Mongabay.co.id

Studi Terbaru: Dominasi Jantan Bukan Hal Lazim Dalam Dunia Primata

Foto utama: Hylobates muelleri atau kelempiau. Lima spesies owa yang dievaluasi, diklasifikasikan sebagai spesies yang tidak dominan jantan. Foto: JJ Harrison via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0).

 

 

Selama ini, asumsi kita terhadap dunia kera adalah kehidupan yang didominasi para pejantan. Namun penelitian terbaru menantang kita untuk berpikir ulang tentang kelompok primata tersebut.

Rebecca Lewis, seorang profesor antropologi di University of Texas di Austin sekaligus peneliti utama, bersama tim telah melakukan riset yang hasilnya diterbitkan di jurnal Animals, edisi November 2023.

Lewis dan kolega meninjau literatur sebelumnya, tentang 79 spesies primata, termasuk sembilan spesies kera, dan mengelompokkannya dalam satu dari tiga kategori: dominan jantan, dominan betina, dan kodominan.

Kesimpulannya?

“Kekuasaan yang tidak memihak para jantan bukanlah hal yang aneh,” kata Lewis.

Dari spesies yang disurvei, 58% ditemukan memiliki struktur kekuasaan yang memihak pada jantan, namun struktur yang didominasi betina atau kodominan ditemukan di setiap kelompok primata utama, termasuk owa (kera kecil) dan kera besar.

Kelima spesies owa yang dievaluasi – serundung (Hylobates lar), kelempiau (H. muelleri), ungko (H. agilis), siamang jambul (H. pileatus), dan siamang (Symphalangus syndactylus) – diklasifikasikan sebagai dominan-non-jantan. Di antara kera besar, bonobo (Pan paniscus), yang terkenal dengan kelompok matriarkal, merupakan satu-satunya spesies yang hidup dalam kelompok yang tidak didominasi pejantan.

Menurut Lewis, indikator yang baik untuk spesies betina atau kodominan adalah kesamaan ukuran tubuh dan gigi taring antar-jenis kelamin. Semakin kecil perbedaannya, atau dimorfisme seksual, semakin seimbang persaingan antara jantan dan betina.

Misalnya, siamang hanya mempunyai sedikit dimorfisme seksual, dengan jantan yang beratnya hanya beberapa kilogram lebih berat dibandingkan betina. Bandingkan dengan gorila (Gorilla gorilla dan G. beringei), yang jantan dewasanya tumbuh sekitar dua kali ukuran betina; dalam kelompok gorila, pejantanlah yang mendominasi.

“Ketika Anda mengurangi dimorfisme, ada kebebasan bagi jenis kekuatan lain untuk muncul atau tumbuh,” kata Lewis. “Tetapi ketika jantan jauh lebih besar ketimbang betina, hal ini membatasi apa yang bisa terjadi.”

Kekuasaan non-jantan juga dapat muncul ketika jumlah pasangan kawin betina lebih rendah dibandingkan ketersediaan jantan, karena hal ini memberikan betina lebih banyak pengaruh sosial.

 

Siamang hanya memiliki sedikit dimorfisme seksual. Semakin kecil perbedaannya, atau dimorfisme seksual, semakin seimbang persaingan antara jantan dan betina. Foto: cuatrok77 via Flickr (CC BY-SA 2.0)

 

Tidak mengejutkan

Bagi Sara Skiba, yang telah mempelajari bonobo di penangkaran dan alam liar selama bertahun, hasil studi yang menunjukkan spesies tidak bias terhadap pejantan, bukanlah hal mengejutkan.

“Saya pikir [bagi] siapa pun yang pernah bekerja di sekitar bonobo atau berkesempatan untuk melihatnya, tidak mengherankan jika mendengar bahwa kelompoknya didominasi betina,” kata Skiba, selaku Direktur Komunikasi Ape Inisiatif, di Iowa dan peneliti pascadoktoral di Kennesaw State University di Georgia, yang berspesialisasi dalam komunikasi sosial kera besar. Skiba tidak terlibat dalam penelitian terbaru ini.

Untuk bonobo, katanya, “Betinalah yang bertanggung jawab atas kelompoknya.”

Jadi bagaimana struktur kekuasaan ini terwujud pada bonobo?

“Bukan hanya satu betina saja yang dominan dibandingkan betina lain, tapi ada sejumlah betina yang memiliki ikatan sangat erat dan akan memanfaatkan satu sama lain pada saat konflik atau untuk memanipulasi sumber daya, atau sebagai respons terhadap suatu peristiwa,” ujar Skiba.

Mereka mungkin melakukan ini dengan cara “memukul” kepala pejantan karena perilaku yang tidak diinginkan, atau menggunakan strategi pemindahan, menggunakan tubuh mereka untuk mengeluarkan individu lain dari tempat bersarang atau tempat mencari makan, katanya.

