Mongabay.co.id

Sanggupkah Indonesia Mengejar Singapura dalam Industri Ikan Hias Dunia?

Berstatus sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia hingga saat ini masih tertinggal dalam industri ikan hias dunia. Dengan potensi besar yang ada di seluruh wilayahnya, Indonesia saat ini masih tercatat sebagai negara nomor lima di dunia yang sukses mengekspor produk ikan hias.

Dengan menempati posisi kelima, Indonesia masih kalah jauh dari prestasi Singapura yang saat ini menempati urutan utama dunia sebagai negara eksportir ikan hias. Dengan kata lain, dalam pasar ikan hias dunia, Indonesia hanya mampu mengambil pangsa pasar maksimal 7,12 persen saja. Sementara, Singapura sudah mampu merebut 12,44 persen.

baca : Sudahkah Indonesia Manfaatkan Keragaman Spesies Ikan Hias di Laut dan Darat?

Demikian dijelaskan Deputi Bidang Koodinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman Agung Kuswandono di Jakarta, pekan lalu. Angka itu berasal dari data yang dirilis resmi pada 2016.

“Potensi industri ikan hias di Indonesia sangat besar. Di mana Indonesia sebagai negara tropis dengan wilayah perairan yang luas memiliki potensi yang besar terhadap keanekaragaman ikan hias endemik di tiap daerahnya,” ucapnya.

Agung menuturkan, potensi besar yang dimiliki Indonesia, hingga saat ini belum digarap secara maksimal. Akibatnya, meski wilayah lautnya luas, Indonesia masih kalah jauh prestasinya dengan Singapura yang sudah berhasil menjadi eksportir utama di dunia ikan hias internasional.

Menurut Agung, menterengnya prestasi negeri Singa di industri ikan hias dunia, tak bisa dilepaskan dari status negara tersebut sebagai negara transit penting dalam jalur perdagangan dunia. Karenanya, untuk setiap produk ikan hias Indonesia yang akan diekspor, dalam perjalanannya pasti harus melalui Singapura dulu.

“Ini menyebabkan pamor Singapura lebih memuncak dari Indonesia dalam industri ikan hias,” jelas dia.

baca : Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?

 

Pasangan ikan Banggai, si jantan mengerami telur di mulutnya di area budidaya ikan hias oleh Yayasan LINI, Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, walau saat ini faktanya Singapura masih mendominasi pasar ikan hias dunia, namun potensi besar yang dimiliki Indonesia akan bisa mematahkan dominasi tersebut. Optimisme itu muncul, karena dalam sepuluh tahun terakhir, ekspor ikan hias Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan.

Susi menyebutkan, sepanjang 2007 hingga 2016, ekspor kedua negara bertetangga tersebut memperlihatkan tren yang berbeda. Singapura sebagai hub perdagangan internasional, memperlihatkan tren negatif 4,4 persen setiap tahun, sementara Indonesia sebaliknya memperlihatkan tren positif dengan 15,17 persen setiap tahun.

baca : Botia, Si Ikan Hias Eksotik dari Jambi yang Terancam Punah

Agar potensi besar yang dimiliki Indonesia bisa berkembang, Susi berjanji, selain bantuan teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dia meminta ada kerja sama antar berbagai pihak khususnya di bidang penanganan khusus, mulai dari penangkaran, pembudidayaan, perizinan, hingga transportasi.

“Kerja sama tersebut sangat penting, karena ikan hias harus bisa dikirim dalam keadaan hidup,” tandas dia.

Dengan cara seperti itu, Susi optimis Indonesia bisa mengalahkan Singapura dalam perebutan pangsa pasar ikan hias dunia. Dengan cara itu, Indonesia juga dilatih untuk tidak bergantung pada Singapura yang menjadi hub perdagangan internasional.

baca : Serunya  Melihat Keluarga Banggai, Ikan Endemik Sulawesi yang Terancam Punah

 

Budidaya Ikan Hias

Untuk mendorong produksi ikan hias, Susi meminta para pengusaha di Indonesia untuk mulai melakukan praktik budidaya. Praktik tersebut didorong, agar suplai ikan hias secara perlahan tidak lagi tergantung pada persediaan alam. Dengan cara itu juga, praktik perikanan dengan cara merusak secara perlahan bisa dikurangi dan dihilangkan.

“Saat ini potensi ikan hias di Indonesia jumlahnya mencapai 4.552 spesies dari total 32.400 spesies ikan hias yang ada di dunia. Jumlah sebanyak itu, tersebar luas di perairan air tawar dan air laut,” papar dia.

 

Anakan ikan badut atau dikenal dengan ikan Nemo hasil budidaya di area budidaya ikan hias oleh Yayasan LINI, Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Perlunya melepaskan diri dari ketergantungan alam, menurut Agung Kuswandono, karena Indonesia juga memiliki keragaman ikan hias yang banyak. Untuk itu, agar keragaman tersebut tetap ada di alam, sebaiknya para pengusaha bisa melakukan praktik budidaya untuk menggenjot produksinya.

Agung mengatakan, Indonesia saat ini memiliki sedikitnya 400 spesies ikan hias air tawar dan 650 species ikan hias air laut, karang hias (coral) dan tanaman hias air. Potensi ikan hias yang melimpah dan kondisi alam yang sangat mendukung ini, bisa membuka peluang untuk meningkatkan ekspor komoditas ikan hias.

