Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal Ancam Sumber Air di Bungo

 

 

 

 

 

 

 

“Sungai Telang Menolak PETI.” “Kopi kelumbuk enak rasa. PETI masuk kita sengsara.” Begitu antara lain  spanduk yang terbentang saat ratusan warga Desa Sungai Telang, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi,  ketika aksi di kantor desa, 5 April lalu.  Sehari setelah kedatangan Presiden Joko Widodo itu, mereka menyegel kantor desa dan mendesak pencopotan Rio Ramaini, Kepala Desa Sungai Telang.

“Allahu akbar,” teriak seorang korlap disambut pekikan sama ratusan warga. AKP Wiji Nur Eko Wahyu, Kapolsek Rantau Pandan,  tak jauh dari mereka, terus mengawasi pergerakan warga.

Aksi ini buntut dari penolakan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) atau tambang emas ilegal yang mengancam sumber air dan sawah warga Sungai Telang. Belasan kali warga protes, tetapi para pelaku tetap beroperasi.

Mereka menduga kades dan para tetua kampung ikut kecipratan untung dari penambangan emas ilegal itu.

Selama dua bulan terakhir, ada 5-6 ekskavator beroperasi di pinggiran sungai. Beberapa mulai mendekati pemukiman dan sawah.

“Sekarang masih ada tiga beroperasi,” kata Saripudin,  koordinator aksi.

Seminggu sebelum kedatangan Jokowi, aparat merazia tambang ilegal di sepanjang daerah yang dilalui mantan Gubernur Jakarta.

Menurut Saripudin aparat sebetulnya tahu karena jalan menuju Sungai Telang hanya satu, melewati jalan kecamatan.

“Di situ ada kantor polisi, nggak mungkin kalau nggak tahu alat—ekskavator—sebesar itu lewat,” kata pria juga ketua kelompok sadar wisata itu.

Dia perkirakan, luas kebun karet dan hutan produksi yang terobrak-abrik tambang sudah puluhan hektar.

Sungai Batang Bungo yang selama menjadi sumber air bagi warga keruh dan berlumpur. Sebagian warga terpaksa membeli, bahkan numpang ke rumah tetangga untuk mendapatkan air bersih.

Warnonyo sekarang lah macam torabika, jadi terpaksa kami beli air,” katanya.

tambang ilegal juga mengancam lubuk larangan di Sungai Batang Bungo yang mulai tercemar. Saripudin bilang, biasa seminggu sebelum puasa atau saat Lebaran ketiga, warga panen ikan di lubuk larangan.

“Tapi tahun ini nampaknya tidak panen, sebab sebagian lubuk larangan sudah rusak.”

 

Warga Sungai Telang melakukan aksi demonstrasi di Kantor Desa Sungai Telang, Jumat 5 April 2024. Mereka menolak PETI masuk Sungai Telang.
Foto: dokumen warga.

 

 

Dia juga menyebut, penambangan emas ilegal mulai mendekati lokasi wisata pemandian Batu Ampar di Sungai Batang Bungo. Air terjun di Sungai Batang Kelumbuk dan Gunung Pohong akan ikut terancam.

Dia khawatir, kalau dibiarkan kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal itu akan meluas.

“Dampak PETI itu jangka panjang, harus dicegah secepatnya, sebelum meluas dan melibatkan banyak orang.”

Petambang ilegal tak segan menggunakan preman. Beberapa kali Saripudin ditelepon orang tak dikenal, kena teror lantaran menolak tambang masuk Sungai Telang.

“Kadang habis kayak gini (demo) tiba-tiba ada yang telepon, ada yang WA (WhatsApp) ngancam ‘awas jangan keluar dari Sungai Telang kau’.”

Sebelumnya, Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur Bukit Panjang Rantau Bayur (FK-PHBM) sudah melaporkan penambangan emas ilegal itu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan (KLHK). Lokasi tambang berada di kawasan hutan dan hanya 200 meter dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), tetapi tak ada tindakan.

Warga juga membuat surat terbuka pada presiden, karena khawatir pencemaran merkuri dari aktivitas tambang ilegal ini.

“Sekarang mau bergerak susah, karena banyak mata-mata,” kata Saripudin. 

Ramaini membantah ikut terlibat tambang emas ilegal ke Sungai Telang. Dia justru melarang keras ada penambangan emas ilegal.

“Itu tidak benar. Itu omongan dari orang yang tidak suko dengan sayo. Dari dulu sayo tidak pernah mengizinkan PETI masuk. Cuma tidak sanggup kalau sendirian,” katanya.

Lelaki 58 tahun itu mengaku telah melaporkan penambangan emas ilegal itu ke Polsek Rantau Pandan dan Polres Bungo, tetapi tidak mengubah keadaan.

“Sekarang ini kantor desa masih disegel, alat berat itu masuk lagi,” ujarnya.

 

Kapolsek Rantau Pandang, AKP Wiji ikut mengamankan aksi demontrasi di Kantor Desa Sungai Telang, Jumat 5 April 2024. Foto: dokumen warga

 

Kabar yang dia terima ada empat alat berat beroperasi di hutan produksi. Penambangan emas ilegal itu, katanya, merusak Sungai Batang Bungo yang selama ini warga manfaatkan untuk minum, mencuci dan mandi.

