- Rencana eksplorasi Tambang Emas Martabe oleh PT. Agincourt Resources ke wilayah ekosistem Batang Toru mendapat respons dari pegiat lingkungan hidup di Sumatera Utara. Batang Toru merupakan ekosistem penting bagi spesies orangutan tapanuli yang statusnya Kritis.
- Eksplorasi akan membahayakan habitat orangutan tapanuli yang semakin langka dan meningkatkan potensi kepunahan.
- Hasil studi WALHI Sumut menunjukkan wilayah kontrak kerja Agincourt tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Kabupaten Tapanuli Utara [8,170 ha], Tapanuli Tengah [9,625 ha], dan Tapanuli Selatan [12,835 ha].
- WALHI Sumut meminta areal kerja Agincourt yang tumpang tindih dengan hutan lindung di Tapanuli diciutkan serta adanya penegakan hukum untuk membatalkan dan meninjau kembali izin perusahaan di kawasan ekosistem Batang Toru.
Rencana eksplorasi Tambang Emas Martabe oleh PT. Agincourt Resources ke wilayah ekosistem Batang Toru mendapat respons dari pegiat lingkungan hidup di Sumatera Utara. Batang Toru merupakan ekosistem penting bagi spesies orangutan tapanuli yang statusnya Kritis.
Andi Mutakin, Direktur Eksekutif Satya Bumi, menyatakan eksplorasi dikhawatirkan akan merambah wilayah konservasi. Kekhawatiran tersebut terbukti, karena pada Januari 2024, Agincourt mengumumkan memperluas wilayah eksplorasinya ke bagian utara yang tumpang tindih dengan KBA [Key Biodiversity Area] Batang Toru.
“Eksplorasi akan membahayakan habitat orangutan tapanuli yang semakin langka dan meningkatkan potensi kepunahan,” jelasnya, Selasa [6/2/2024].
Konsesi Martabe merupakan yang terbesar di wilayah ekosistem Batang Toru yakni 130.429 ha. Luas area tambang aktif per Januari 2022 sebesar 509 ha. Dari jumlah tersebut, 114 ha tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru. Sementara, total proyeksi area tambang mencapai 918 ha, yang 341 ha akan tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru.
Andi mengatakan, perusahaan mengatakan mematuhi seluruh rekomendasi strategi mitigasi, termasuk tidak memperluas kegiatan pertambangan, hanya beroperasi di areal penggunaan lain [APL].
ARRC-IUCN merekomendasikan untuk melakukan penilaian terhadap opsi alternatif perluasan proyek tambang, khususnya ke arah selatan yang menjauhi habitat orangutan tapanuli. Dengan begitu, dapat menghindari dampak signifikan kepunahan orangutan dan kerusakan habitatnya.
“Rencana eksplorasi yang masuk ke KBA Batang Toru harus dipertimbangkan lagi. Kami juga mendesak Agincourt untuk segera melaksanakan rekomendasi ARRC-IUCN,” ujarnya.
Baca: Peneliti Temukan Jenis Pohon Ek Baru di Batang Toru yang Jadi Makanan Orangutan Tapanuli
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara Rianda Purba, mengatakan Tambang Emas Martabe berada di Kecamatan Batang Toru, Sumatera Utara, dengan luas wilayah 1.639 km persegi.
Hasil studi WALHI Sumut menunjukkan, ada tujuh poin yang harus dicermati terkait kehadiran perusahaan ini.
Satu, wilayah kontrak kerja Agincourt tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, seluas 30.629 ha.
Dua, wilayah contract of work perusahaan tumpang tindih dengan hulu dari lima DAS, yaitu Sipan Sihaporas, Batang Toru, Garoga, Tapus, dan Badiri, yang menjadi sumber utama kehidupan hampir 100.000 masyarakat di hilir.
Tiga, wilayah Agincourt tumpang tindih dengan 27.792 ha Ekosistem Batang Toru, yang diusulkan menjadi kawasan strategis nasional.
Empat, wilayah perusahaan tumpang tindih dengan hutan primer yang menjadi habitat terakhir orangutan tapanuli. Juga, tumpang tindih dengan habitat harimau sumatera dan trenggiling yang keduanya berstatus Kritis.
