- DPR RI didampingi Gakkum KLHK, Dirjen PSDKP KKP, Direktur BRGM melakukan sidak kejahatan lingkungan di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
- Tim menemukan perusakan lingkungan yang masif, mulai dari reklamasi ilegal, tambak udang ilegal, penimbunan mangrove, perambahan hutan lindung, penggunaan hutan yang belum izin hingga penimbunan badan sungai.
- Kondisi itu membuat DPR RI meradang, dalam waktu dekat para pelaku kejahatan akan dipanggil ke Jakarta, termasuk pemerintah daerah yang gagal dalam pengawasan.
- Sidak ini sudah kedua kalinya, Januari 2023 lalu sidak menyasar perusahaan ekspor arang bakau. Satu orang akan ditetapkan sebagai tersangka, meskipun perusahaan arang bakau ini ada 11 titik di Kota Batam.
Sudin, Ketua Komisi IV DPR RI gusar menemukan pengusaha di Batam yang berani melakukan reklamasi di atas hutan lindung, muara sungai, hingga menimbun pohon mangrove secara masif.
Sontak Sudin akan memanggil pengusaha dan pemerintah daerah di Batam ke Jakarta dalam waktu dekat ini. “Ambil semua keterangan, dalam waktu dekat panggil semuanya ke Jakarta,” kata Sudin saat inspeksi mendadak (sidak) reklamasi sungai Hulu Panglong, Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kamis 6 Juli 2023.
Titik reklamasi ini merupakan titik terakhir dari agenda sidak DPR RI bersama Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) selama dua hari di Kota Batam, 5-6 Juli 2023. Tidak hanya melakukan sidak reklamasi rombongan ini juga sidak tambak udang skala besar di kawasan hutan yang merusak mangrove di Rempang, Kota Batam.
Tidak lama setelah sampai di Kota Batam, Sudin bersama rombongan langsung menuju lokasi titik sidak. Setidaknya terdapat 20 unit mobil rombongan yang beriringan menuju lokasi dari Bandara Hang Nadim Batam.
Rombongan mengarah ke kawasan Pulau Rempang Kota Batam. Di lokasi ini sidak dilakukan di tambak udang skala besar di pesisir Pulau Rempang.
Tambak udang sudah beroperasi. Tidak hanya di Pulau Rempang, nampak juga di pulau kecil yang terdapat di depan lokasi sidak. Hutan pesisir di pulau termasuk mangrove dibabat, berubah menjadi tambak udang.
baca : Tambak Udang Tak Berizin di Batam: Ancaman Ekosistem Laut
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani langsung menemui pemilik tambak. Pemilik juga diminta memperlihatkan surat-surat izin usaha. “Untuk tambak udang ini, tim kami mendapati indikasi pidana, kami akan lakukan langkah hukum,” kata Ridho.
Diketahui tambak udang pertama yang menjadi sasaran sidak merupakan milik PT Dwimitra Mandiri Prima. Perusahaan ini mengelola empat kolam tambak dengan luas 9 hektar. Saat ditemui Mongabay Indonesia, salah seorang pengelola tambak enggan berkomentar.
Ridho mengatakan, ada indikasi tambak udang ini melanggar pidana undang-undang kehutanan. “Tapi tim kami akan mendalami kerusakan mangrove yang terjadi,” katanya.
“Tambak ini berada di kawasan hutan produksi yang dapat konveksi, tetapi belum ada izin pelepasan dari KLHK, maka ini dianggap tambak ilegal,” ujar Sudin.
Modus pengusaha mengelabui perizinan dengan cara mendaftarkan usaha tambak udang dalam skala mikro. Namun di lapangan tambak udang dalam skala besar. “Ini jika dilihat uangnya sudah miliaran juga, izin diajukan UMKM,” katanya.