Ramaini bilang, dalam watu dekat ini warga dari Desa Karak Apung, Timbolasi, Muara Buat dan Sungai Telang akan aksi besar-besaran.

Wiji siap menertibkan penambangan emas ilegal di Sungai Telang.

“Kemarin saya sudah telepon warga yang melapor, kami minta diantar ke lokasi karena lokasi jauh dari desa, tapi tidak berani. Kalau ketemu ada akivitas, silakan dibakar, itu perintah kapolres,” katanya.

Dia juga tidak tahu kapan alat berat untuk menambangan emas itu melintas, meski jalan menuju Sungai Telang hanya satu jalur.

“Lewatnya malam, Kantor Polsek kami itu tidak di pinggir jalan lintas, agak masuk ke dalam. Kalau ada alat berat lewat depan kami ya pasti kami cegat. Kami juga melarang PETI itu.”

Abdullah,  Direktur Eksekutif Walhi Jambi menyebut, tambang emas ilegal di Jambi sulit mati karena ada beking di belakang para pelaku. Informasi yang dia terima, ada aparat terlibat dalam aktivitas PETI di Sungai Telang.

“Kalau tidak ada beking, sudah lama PETI itu selesai,” katanya.

“Dia tangkap 10 untuk melindungi yang 100. Dia bakar dompeng (mesin diesel dong feng untuk penambangan emas) tapi alat berat masih beroperasi.”

Aparat juga tidak jeli. Seharusnya, mereka menelusuri siapa saja yang terlibat dan penampung emas ilegal itu.=

Harga emas saat ini melambung tinggi turun memicu penambangan emas marak di Jambi. Terlebih harga getah (latek dari pohon karet) yang jadi tumpuan ekonomi warga di kampung-kampung anjlok hampir 10 tahun terakhir.

“Biaya hidup terus naik, jadi warga melihat emas ini menggiurkan. Mereka bisa sewakan tanah dan tetap bisa ikut nebeng. Hasilnya lumayan,” kata Abdullah.

Selain itu, banyak warga bekerja sebagai ojek solar untuk menyuplai alat berat di lokasi yang sulit dijangkau mobil.

Menurut dia, yang bisa dilakukan menghentikan setop tambang ilegal dengan memutus distribusi solar untuk alat berat. Selama ini, pembatasan solar pemerintah tetap bisa diakali para pelaku.

“Orang lansir solar tinggal ganti plat nomor mobilnya, daftarkan di aplikasi. Seharusnya orang SPBU curiga, mobilnya sama, orang sama tapi plat beda. Ini masih terjadi.”

 

Warga Sungai Telang menghentikan aktivitas PETI menggunakan ekskavator. Foto: dokumen warga Sungai Telang.

 

Banjir bandang

Akhir Desember 2023, air dari hulu sungai bergulung-gulung menghantam rumah-rumah di pinggiran Sungai Batang Bungo di Sungai Telang. Hujan lebat sejak malam hingga jelang subuh membuat air sungai meluap.

Usai adzan Subuh, Yung Roni pontang-panting menyelamatkan gabah yang baru panen. Istri dan anaknya menyelamatkan barang dagangan dari toko kelontong yang mulai terendam banjir setinggi lutut orang dewasa.

“Kami tidak ngiro air bakal sebesar itu, 30 tahun lebih sayo tinggal di sini, belum pernah banjir sebesar itu,” kata Roni.=

Banjir bandang juga meratakan padi di sawah, yang seharusnya panen. Beberapa karung berisi gabah ikut lenyap terbawa banjir. Kerugian warga ditaksir mencapai puluhan juta.

“Kemarin perkiraan masih ada enam sak belum sempat dibawa pulang. Itu habis semua. Punya orang yang lain juga banyak yang ilang kebawa banjir.”

Warga menduga, banjir bandang akibat aktivitas PETI di pinggir Sungai Sembiang, anak Sungai Batang Bungo di hulu.

Ahmad Bestari, Kepala Dinas Kehutanan Jambi mengatakan, PETI di Bungo sebagian di izin konsesi perusahaan yang terbengkalai.

Pada November 2021, Polres Bungo menangkap penambang yang kedapatan beraktivitas di konsesi hutan tamanan industri PT Malaka Agro Perkasa, di Dusun Sungai Beringin, Kecamatan Pelepat, Bungo.

Mahuri, Bupati Bungo, pada 2020 juga melaporkan aktivitas PETI dengan alat berat di konsesi PT Mugitriman Internasional ke KLHK.

Aktivitas ilegal itu terpantau di sepanjang aliran Sungai Batang Pelepat, di kawasan hutan produksi tetap Batang Uleh, masuk areal kerja PT Mugitriman Internasional.

“Dua perusahaan itu sekarang tidak ada kegiatan. Kami sudah beberapa kali memberikan teguran untuk izin dievaluasi. Karena kosong tadi aktivitas PETI masuk,” kata Bestari.

