sejak ditetapkan sebagai sepuluh objek destinasi prioritas nasional, sehingga digenjot sebagai salah satu penopang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Batasi kendaraan yang melintas di lautan pasir dan mengembalikan makna sebagai tanah hila-hila,” ujar Purnawan yang juga dosen hukum lingkungan sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang.

baca juga : Imbal Jasa Lingkungan bagi Petani di Kaki Gunung Bromo, Seperti Apa?

 

Seorang pengendara sepeda motor terperosok, nyaris terseret banjir di kawasan lautan pasir Gunung Bromo. Foto: Twitter/ Alex Journey

 

Komersialisasi Wisata

Sejak Gunung Bromo dibranding menjadi objek wisata unggulan, terjadi sinyalemen komersialisasi kawasan Kaldera Tengger. Puncaknya setelah Gunung Bromo ditetapkan sebagai salah satu potensi PNPB. Gunung Bromo menjadi salah satu penyumbang keuangan negara. Gunung Bromo dibranding menjadi wisata ikonik.

Penamaan kawasan sekitar Gunung Bromo yang memiliki nama lokal, diubah dengan nama sesuai kepentingan komersial. Namun, mengabaikan makna kultural. Seperti bukit Teletabis, bukit Cinta, dan bukit Kingkong. Semua disajikan untuk kepentingan wisata. “Banjir di lautan pasir menjadi tanda peringatan bagi pemangku kebijakan untuk memulihkan kembali tanah hila-hila,” kata Purnawan.

Kini, terjadi kegiatan alih fungsi kawasan religikultural menjadi kawasan ekonomi pariwisata. Meski, secara zona atau peruntukan zonasi kawasan di Taman Nasional sesuai, tapi tidak tepat secara  kultural. “Menghilangkan makna Tengger sebagai kawasan kultural. Tengger dikomersialkan,” lanjutnya.

Purnawan menuntut Balai Besar TNBTS sebagai pengelola kawasan untuk segera mengembalikan kawasan Tengger sebagai tengering budiluhur (tanda keluhuran budi). “Jangan sekadar menekankan wisata komersial, tapi perlu mengembalikam Tengger sebagai fungsi religikultural,” kata Purnawan.

Berdasar penelitian Rein W van Bemmelen pada 1970, pegunungan Tengger terbentuk sejak jaman Pliosen hingga Pleistosen atau sekitar lebih dari dua juta tahun lalu.  Tersusun dari endapan piroklastik breksi, pasir, tuff, lahar breksi dan aliran lava Gunung Bromo, 2.329 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pada letusan terakhir gunung Tengger mengalami amblesan dan membetuk kaldera Tengger.  Proses vulkanik terus berlanjut menghasilkan beberapa kerucut gunung api. Pada masa pertumbuhannya kegiatan eksplosif dan efusif telah membentuk kerucut Nongkojajar, Kerucut Ngadisari, Kerucut Tengger Tua, Kerucut Keciri dan Kerucut Cemoro Lawang.

Kerucut-kerucut tersebut sebagian hancur dan membentuk kaldera dengan urutan tertua ke muda yaitu Kaldera Nongkojajar, Kaldera Ngadisari, Kaldera Keciri, dan Kaldera Lautan Pasir. Kerucut gunung api Bomo di lautan pasir menunjukkan aktivitas vulkanik sampai sekarang.

Gunung Bromo dengan tipe gunung api kerucut sinder dalam kaldera. Tipe letusan bersifat efusif dan eksplosif dengan melontarkan abu, pasir, lapilli, bongkah lava dan bom vulkanik. Letusan freatik yang merupakan hasil kontak antara magma dengan sistem hidrothermal di tempat tersebut terjadi jika curah hujan tinggi.

baca juga : Belajar dari Kasus Bromo, Kebakaran Gara-gara Urusan Foto ‘Prewedding’

 

Panorama alam padang sabana di Taman Nasional Bromo Tengger Gunung Bromo. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Pemadatan Lautan Pasir

Juru bicara Balai Besar TNBTS Endrip Wahyutama mengakui perkembangan kondisi fisik di kawasan TNBTS menunjukkan tanda terganggu dan kerusakan. Gangguan disebabkan akumulasi tingginya aktivitas wisata maupun masyarakat lokal. Secara kasat mata banjir dan genangan serta patahan membentuk alur sungai saat hujan. “Gejala ini terjadi karena kerusakan atau gangguan fungsi hidrologis di lautan pasir,” katanya.

Pemadatan lautan pasir terjadi lantaran semakin banyak kendaraan yang melintas di lautan pasir. Pemadatan terjadi di sejumlah lokasi berbeda. Penelitian Balai Besar TNBTS bersama peneliti jurusan tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada 2017 mengidentifikasi biofisik lautan pasir. Hasilnya, profil tanah yang tidak tersentuh kendaraan dan aktivitas manusia masih alami. Sedangkan lokasi yang sering dilintasi kendaraan, profil tanah tidak alami.

“Terganggu aktivitas manusia. Tanah padat tapi relatif pada lapisan atas. Namun antar partikel tidak mengikat satu sama lain sehingga menyebabkan genangan,” katanya.

Pada 2023 tercatat sebanyak 116 ribu sepeda motor dan 46 ribu mobil yang memasuki kawasan lautan pasir. Rata-rata setiap hari sebanyak 127 mobil, 313 sepeda motor dan tujuh sepeda yang melintasi lautan pasir. Pendataan Balai Besar TNBTS menyebutkan jumlah jip yang melayani wisatawan pada 2023 sebanyak 1.630 unit.

“Saat ini akan menerapkan batasan pengujung, per hari maksimal 2.752 orang,” kata Endrip. Tapi belum ada pembatasan kendaraan. Karena belum bisa memastikan jumlah kendaraan yang mengangkut wisataawan ke Gunung Bromo. (***)

 

Menikmati Seruni, Sunrise Point Baru di Bromo Tengger Semeru

 

 

Exit mobile version