Mongabay.co.id

Cegah Banjir dan Polusi, Sampah Ciliwung jadi Kompos di TB Simatupang

 

Alat berat berupa exscavator bercapit sedang sibuk dioperasikan untuk mengangkat sampah yang berserakan dari badan air sungai ke lokasi datar dan terbuka di tempat penyaringan sampah Sungai Ciliwung di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Sampah-sampah yang didominasi jenis sampah kayu-kayuan itu sebelumnya tersangkut di saringan sampah yang sudah disiapkan, lengkap dengan ponton yang mengapung membentang dari ujung seberang hingga lokasi penyaringan.

Adhitya Oktaberry, Koordinator Saringan Sampah TB Simatupang atau Proyek Treatmen Sungai Ciliwung saat ditemui di lokasi mengatakan, untuk mengarahkan sampah ke segmen sungai atau tempat penyaringan ini ada dua ponton yang disiapkan.

“Fungsinya untuk menghindari efek bendung yang diakibatkan oleh sampah yang tertahan di badan air,” katanya awal Maret 2024 lalu.

Pada bagian ini, lanjut Adhitya, ada dua tahapan proses penyaringan yang dilakukan. Saringan pertama difungsikan untuk menampung sampah-sampah berukuran di atas 50 sentimeter. Sedangkan saringan yang kedua difungsikan untuk menangkap sampah-sampah berukuran di atas 20 sentimeter.

baca : Sampah Perkotaan, Bom Waktu yang Terus Berdentang

 

Sampah yang menumpuk di penyaringan, lengkap dengan ponton yang mengapung sebagai penghalau agar sampah masuk ke lokasi tersebut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dari lokasi datar dan terbuka, dengan menggunakan mesin berat lainnya sampah-sampah itu kemudian ditumpuk di lokasi implasemen sampah sementara.

Sampah-sampah yang menumpuk itu kemudian dicacah menggunakan mesin-mesin besar. Selain penyaringan, proses penghancuran ini juga ada dua macam.

Pertama, sampah dihancurkan dengan menggunakan mesin jenis conveyor menjadi ukuran sekitar 5-20 sentimeter. Kedua, sampah dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 3-5 sentimeter.

 

Melahirkan Kompos

Adhitya melanjutkan, usai dihancurkan, tahapan berikutnya yaitu proses pencacahan. Tahapan pertama, sampah yang berukuran besar dicacah menjadi ukuran 10-20 sentimeter. Selesai dicacah, sampah kemudian dipisah secara otomatis. Fungsinya untuk memisahkan sampah kasar dan sampah halus sebelum dimasukkan ke pencacah tahap kedua.

Sementara untuk pencacahan tahap kedua ini berfungsi untuk mencacah sampah menjadi ukuran 3-5 sentimeter. Sedangkan untuk jenis-jenis sampah yang dicacah selain kayu, bambu, ada juga sampah bekas bangunan, sampah pertanian, karet, plastik, tekstil, hingga logam.

Dalam kesempatan yang sama, Misar, Pengendali Khusus Saringan Sampah TB Simatupang juga petugas dari Unit Penanganan Sampah Badan Air, Dinas Lingkungan hidup DKI Jakarta mengungkapkan, sampah-sampah yang dicacah tersebut berasal dari hulu Ciliwung yang berasal dari Depok dan Bogor.

Sampah tersebut, katanya, harus dipilah karena akan diolah menjadi pupuk kompos setengah jadi dan juga bahan alternatif untuk menghasilkan bahan bakar alternatif (refuse derived fuel/RDF) atau bahan baku yang mempunyai kualitas yang konsisten.

“Kompos yang kita produksi ini masih dalam bentuk mentah. Karena masih baru pencacahan. Seharusnya di proses terlebih dahulu. Ada penambahan beberapa bahan lagi baru bisa kita gunakan untuk tanaman,” katanya.

baca juga : Upaya Bersama Kampanyekan Pengurangan Sampah Plastik 

 

Sampah yang sebagian besar didominasi kayu dan bambu menumpuk di tempat terbuka sebelum dicacah untuk dijadikan kompos dan RDF. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Untuk itu, penyaringan yang dibangun dengan menelan anggaran Rp195 Miliar itu selain dilengkapi dengan Ruang Terbuka Hijau nantinya juga akan ditambahkan rumah pembuatan kompos atau pupuk organik.

Misar bilang, meskipun saat ini kompos masih dalam keadaan mentah. Namun, antusias masyarakat meminta kompos tersebut sudah banyak, setiap harinya selalu ada. “Kami sampai keteteran melayani,” ungkapnya sambil terkekeh.

Selain warga, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) kerapkali mengambil kompos yang sebagian besar dihasilkan dari kayu dan bambu ini untuk penghijauan di tepi-tepi jalan maupun di kelurahan Jakarta.

“Setiap kali ada yang meminta, saya selalu menyarankan agar kompos setengah jadi itu terlebih dulu di jemur sebelum digunakan untuk menanam,” imbuhnya.

 

Untuk Pelestarian Lingkungan

Saringan Sampah di TB Simatupang keberadaannya selain untuk mencegah sampah ke pusat kota Jakarta atau bahkan di hilir sungai Ciliwung, hasil cacahannya bisa dimanfaatkan untuk pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.

Alfian Pratama (38), petugas PPSU Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru menyatakan, adanya kompos yang dihasilkan dari tempat penyaringan sampah sangat membantu petugas dalam melakukan penananam.

Dia bilang, dengan menggunakan kompos dari Saringan Sampah di TB Simatupang kualitas tanaman yang ditanam jadi lebih subur dan tidak gampang mati.  “Selain untuk menanam bunga, kompos juga kami gunakan untuk menanam sayur-sayuran seperti cabai, brokoli dan tomat,” kata dia.

baca juga : Jangan Buang Sampah ke TPA Sarimukti

 

Seorang pekerja sedang menyortir sampah organik dan sampah non organik di tempat penyaringan sampah Sungai Ciliwung Tb Simatupang, Jakarta Selatan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu, Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyatakan, hingga saat ini Proyek Saringan Sampah Ciliwung berhasil menangani 230 meter kubik sampah yang berasal dari hulu.

Langkah tersebut dilakukan demi mencegah tumpukan sampah yang masuk ke pusat kota maupun ke muara atau lautan. Selain itu, juga untuk mengurangi resiko terjadinya banjir di wilayah perkotaan yang dihuni sekitar 10,56 juta jiwa itu.

“Karena sampah terus berdatangan akibat musim hujan. Untuk itu, penanganan sampah masih tetap dan terus dilanjutkan hingga saat ini,” ujarnya.

Adhitya bilang, saat masa sibuk, sampah yang diolah bisa mencapai 400-700 ton. Dalam seharinya pengelolaan bisa mencapai 100 ton.

Ia menambahkan, bulan Februari 2024 untuk sampah yang masuk maupun dari kali di Saringan Sampah Ciliwung jumlahnya mencapai 1412,88 ton. Sampah yang sudah di cacah jumlahnya 421,87 ton. Dikonversi menjadi RDF 218,17 ton, serta menjadi pupuk kompos 203,17 ton.

Sampah tersebut selain dari Sungai Ciliwung juga berasal dari darat yang dikirim Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Sampah yang dikirim itu berasal dari hasil pemangkasan atau pohon yang tumbang di wilayah mereka. (***)

 

 

Darurat Sampah Kota, Dari Mana Mengurai Masalahnya?

 

Exit mobile version