Mongabay.co.id

Perusahaan Sawit Kena Denda Ajukan Pailit, KLHK Melawan

 

 

 

 

 

 

Perusahaan perkebunan sawit, PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK),  kena hukum denda tetapi mengajukan permohonan pailit. Pengadilan Negeri (PN) Medan menyatakan pailit. Permohonan pailit oleh perusahaan perkebunan sawit ini disebut sebagai modus perusahaan perusak lingkungan dalam menghindari tanggung jawab bayar denda kepada negara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun tak tinggal diam, balik melawan putusan pailit itu.

Sebelumnya, perusahaan sawit ini wajib membayar denda kepada negara untuk biaya pemulihan fungsi ekologis Rp191,803 miliar atas kebakaran hutan dan lahan seluas 591 hektar pada 2015 di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Karena ada putusan pailit, RKK bisa lepas tanggung jawab dari membayar kerugian kepada negara melalui KLHK.

 

 

KLHK melawan

KLHK pun tak terima dan melakukan perlawanan. Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  KLHK, mengatakan, RKK sengaja mempailitkan diri untuk menghindari pembayaran denda kepada negara atas kerugian lingkungan dan pemulihan ekologis. KLHK, pun perlawanan dengan mengajukan keberatan atau renvoi prosedur.

“Kami akan melakukan perlawanan ini agar tidak terjadi lagi ini upaya menghindari tanggung jawab pihak tergugat untuk membayar kepada negara terkait pemilihan lingkungan hidup dan pemulihan ekologis,” katanya dalam temu media di Jakarta, pekan lalu.

Putusan pailit ini dia nilai janggal karena perusahaan sawit itu tak memasukkan KLHK tidak dalam daftar piutang tetap (DPT) oleh kurator atas nama Benedictus Michael Sinaga. Padahal,  alasan RKK mengajukan pailit dikarenakan ada piutang terhadap KLHK yakni kewajiban membayar denda itu.

Seharusnya, kata Roy, sapaam akrab dirjen,  kurator mencatat harta pailit, jumlah kreditur dan tagihan kreditur untuk masuk dalam daftar harta pailit (DHP).

Dalam hal ini, katanya,  KLHK wajib masuk dalam salah satu kreditur sebagai dasar dari kepailitan sesuai ketentuan Pasal 100 UU Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan).

“Dengan tidak masuk KLHK sebagai kreditur tetap, tagihan piutang KLHK Rp191.803.261.700 terancam tidak dibayarkan oleh kurator kepada negara,” katanya.

KLHK sebagai Kreditur juga tak menerima putusan Pailit RKK Nomor 04/PDT.SUS-PAILIT/2023/PN.Niaga.MDN tertanggal 21 Maret 2023.

Kurator, katanya,  dalam menjalankan proses kepailitan jelas tidak sesuai asas promulgatie.  “Yang berarti putusan pailit RKK harus diumumkan dan diberitahukan kepada semua krediturnya agar semua kreditur mengetahui ada kepailitan RKK.”

 

 

KLHK laporkan kurator dan hakim

Dia bilang, tindakan Benedictus Michael Sinaga,  selaku kurator bertentangan dengan hukum dan berpotensi merugikan negara.

KLHK pun,  kata Roy, akan melaporkan Benedictus atas pelanggaran etik ke Badan Etik Profesi. Sementara, hakim pengawas yang mengadili perkara ini juga KLHK laporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung.

“Kami lihat ada ihtikat tidak baik dari RKK. Kami akan lakukan langkah hukum lain termasuk akan mendalami penyidikan tindak pidana yang dilakukan RKK,” katanya.

Dia bilang, tindakan tegas akan mereka lakukan kepada pihak-pihak yang bersekongkol berupaya merugikan negara. “Berkaitan tidak menjalankan putusan pengadilan dan melakukan langkah yang merugikan negara,” kata Roy.

Sebelumnya kuasa Menteri LHK telah menyampaikan tagihan piutang berkali-kali kepada RKK melalui Benedictus Michael Sinaga. Namun, ditolak dengan alasan terlambat menyampaikan daftar tagihan.

Kurator justru mengalihkan agar kuasa Menteri LHK berkoordinasi dengan Hakim Pengawas Pengadilan Niaga pada PN Medan. Kuasa Menteri LHK juga menyampaikan surat pada 2023 perihal tagihan piutang kreditur KLHK kepada hakim pengawas RKK (dalam pailit). Surat itu melalui petugas pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) Pengadilan Negeri Medan dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Niaga pada PN Medan.

Kuasa Menteri LHK juga mengajukan tagihan kepada hakim pengawas dan kurator pada agenda rapat kreditur lanjutan 16 November lalu di Pengadilan Niaga pada PN Medan. Namun, katanya,  hakim pengawas dan kurator menolak tagihan KLHK masuk dalam daftar tagihan pailit karena telah melewati jangka waktu batas akhir verifikasi pajak dan rapat pencocokan piutang yang ditentukan 2 Mei 2023.

“Dengan tidak diberitahukan proses kepailitan RKK kepada KLHK selaku kreditur melalui surat tercatat atau melalui kurir, artinya kurator tidak melaksanakan kewajiban hukumnya.”

Langkah hukum lain, katanya, akan KLHK lakukan agar pemailitan tak jadi modus baru para pelaku kejahatan untuk menghindari kewajiban hukum.

“Mengingat ada dugaan tindak pidana atas karhutla di perkebunan sawit RKK, kami akan menindaklanjuti penegakan hukum pidana terhadap karhutla di lokasi itu.”