Tambak ini bisa beroperasi karena kurangnya pengawasan. Pasalnya Gakkum KLHK hanya memiliki tiga personil di Batam. Selain itu anggaran Gakkum juga minim dari KLHK.
Saat ini berdasarkan kebijakan Gakkum KLHK yang tidak mau merugikan pengusaha. Tambak masih bisa beroperasi sampai panen. Setelah itu harus dihentikan. “Lima bulan kedepan kita tinjau kembali,” katanya.
Sudin memastikan, jelas sangat ada penimbunan mangrove padahal mangrove sangat penting untuk ketahanan pulau-pulau kecil. “Hukum pidana pasti ada, kita cek dulu, baru nanti bicara masalah hukumnya,” kata politisi PDIP itu.
baca juga : KKP Gencar Stop Reklamasi Ilegal di Batam, Apakah Cukup Sanksi Administratif?
Dirjen PSDKP KKP Adin Nurawaluddin mengatakan, tambak udang juga melanggar Undang-undang 27 tahun 2014 terkait pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir, disebutkan tidak boleh penebangan, perusakan dan konversi hutan mangrove.
Adin tidak hanya melihat terkait kerusakan mangrove, ia mengatakan, perusahaan tambak udang ini juga melanggar teknis pengelolaan tambak udang standar yang benar. “IPAL-nya juga tidak memenuhi standar, akhirnya kami segel, semata-mata untuk warning kepada pengusaha,” kata Adin.
Selain itu Adin juga menyoroti bahwa tambak udang melanggar tata ruang RT/RW Kota Batam. Batam sejatinya tidak ada peruntukan untuk tambak udang. “Untuk saat ini kita memberikan leluasa kesempatan, beberapa bulan ini tidak ada perubahan (RT/RW) tambak akan kita tutup total,” katanya.
Selanjutnya sidak menyasar tambak PT Tahai Sunhok Jaya Utama yang tidak jauh berada dari tambak pertama. Luas kawasan tambak udang di perusahaan ini 12 hektar.
Pengakuan pengelola tambak kepada DPR RI, tambak udang sudah beroperasi 4 tahun lamanya dengan 9 kali panen. “Saya beli lahan ini kepada warga setempat, ada surat tanahnya,” kata pengelola tambak saat ditanya salah satu Anggota DPR RI.
Tambak ini juga dipasang plang peringatan dari KKP, bahwa larangan untuk melakukan aktivitas. Semua tambak di Batam diduga tidak ada izin, pasalnya tidak ada peruntukan lahan di Batam untuk bisnis satu ini.
baca juga : Penampungan Arang Bakau Diduga Ilegal di Batam Kena Segel
Reklamasi Sungai
Keesokan harinya sidak berlanjut ke kawasan titik reklamasi. Titik pertama kunjungan Sudin dan rombongan berlangsung di Pesisir Teluk Tering, Batam Center, Kota Batam.
Rombongan kaget bukan main, melihat pesisir di Pulau Batam ini sudah berubah menjadi daratan dari timbunan tanah reklamasi. Tampak jelas tanah penimbunan baru di lakukan beberapa bulan belakang. “Baru empat bulan ini (penimbunan),” kata Yudi satpam di kawasan tersebut saat ditanya Gakkum KLHK.
Tidak berlama-lama petugas Gakkum KLHK langsung memasang plang peringatan larangan melakukan aktivitas apapun. Selain itu juga dipasang police line di sepanjang hutan yang tersisa. “Hasil sidak hari ini kami temukan, hutan produksi dan hutan lindung di Belian Pantai ini dirusak untuk kepentingan reklamasi, selain itu perusakan juga terjadi di atas hutan mangrove,” kata Ridho.
Tindakan yang dilakukan perusahaan tersebut sudah termasuk tindakan pidana baik pidana UU No.41/1999 tentang Kehutanan dan UU No.18/2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan dan juga Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Kami sudah perintahkan penyidik kami untuk mendalami,” kata Ridho.