“Saat ini sedang disusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pembangunan Industri Ikan Hias 2017-2021. RAN Industri Ikan Hias ini diharapkan dapat menjadi salah satu panduan dalam upaya pengembangan ikan hias di Indonesia,” ujar dia.

baca : Budidaya, Keniscayaan dalam Masa Depan Bisnis Karang Hias Indonesia

Agung menambahkan, potensi pasar dan tren produksi ikan hias Indonesia memiliki prospek ekonomis yang sangat baik. Pada 2015, ekspor ikan hias air laut Indonesia menduduki peringkat tiga dunia dengan nilai ekspor mencapai USD5,43 juta. Sementara, pada tahun yang sama, ekspor ikan hias air tawar berhasil menduduki posisi 5 dengan nilai ekspor mencapai USD14,16 juta.

“Ini menjelaskan bahwa kesempatan terbuka luas bagi Indonesia untuk memimpin pemasaran ikan hias internasional,” sebut dia.

Pengembangan potensi ikan hias yang ada sekarang, menurut Agung, merupakan implementasi dari Instruksi Presiden No.7/2016 tentang Percepatan Industri Perikanan Nasional. Dengan itu, dia berharap potensi ikan hias yang ada sekarang bisa membawa Indonesia menjadi negara produsen unggul dan eksportir handal di dunia.

baca : 7 Spesies Ikan Tawar Baru Ini Ditemukan di Indonesia

 

Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) merupakan jenis ikan yang populer dipelihara di akurium. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Upaya lain untuk mengembangkan potensi ikan hias nasional, kata Agung, adalah perlunya membangun sebanyak mungkin akuarium di seluruh negeri. Melalui akuarium, masyarakat bisa mempelajari lebih banyak mengenai ikan endemik Indonesia.

“Saat ini untuk negara kepulauan seluas Indonesia, baru ada tiga akuarium, dan semuanya di Jakarta. Padahal di berbagai negara, akuarium menjadi objek tujuan wisata juga,” tegas dia.

baca : Tangkapan Ikan Menurun, Warga Pulau Badi Budidaya Kuda Laut

 

Kendala di Lapangan

Seperti diketahui, salah satu sektor yang hingga kini masih belum berkembang dengan baik, adalah industri ikan hias yang mencakup ikan hias air tawar dan air laut. Keberadaan industri ikan hias, masih berjalan di tempat, karena terkendala oleh berbagai faktor mencakup regulasi dan infrastruktur.

Hal tersebut diakui Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Zulficar Mochtar. Menurutnya, jika industri ikan hias ingin berkembang dan maju melebihi negara lain, maka perlu rencana aksi nasional (RAN) pengembangan ikan hias.

“Ini penting, karena ikan hias potensinya sangat besar di Indonesia. Harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan ekonomi rakyat,” ucap dia.

Dengan menyusun RAN, Zulficar meyakini, Indonesia bisa menjadi negara sukses dalam industri ikan hias pada 2019 mendatang. Dengan RAN, dia yakin pada 2019 nanti Indonesia bisa mengungguli negara lain yang selama ini mendominasi perdagangan ikan hias di dunia.

“Saat ini, Indonesia masih di bawah Singapura untuk perdagangan ikan hias. Padahal, kita tahu sendiri, sumber daya ikan hias negara tersebut masih di bawah Indonesia. Jadi, harus dicari tahu apa yang menyebabkan Indonesia masih di bawah Singapura,” ungkap dia.

 

Ikan badut atau Amphiprion ocellaris merupakan ikan yang hidup dekat terumbu karang. Ikan badut ini terkenal sebagai salah satu ikan hias. Foto : Hardin/MSDC

 

Adapun, berkaitan dengan kendala yang disebut sebelumnya, Zulficar mengatakan, Indonesia harus mempelajari dengan benar dan tuntas tentang perdagangan ikan hias internasional. Dengan mempelajarinya, maka seharusnya Indonesia bisa mengetahui apa dan berapa banyak yang dibutuhkan negara lain untuk kebutuhan ikan hias.

“Selain itu, Indonesia harus tahu dan paham tentang ikan hias yang paling dibutuhkan dan dicari oleh negara lain dan dimana lokasi spesifik. Dengan demikian, seluruh informasi yang diperlukan sudah ada,” sebut dia.

Selain perdagangan, Zulficar mengungkapkan, untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen ikan hias nomor satu di dunia pada 2019, diperlukan adanya reviu atas regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini. Jika memang regulasi yang sekarang ada dinilai menghambat, maka sebaiknya ada deregulasi agar lebih efisien.

baca : Pemerintah Fokus Kembangkan Ikan Hias, Namun Pelaku Usaha Keluhkan Regulasi. Ada Apa?

Yang dimaksud dengan reviu regulasi, menurut Zulficar, karena saat ini ada sekitar 26 aturan yang harus dijalankan oleh para pelaku bisnis ikan hias. Aturan tersebut, mencakup untuk perdagangan di dalam dan luar negeri (ekspor).

“Kendala berikutnya yang harus segera diperbaiki, adalah tentang strategi, Untuk itu, harus ada rencana aksi, peta jalan (roadmap), rencana bisnis (businessplan). Jika tidak, maka itu sama saja dengan bicara wacana saja,” jelas dia.

 

Exit mobile version