Lima, wilayah perusahaan berada di zona kerentanan gerakan tanah tinggi di Sumatera Utara, yang bahaya tanah longsor mengancam kelangsungan hidup warga sekitar.
Enam, wilayah perusahaan di pusat gempa Sumatera Utara. Tujuh, pembukaan hutan oleh spekulan tanah di areal hutan primer sekitar perusahaan menjadi ancaman besar [efek pertambangan secara tidak langsung] yang meningkatkan deforestasi.
“Berdasarkan SK Menteri Kehutanan 529 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumatera Utara, wilayah kontrak kerja Agincourt tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Kabupaten Tapanuli Utara [8,170 ha], Tapanuli Tengah [9,625 ha], dan Tapanuli Selatan [12,835 ha]. Wilayah tersebut harus jelas,” ujar Rianda, Jumat [9/2/2024].
Berdasarkan kajian WALHI Sumut sejak 2022 ini, ada beberapa poin yang direkomendasikan. Satu, mendorong penciutan areal kerja Agincourt yang tumpang tindih dengan hutan lindung di Tapanuli.
Dua, mendorong penegakan hukum untuk membatalkan dan meninjau kembali izin perusahaan di kawasan ekosistem Batang Toru.
Tiga, melakukan pemetaan wilayah desa di sekitar areal operasi perusahaan untuk menghindari konflik tenurial.
“Ini sekaligus sebagai perlindungan sumber penghidupan masyarakat sekitar di masa depan,” ujarnya.
Baca: Ancaman Kehidupan Orangutan Tapanuli di Habitatnya Selalu Ada
Keterangan perusahaan
Katarina Siburian Hardono, Senior Manager Corporate Communications PT. Agincourt Resources mengatakan, sesuai kontrak kerja yang disepakati, eksplorasi dilakukan di areal Tor Ulu Ala, sebelah utara tambang, sekitar satu hektar. Area ini di luar batas kawasan hutan lindung dan tidak ada pembangunan yang dilakukan.
Eksplorasi dilakukan untuk memahami deposit mineral dan kelayakan area untuk ditambang.
“Setelah melalui fase perencanaan dan persiapan terperinci, termasuk memetakan risiko keanekaragaman hayati serta langkah mitigasi terkait operasinya, martabe akan mulai eksplorasi dan pengembangan yang ditargetkan,” jelasnya, Senin [12/2/2024].
Menurut Katarina, Tambang Emas Martabe dioperasikan dengan metode pengembangan terkendali. Setiap tahap pertambangan, termasuk eksplorasi, dievaluasi dan dipantau oleh Panel Penasihat Keanekaragaman Hayati dengan menggunakan metodologi ilmiah relevan.
“Usai pengeboran, lokasi tersebut direhabilitasi dengan penanaman pohon lokal.”
Sepanjang 2023, perusahaan mengerjakan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati melalui konsultasi erat dengan Panel Penasihat Keanekaragaman Hayati. Atas rekomendasi panel, area seluas 101 ha yang awalnya untuk fasilitas tailing kering baru, telah dibatalkan.
“Pada 2024, patroli masyarakat di sekitar kawasan untuk meminimalkan konflik manusia dengan orangutan tapanuli dilakukan,” jelasnya.
Selain itu, perusahaan terlibat inisiatif konservasi dengan mendirikan stasiun penelitian orangutan. Tujuannya, untuk mengembangkan program perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
“Inisiatif perlindungan keanekaragaman hayati di luar area tambang emas juga direncanakan, agar hutan Batang Toru tetap terjaga,” ungkapnya.
Orangutan tapanuli [Pongo tapanuliensis], yang hidup di Ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara, resmi dijadikan sebagai jenis baru, pada November 2017. Orangutan ini menjadi jenis ke tiga yang hidup di Indonesia, selain orangutan sumatera [Pongo abelii] dan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus].
Pemerintah Indonesia telah menetapkan orangutan tapanuli sebagai spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Berdasarkan IUCN, statusnya oragutan tapanuli adalah Kritis [Critically Endangered/CR] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Populasinya, diperkirakan tidak lebih dari 800 individu [Wich et al. 2016] yang hidup di habitat sangat terbatas.
Berbagai Ancaman Dihadapi, Apakah Orangutan Tapanuli Mampu Bertahan?