Dia sudah sering patroli di lapangan. “Tapi ya itu, kucing-kucingan. Kita pulang mereka balik lagi. Tidak mungkin kita nungguin 24 jam. Misal kita ketemu alat bukti (ekskavator) habis APBD Dinas Kehutanan Jambi ini untuk mengeluarkan alat satu alat saja, ngapain?”

Menurut Bestari, untuk menghentikan aktivitas tambang, semua pihak harus terlibat. “Perlu kesadaran semua pihak, aparat maupun masyarakat. Intinya barang (eksavator) sebesar itu lewat, nggak mungkin orang kampung tidak tahu, tidak mungkin aparat tidak tahu. Apalagi kalau kita bicara distribusi minyak (solar) dan segala macam,” katanya.

“Kalau kita serius [memberantas PETI] ya harus sama-sama. Karena masuknya pasti lewat kampung. Kalau orang kampung diam, ada apa?”

Mantan Pjs Bupati Bungo itu mengakui, medan untuk ke lokasi tambang ilegal sangat berat. Warga kadung emosi membakar alat berat penambang.

“Soalnya kalau mau ngeluarin alat berat itu biaya lebih nggak masuk akal. Kalau kita bakar, kita bisa kena kasus hukum, karena itu harus melalui putusan pengadilan, kan repot.”

 

Warga Sungai Telang melakukan aksi demonstrasi di Kantor Desa Sungai Telang, Jumat 5 April 2024. Mereka menolak PETI masuk Sungai Telang. Foto: dokumen warga

 

Penyimpan karbon terancam

Belasan ribu hektar hutan di Jambi rusak karena penambangan emas ilegal. Sampai akhir 2023, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat,  setidaknya 3.642 hektar hutan lindung rusak karena PETI. Sebanyak 6.917 hektar hutan produksi, 84 hektar hutan produksi terbatas, serta 699 hektar hutan di taman nasional ikut porak-poranda.

Mulai 2021-2025, Jambi targetkan menurunkan 14 jua ton emisi karbon melalui program Bio Carbon Fund (BioCF) yang didanai Bank Dunia. Program ini hanya di lima negara di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, hanya ada dua provinsi yang mendapatkan program BioCF yakni Jambi dan Kalimantan Timur.

Bestari mengatakan, Jambi mendapatkan dana Rp34 miliar dari result based payment (RBP) REDD+. RBP merupakan pembayaran berdasarkan kinerja pengurangan emisi. Program ini bertujuan mempromosikan pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor lahan, penurunan deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang. Serta mempromosikan skema pertanian berkelanjutan, perencanaan, kebijakan dan praktek penggunaan lahan yang lebih baik.

Ada 200.000 hektar lebih izin perhutanan sosial yang diberikan pemerintah di Jambi, tetapi hutan desa dan adat yang lebih efektif menjaga hutan.

“Karena mereka merasakan langsung manfaat menjaga hutan, seperti air dan HHBK.”

Hutan lindung di lanskap Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) yang membentang seluas 13.529,5 hektar menjadi bagian penting sebagai penyerap emisi karbon.

Di dalam lanskap Bujang Raba ada lima hutan desa,  Lubuk Beringin, Senamat Ulu, Sungai Mengkuang, Sangi Letung Buwat dan Sungai Telang seluas 7.291 hektar. Sekitar 5.336 hektar merupakan zona lindung dan 1.955 hektar zona pemanfaatan.

Rudi Syaf, Manager Komunikasi KKI Warsi mengatakan, lima hutan des$a itu berpotensi menyimpan rata-rata 37.000 ton karbon per tahun.

“Itu potensi besar. Kalau terjadi deforestasi maka karbon stok pasti akan menurun sesuai kerusakan yang terjadi.”

Pemerintah Jambi akan memberikan bantuan pendanaan pada masyarakat yang berhasil menjaga hutan melalui program BioCF pada 2025.

“Dalam skema BioCF, satu ton karbon itu dihargai US$5 dollar.”

Selain BioCF, KKI Warsi juga mengembangkan skema PES (payment environment services) atau imbal jasa lingkungan, dari donasi banyak pihak untuk masyarakat di lima desa di lanskap Bujang Raba yang menjaga hutan desa. Program ini telah berjalan sejak 2019 sampai sekarang.

Pada 2019,  kelima desa itu menerima donasi Rp300 juta dari imbal jasa lingkungan. Mulai 2020-2023, dana yang diterima naik jadi Rp1 miliar per tahun.

“Tahun ini,  perkiraan mereka akan terima Rp1 miliar lagi,” kata Rudi.

Dia berharap, masyarakat di lima desa itu terus menjaga hutan. Kalau desa rusak, donasi dari imbal jasa lingkungan bakal berkurang.

“Misal hutan Desa Sungai Telang rusak, donasi untuk keempat desa lain akan berkurang. Jadi saling terkait. Hingga mereka harus menjaga hutan.”

 

 

*****

Cerita Perempuan Adat Tobelo Melawan Kala Hutan Rusak jadi Tambang

Exit mobile version