 

Perkumpulan sosial bonobo. Bagi bonobo, kata seorang peneliti bonobo, “Betinalah yang bertanggung jawab atas kelompoknya.” Foto: Magnus Manske via Wikimedia Commons (CC BY-SA 2.0)

 

Keberagaman struktur kekuasaan pada kera, dan lebih luas lagi pada primata, mungkin mengejutkan bagi sebagian orang. Bertahun-tahun, lemur dianggap sebagai hewan langka di antara primata di kelompoknya yang dipimpin betina. Faktanya, setiap penyimpangan dari asumsi struktur dominasi jantan dalam ordo tersebut (termasuk bonobo) dianggap sebagai anomali yang harus dijabarkan, terang Lewis.

“Saya ingat ketika saya masih mahasiswa, banyak publikasi di literatur yang mengatakan bahwa ini adalah teka-teki evolusi,” katanya, berbicara tentang penelitian awalnya tentang lemur. “’Mengapa jantan menyerahkan kekuasaannya kepada betina? Ukurannya sama. Mengapa harus menyerahkan kekuasaannya?’ Jadi, ada asumsi bahwa jantanlah yang memiliki kekuasaan.”

Namun, keyakinan lama mengenai kekuasaan jantan sebagai standar mungkin berkembang sebagian karena kebetulan. Lewis menunjukkan bahwa beberapa primata pertama yang diteliti – simpanse (Pan troglodytes), babun (Papio spp.) dan monyet (Macaca spp.) – hidup dalam kelompok yang didominasi jantan. Hal ini mungkin menjadi awal munculnya keyakinan tentang struktur sosial di semua primata.

Selain itu, hal ini mungkin “sangat berkaitan dengan siapa yang melakukan penelitian dan penerbitannya,” kata Skiba.

“Ketika Anda memperhatikan pertanyaan penelitian secara spesifik atau cara mereka menjelaskan hasilnya, mungkin lensa yang mereka gunakan adalah lensa yang didominasi kaum laki-laki,” tambahnya.

Beberapa spesies mungkin juga luput dari perhatian, katanya. Ambil contoh bonobo, yang tidak dikenali sebagai spesies terpisah dari simpanse hingga tahun 1929.

Lewis mengatakan penelitian terbaru ini menunjukkan pentingnya mempelajari kera dalam seluruh ordo primata dibandingkan hanya melihat satu spesies atau keluarga dalam sebuah ‘ruang hampa’. Misalnya, bonobo tampak berbeda jika dibandingkan dengan kera besar lainnya, namun jika Anda melihat gambaran yang lebih luas pada semua primata, memunculkan sebuah cerita baru.

“Kami benar-benar melihat banyak hal tentang keanekaragaman primata dan Anda dapat menemukan beberapa penjelasan yang sangat berguna tentang pendorong evolusi pola perilaku tertentu, yang mungkin tidak terlihat jika kita hanya melihat pada kera,” katanya.

 

Pemahaman lama mengenai kekuasaan jantan sebagai standar mungkin berkembang hanya sebagian karena kebetulan, karena beberapa primata pertama yang diteliti, termasuk babun, hidup dalam kelompok yang didominasi oleh jantan. Foto: gmacfadyen melalui Flickr (CC BY-NC-ND 2.0)

 

Pengaruh manusia terhadap dunia primata

Konservasi adalah kunci untuk memastikan penelitian seperti ini dapat berlanjut di masa depan; tanpa populasi kera yang sehat di alam liar, kita tidak dapat mempelajarinya.

Bonobo terancam punah, dengan perkiraan populasi berkisar antara 10.000-50.000 individu. Sementara itu, 19 dari 20 spesies owa terdaftar sebagai spesies yang terancam punah atau sangat terancam punah. Hilangnya habitat dan perburuan merupakan penyebab utama penurunan populasi bonobo dan owa.

Ketika manusia merambah wilayah hidup kera, hal ini juga dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

“Saat kita memodifikasi lingkungan dan mengurangi ukuran habitat tempat tinggal primata ini, kita mengubah distribusi sumber daya di ruang hidupnya, dan kita mengubah demografi mereka,” kata Lewis. “Kita mengubah siapa yang dapat hidup dengan siapa dan berapa banyak individu yang terdesak ke dalam wilayah tertentu atau seberapa besar persaingan yang ada untuk mendapatkan sumber daya, yang menjadikan kekuasaan menjadi lebih atau kurang penting dalam hubungan sosial.”

Salah satu perubahan yang dapat terjadi adalah pada rasio jenis kelamin yang berdampak langsung pada dinamika kekuasaan antara jantan dan betina. Owa, misalnya, biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok keluarga kecil, namun penyusutan habitat dapat memaksa mereka untuk hidup dalam kelompok yang lebih besar, sehingga menguntungkan pihak jantan.

“Kita mungkin menciptakan situasi yang membuat seolah-olah ada lebih banyak kekuasaan yang memihak pejantan, dibandingkan jika kita tidak mengganggu habitat mereka,” papar Lewis.

 

Tulisan asli: Male dominance isn’t the default in primate societies, new study shows. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita

***

Foto utama: Hylobates muelleri atau kelempiau. Lima spesies owa yang dievaluasi, diklasifikasikan sebagai spesies yang tidak dominan jantan. Foto: JJ Harrison via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0).

 

Berbagai Ancaman Dihadapi, Apakah Orangutan Tapanuli Mampu Bertahan?

 

Exit mobile version