Ridho melanjutkan, tidak hanya itu perusahaan juga melanggar Undang-undang pulau-pulau kecil dan pesisir yang menjadi kewenangan KKP. KLHK akan melakukan investigasi bersama Ditjen PSDKP KKP mendalami kasus tersebut. “Jadi ini pidana berlapis,” kata Ridho.
Ia belum bisa memastikan luasan reklamasi pasalnya perlu pendalaman lebih lanjut. “Kita baru dapat laporan ini malam tadi, jadi ini mendadak, kita langsung datangi dan segel, ini semua kita lakukan untuk melindungi hutan,” katanya.
“Nama perusahaan juga belum kita dapatkan, penyidik saya akan dalami,” katanya. Ridho menegaskan, akan terbuka untuk menerima laporan masyarakat terkait kerusakan lingkungan yang terjadi di Batam.
baca juga : Laut Tercemar Minyak Hitam, Ratusan Nelayan Batam Tak Bisa Melaut
Rombongan sidak berlanjut ke titik reklamasi selanjutnya, yaitu di Pesisir Sungai Hulu Panglong, Batu Besar, Nongsa Batam. Di lokasi reklamasi beberapa nelayan sudah menunggu kedatangan rombongan sidak.
“Kami yang merasakan dampak reklamasi ini pak, tangkapan kami berkurang, kami mau diberikan kompensasi Rp1 juta, itu tidak sebanding, karena sungai ini bisa menolong sepanjang hidup kami,” kata Mustafa salah seorang nelayan mengadu kepada Sudin saat sidak di lokasi.
Sudin bersama Gakkum KLHK kepada nelayan berjanji akan menyelidiki kasus reklamasi ilegal tersebut. “Bapak tenang dulu, kita akan cek izinnya, meskipun ini sudah jelas melanggar, karena ini merusak sungai,” kata Ridho kepada nelayan.
Ridho juga langsung menghubungi pemerintah daerah baik provinsi maupun kota untuk memastikan izin reklamasi di kawasan ini. Hasilnya tidak ada izin sama sekali.
“Sudah pasti ini melanggar, saya minta pasang papan peringatan disini,” kata Ridho kepada petugas Gakkum. Petugas Gakkum KLHK langsung memasang plang peringatan agar tidak ada aktifitas di kawasan tersebut.
Indikasi temuan Gakkum KLHK adalah adanya pelanggaran lingkungan hidup. “Kami akan dalami dampak kerusakan lingkungannya, yang jelas nelayan sudah terganggu,” katanya.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan, kawasan reklamasi ini juga merusak hutan lindung meskipun sedikit. “Walaupun sedikit, tetapi itu hutan lindung,” katanya.
Selain pelanggaran perusakan hutan lindung, reklamasi juga menimbun badan sungai, padahal aturannya sudah jelas garis badan sungai itu harus tersisa 100 meter. “Nebang pohon saja di tepi sungai itu tidak boleh, apalagi ada pembangunan,” katanya.
Indikasi Ada Bekingan
Salah seorang nelayan Nongsa tidak hanya mengadukan nasib tangkapan mereka berkurang. Mereka juga menyebutkan perusahaan pengembang ini dibekingi oleh aparat negara berbintang dua.
Sudin merespon laporan itu, ia tidak peduli dengan bekingan yang ada. “Tadi sudah ada keluhan nelayan, sudah ada demo, tetapi tidak berhasil juga menghentikan kegiatan reklamasi ini, berarti ini pengembang hebat dan jagoan. Bekingan kita Tuhan,” katanya.
Kalau ini memang ada bekingan aparat hukum, berarti aparat itu tidak tahu kegiatan pengembang ini merusakan lingkungan. “Dan tentu bekingan ini pasti oknum, saya yakin aparat kita semua baik, tidak ada yang melindungi kejahatan lingkungan. ini kan sudah kejahatan lingkungan,” kata Sudin.