 

PT RKK di Jambi, yang terbakar pada 2015. Kasus ini sudah vonis dan perusahaan harus bayar denda hampir Rp200 miliar, tetapi perusahaan ajukan permohoan pailit dan dikabulkan. KLHK pun balimelawan putusan itu. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Dugaan persekongkolan?

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, mengatakan, saat ini KLHK proses eksekusi atas putusan pengadilan Negeri Muaro Jambi yang menyatakan RKK bersalah dan wajib bayar denda. KLHK pun telah menerima delegasi dari Ketua PN Jambi.

Eksekusi itu, katanya, masih ada kaitan juga dengan putusan PTUN untuk mencabut dua hak guna usaha (HGU) RKK. Namun, secara senyap, RKK mempailitkan diri dengan tak memasukkan piutang KLHK saat proses belajar eksekusi berlangsung. Kurator juga tak berusaha mendorong RKK jalankan eksekusi.

Dengan begitu, katanya, terindikasi ada persekongkolan atau itikad tidak baik antara RKK dengan kurator untuk tidak menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “ Dengan tak membayar kerugian lingkungan hidup ke kas negara melalui PNBP dan tidak akan melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada lahan yang rusak.”

Sebelumnya, RKK vonis bersalah oleh Pengadilan Tinggi Jambi atas karhutla 591 hektar pada 2015. Atas putusan itu, RKK kena denda pemulihan lingkungan total Rp191,8 miliar.

Dalam putusan  Nomor 65/Pdt.LH/2017/PT.JMB itu, PT Jambi menyatakan, RKK melawan hukum dan bertanggungjawab mutlak (strick liability) atas kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian.

RKK harus membayar ganti rugi materil karena kerusakan ekosistem tunai kepada KLHK Rp44,745 miliar dan biaya pemulihan fungsi ekologis lahan terbakar Rp147,058 miliar.

Abdullah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan,  ini merupakan modus baru perusahaan untuk lepas dari tanggung jawabnya. Biasa, perusahaan perusak lingkungan hanya berdalih kalau sumber kerusakan berasal dari luar izin pengelolaan lahan.

Menurut dia, meskipun pengadilan sudah memutuskan RKK pailit tak serta merta mengugurkan kewajiban membayarkan denda kepada KLHK.

“Karena kepailitan RKK, tentu saja kepailitan pada struktur perusahaan itu.”

 

Kebun sawit PT RKK, terbakar lagi pada 2019. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Ganti rugi ini, katanya,  juga menjadi tanggung jawab jajaran direksi perusahaan hingga secara pribadi pejabat perusahaan seperti komisaris turut bertanggung jawab.

“Kedua jabatan yang tentu saja melekat pada masing-masing orang itu, memiliki kewajiban terhadap perusahaan yang dikelola dan kewajiban yang melekat ini timbul, termasuk saat perusahaan mengalami pailit,” katanya.

Abdullah katakan, isi UU Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, apabila perusahaan (RKK) pailit karena kesalahan atau kelalaian direksi dan atau dewan komisaris, mereka akan ikut menanggung kalau kekayaan perseroan tak cukup membayar kewajiban perseroan.

“Setiap anggota direksi dan, atau dewan komisaris tanggung renteng bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dilunasi.”

Raynaldo Sembiring,  Direktur Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), mengatakan, modus perusahaan perusak lingkungan mempailitkan diri untuk menghindari tanggung jawab sudah banyak terjadi di berbagai negara.

Mempailitkan diri, katanya,  sudah jadi strategi lama korporasi termasuk terhadap kasus karhutla.

“Informasi soal strategi perusahaan mempailitkan diri sudah jadi pembahasan umum. Selama ini banyak sekali cara perusahaan yang sudah dihukum untuk melepaskan tanggung jawabnya,” katanya kepada Mongabay.

RKK, katanya,  sudah memahami kalau mereka dinyatakan pailit, KLHK tak akan menjadi kreditur dan tak masuk ke daftar piutang.

Dengan kondisi ini, katanya,  upaya perlawanan KLHK patut mendapat dukungan agar hukum kepailitan Indonesia juga membuka diri atas perkembangan hukum di sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

Dodo bilang, modus perusahaan mempailitkan diri harus diantisipasi. Namun,  katanya, tantangan hukum kepailitan di Indonesia masih belum terintegrasi dengan tanggung jawab lingkungan. Kondisi ini, katanya, menyebabkan, pengadilan bisa mudah memutuskan RKK pailit.

“Karena punya prosedur hukum masing-masing,” katanya.

KLHK, katanya,  harus gerak cepat mendorong eksekusi putusan pengadilan yang menyatakan RKK bersalah atas karhutla dan wajib membayar denda.  Dengan begitu, katanya, masih ada kemungkinan bagi RKK menuntaskan tanggung jawabnya.

“Mempercepat eksekusi. Perusahaan terhukum tidak punya banyak ruang bermanuver. Cuma pelaksanaan eksekusi ini gak bisa tanggung jawab KLHK saja. Kementerian ATR/BPN, polri, Mahkamah Agung juga punya kewenangan.”

 

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK, saat jumpa pers di Jakarta, 12 Februari lalu membahas soal putusan pailit perusahaan perkebunan sawit PT RKK. KLHK tak tinggal diam, melawan putusan itu. Foto: Irfan Maulana/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

Perusahaan Sawit di Jambi Ini Wajib Bayar Biaya Pemulihan Lingkungan Rp191 Miliar

Exit mobile version