Mongabay.co.id

Mangrove Rumpun Berjarak, Upaya Menyelamatkan Pulau Kecil dari Abrasi

 

 

 

Ribuan bibit pohon mangrove (Rhizophora) tertanam rapi di Pulau Sekila, Kelurahan Ngenang, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.  Umur pohon ini terlihat masih muda. Tingginya sepaha orang  dewasa.

Tetapi, tidak seperti di pulau-pulau lainnya,  pohon bakau –bahasa orang Melayu untuk mangrove– tertanam berkelompok-kelompok di sepanjang pantai. Pohon ini tersusun membentuk persegi dengan lebar setengah meter.

Satu kelompok pohon mangrove ini dipasang jaring yang diikatkan pada tiang yang membentuk persegi. “Jaring ini penahan ombak, sampah atau kayu mati agar tidak merusak bibit mangrove yang baru ditanam,” ujar Abidin Ketua Kelompok Todak Terbang, kepada Mongabay, akhir Januari lalu.

Satu kelompok mangrove tersebut ditanami 100 bibit bakau. Masing-masing kelompok mangrove berjarak sekitar satu meter.

Abidin menjelaskan, metode penanaman mangrove seperti ini  disebut dengan rumpun berjarak. Dimana bibit mangrove ditanam dalam kelompok-kelompok sepanjang pantai.

“Metode ini diambil karena ombak pesisir Pulau Sekila sangat kuat, sehingga metode rumpun berjarak diprediksi bisa hidup meskipun diterjang ombak besar,” kata pria 45 tahun ini sambil menunjuk bibit mangrove yang sudah ditanamnya.

Abidin berkisah, metode rumpun berjarak dipilih setelah beberapa kali dilakukan penanaman metode biasa tidak membuahkan hasil maksimal. “Sebenarnya metode ini awalnya mulai dari kegagalan (penanaman) 2022 lalu,” ucapnya.

Selain mangrove dilindungi oleh jaring, bibit mangrove ditanam lebih ke dalam pesisir pulau. Menurutnya, jika ditanam lebih ke pinggir substratnya cukup untuk membuat mangrove tumbuh maksimal.

“Alhamdulillah bisa dilihat hasilnya sendiri, penanaman ini sudah bisa dikatakan tumbuh 90 persen, sudah ditanam sejak dua tahun yang lalu,” kata pria asli Pulau Tondak, yang letaknya tak jauh dari Pulau Sekila.

Baca : Hutan Mangrove Batam Terus Terbabat, Berikut Foto dan Video

 

Penanaman mangrove dengan motede rumpun berjarak di pesisir Pulau Sekila, Ngenang, Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Tidak hanya di Pulau Sekila, dia juga menanam mangrove di pesisir Pulau Moimoi. Pulau-pulau kecil ini berada di sebelah barat perairan Pulau Batam.

Selain kuat menghadapi ombak besar, metode rumpun berjarak juga hemat biaya dan tidak merusak dibanding menggunakan polybag yang berbiaya besar. “Selain mahal, hasilnya berdasarkan (penanaman dengan polybag) pengalaman kami kurang maksimal,” katanya.

Begitu juga penggunaan kayu untuk menanam mangrove, kalau metode rumpun berjarak hanya butuh empat batang kayu untuk 100 bibit. Tetapi kalau metode penanaman biasa satu bibit, menggunakan satu kayu untuk mengikat pohon.

“Itu makanya metode ini lebih murah, bayangkan saja kita menanam dengan mengambil kayu di darat, yang ini di laut belum tentu tumbuh, tetapi didarat sudah jelas habis,” ucapnya.

Namun beberapa mangrove yang ditanam kelompok Todak Terbang juga tidak memakai pagar atau jaring pelindung. Karena, pihaknya tidak memiliki anggaran untuk membuat pagar pelindung. “Kita mencoba tanpa pagar, hasilnya juga lumayan bagus,” katanya.

 

Penahan Abrasi Pulau-pulau Kecil

Mangrove atau bakau di beberapa penelitian dijelaskan menjadi benteng pesisir pulau. Terutama pulau-pulau kecil. Tidak hanya sebagai penahan ombak, tetapi juga mangrove mengurangi intrusi abrasi di pesisir pulau.

Abidin menjelaskan, salah satu alasan penanaman mangrove di pulau-pulau kecil sekitar kampungnya untuk menghadapi abrasi yang terjadi. “Menurut saya, salah satu cara menghadapi  adalah dengan menanam mangrove,” ucapnya.

Biaya penanaman mangrove yang dilakukan Abidin bersumber dari anggaran  program percepatan rehabilitasi mangrove tahun 2022 dibawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun ada juga beberapa lokasi yang ditanam swadaya bersama masyarakat dan anggota kelompok.

Baca juga : Sidak DPR RI di Batam : Mangrove Ditimbun, Sungai Dirusak, dan Cerita Nelayan Melawan Bekingan

 

Penanaman pohon dengan metode rumpun berjarak tanpa menggunakan pagar di Pulau Sekila juga berhasil dilakukan warga pesisir. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Tahun 2022, Abidin menanam sekitar 75 ribu bibit pada 15 hektar lahan pesisir di Pulau Momoi dan Pulau Sikalat. “Rata-rata semua tumbuh 90 persen,” ujarnya.

Bibitnya berasal dari pulau-pulau sekitar yang juga memiliki kawasan mangrove yang padat. “Kalau pohon ini semakin besar, pagar dan jaring dilepas,” katanya.

Abidin juga memperhatikan jenis mangrove yang ditanam di setiap kelompok “rumpun berjarak”. Bagian dalam merupakan jenis mangrove yang kuat terhadap lumpur, bagian tengah yang kuat terhadap pasir, sedangkan bagian luar merupakan jenis mangrove yang kuat diterjang ombak.

“Waktu menanam mangrove juga jadi catatan disini, sebaiknya penanaman dilakukan di penghujung angin utara, kalau diluar musim angin utara ombak sedikit lebih teduh,” katanya.

Abidin berencana akan menanam setiap pulau-pulau kecil yang ada di sekeliling kampungnya (Pulau Todak). Terutama dilokasi-lokasi yang kondisi mangrovenya tidak terlalu lebat.

 

Metode Perdana di Batam

Penanaman mangrove menggunakan metode rumpun berjarak ini diperkirakan menjadi yang pertama di Batam.

“Ini (penanam mangrove metode rumpun berjarak) sebuah prestasi, kemungkinan ini menjadi metode pertama yang dilakukan di Batam,” kata Hendrik Hermawan dari LSM Lingkungan Akar Bhumi Indonesia (ABI), saat berkunjung ke lokasi Pulau Sekila.

Selain melakukan advokasi terhadap kejahatan lingkungan, LSM ABI juga aktif dalam pelestarian mangrove.

Hendrik mengatakan metode penanaman mangrove cukup beragam, di beberapa daerah metode rumpun berjarak sudah banyak dilakukan, termasuk oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan KLHK di beberapa daerah.

“Metode penanaman itu selain rumpun berjarak, ada juga yang bibit mangrove dimasukan ke dalam bambu sebelum ditanam, ada juga yang dibentuk gundukan pasir dulu, dan lainnya,” katanya.

Metode seperti itu, menurut Hendrik, dilakukan kebanyakan di daerah ombak yang kuat. “Pagar yang dipasang di mangrove rumpun berjarak ini untuk mengurangi tekanan ombak juga, ini salah satu cara menekan tingkat kematian bibit,” katanya.

Metode ‘Rumpun Berjarak’ juga membuat akar-akar mangrove ini saling mengikat satu sama yang lain. “Kalau dia saling mengikat tentu kuat menghadapi terpaan ombak,” pungkasnya.

Menarik Dibaca : Gerri D Semet, Gigih Rawat Mangrove Kampung Tua di Batam

 

Abidin diantara bibit mangrove yang ditanam dengan metode rumpun berjarak di pesisir Pulau Sikala, Ngenang, Kota Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Darimana Metode Rumpun Berjarak?

Dikutip dari website KLHK, penanaman mangrove dengan sistem rumpun berjarak berawal dari Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, yaitu Sumarto . Ide tersebut muncul secara tidak sengaja pada tahun 2003 saat dirinya menjabat Inspektur Wilayah II KLHK.

Kala itu Sumarto, menemukan sekitar 2.000 batang mangrove hidup hidup di laut. Pohon-pohon itu sebenarnya tertinggal saat acara penanaman mangrove di perairan Pulau Seribu. Setelah kejadian itu, penanaman sistem rumpun berjarak terus dilestarikan.

Sehingga pada tahun 2004, Sumarto dan timnya berhasil menanam mangrove sebanyak 1,81 juta mangrove di 15 pulau di Kepulauan Seribu, dengan tingkat keberhasilannya di atas 70 persen.

Abidin dan Kelompok Todak Terbang juga mengaku salah satu rujukan metode penanaman mangrove menggunakan rumpun berjarak di Kepulauan Seribu. (***)

 

 

Nasib Pulau Batam, Pasir Dikeruk, Hutan Mangrove Dirusak

 

 

Exit mobile version