Mongabay.co.id

Enam Komunitas Adat Massenrempulu Enrekang Akhirnya Diakui Negara

Sebanyak enam komunitas adat di kawasan Massenrempulu, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, sah diakui negara setelah terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Enrekang tertanggal 14 Februari 2018. Keenam komunitas tersebut antara lain, komunitas adat Baringin, Orong, Marena, Tangsa, Patongloan dan Pana.

“Alhamdulillah, kita baru dapat kabar SK pengakuan keenam komunitas adat tersebut sudah ditandatangani Bupati, 14 Februari lalu. Ini adalah momen penting bagi masyarakat adat, baik di Enrekang, Sulsel dan se-nusantara,” ungkap Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, Sardi Razak, Jumat (23/2/2018).

Luas wilayah adat yang memperoleh pengakuan antara lain, komunitas adat Baringin seluas 1.212, 96 ha, Marena seluas 676,32 ha, Orong seluas 1.378,35 ha, Tangsa seluas 1.369,69 ha, Patongloan seluas 1.289,11 ha dan Pana seluas 973,93 ha.

baca : Sempat Tertunda, Perda Masyarakat Adat Enrekang Akhirnya Disahkan

 

Terbitnya SK Bupati Enrekang terkait pengakuan enam komunitas adat diharapkan akan bisa berdampak pada eksistensi masyarakat adat di Kabupaten Enrekang, Sulsel. Termasuk dalam hal mempertahankan ritual dan tradisi mereka. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Menurut Sardi, SK pengakuan ini merupakan mandat dari Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang No 1/2016 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Massenrempulu, yang ditetapkan dua tahun, silam, tepatnya 10 Februari 2016.

Perda tersebut, lanjutnya, merupakan payung regulasi bagi pengakuan masyarakat adat di Kabupaten Enrekang dan menjadi basis legal bagi pemerintah Kabupaten Enrekang untuk  menetapkan masyarakat adat di Kabupaten Enrekang dalam bentuk SK Bupati.

Menurut Sardi, terbitnya SK ini sangat berarti bagi warga dari komunitas adat yang ditetapkan, sebagai bentuk pengakuan atas keberadaan dan hak-hak yang melekat padanya.

“Dengan adanya SK ini akan semakin menguatkan pranata sosial yang ada dalam masyarakat adat, seperti kelembagaan adat dan fungsi-fungsinya, aturan adat, dan lainnya. Termasuk aturan-aturan yang terkait dengan pengelolaan wilayah adat.”

Lebih jauh lagi, tambahnya, ini akan menjadi basis legal bagi masyarakat adat untuk berhubungan dengan pihak luar, seperti mendorong penetapan hutan adat.

Meski telah mendapat pengakuan, namun masyarakat adat tetap akan menghadapi banyak tantangan ke depannya. Begitupun dengan komunitas yang belum ditetapkan, butuh kerja keras untuk memperoleh mewujudkannya.

“Tantangan utamanya terkait persepsi parapihak memaknai keberadaan masyarakat adat. Tantangan yang bersifat teknis terkait kesiapan data sosial dan spasial yang minim. Ini menjadi kerja keras bagi masyarakat adat, AMAN dan panitia MHA (masyarakat hukum adat) untuk menyiapkan data tersebut.”

baca : 37 Komunitas Adat Massenrempulu Enrekang Segera Diakui Pemerintah

 

Kondisi alam berupa deretan pegunungan dan lembah menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pemetaan partisipatif pada masyarakat adat di Kabupaten Enrekang, Sulsel. Peta wilayah adat sendiri menjadi salah satu syarat pengakuan masyarakat adat, sesuai aturan dari Permendagri No.52/2014. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Paundanan Embong Bulan, Ketua AMAN Massenrempulu, menilai keberadaan SK pengakuan ini sebagai penghargaan terbesar pemerintah terhadap masyarakat adat, khususnya di Kabupaten Enrekang.

“Selama ini memang ada penghargaan dan perhatian, namun itu sifatnya sementara dan tak berbekas. Hanya sampai di perut saja istilahnya. Beda dengan sekarang karena kini betul-betul ada pengakuan dari negara. Ini akan sangat membantu masyarakat adat dalam mempertahankan eksistensi mereka,” ujarnya.

Paundanan berharap dengan adanya pengakuan ini, masyarakat adat bisa lebih berdaya dan dapat ditingkatkan kesejahterannya. Apalagi sebagai konsekuensi dari adanya pengakuan ini nantinya akan ada perhatian khusus dari pemerintah, khususnya terkait penganggaran di instansi-instansi terkait.

“Ini sudah sering kita diskusikan dengan Dinas PMPD, program apa saja yang nantinya bisa dilaksanakan di wilayah komunitas-komunitas tersebut. Ini tentunya terkait anggaran dan pemerintah daerah sudah memastikan hal itu,” tambahnya.

baca : Percepat Pengakuan, Bupati Enrekang Terbitkan SK Panitia Masyarakat Hukum Adat

 

Seperti halnya di komunitas adat lain, di komunitas adat Baringin, Enrekang, Sulsel, proses pengakuan diawali oleh proses identifikasi masyarakat adat, berupa pengumpulan data sosial dan spasial. Proses ini biasanya melibatkan seluruh pemangku adat dan tokoh masyarakat setempat difasilitasi oleh AMAN Sulsel dan AMAN Massenrempulu. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Paundanan juga mengungkapkan bahwa pengakuan ini hanyalah langkah kecil dari perjuangan masyarakat adat di Enrekang. Jumlah komunitas adat yang diakui hanya sebagian kecil dari total 37 komunitas adat di Enrekang. Proses pengakuan akan dilakukan secara bertahap terkait dua hal, yaitu anggaran yang terbatas dan dari kesiapan komunitas itu sendiri.

“Enam ini diakui karena yang paling siap dari segi data sosial dan spasial. Komunitas lain masih berjuang untuk pemenuhan syarat itu. Setelah enam ini kita akan persiapkan tujuh komunitas lagi. Prosesnya sudah jalan dan semoga akan lebih mudah.”

Pemenuhan data sosial dan spasial (peta wilayah) memang bukan hal mudah. Salah satu factor hambatannya adalah bahasa. Meski berasal dari rumpun bahasa yang sama, namun sejumlah komunitas, khususnya pemangku adatnya menggunakan Bahasa yang lebih kuno dan sudah jarang digunakan. Faktor lainnya, sikap tertutup komunitas dalam mengekspos informasi-informasi tertentu terkait adat istiadat mereka.

baca : Menjaga Hutan, Menjaga Masyarakat Adat Kaluppini Enrekang

Untuk peta wilayah adat akan disiapkan oleh masyarakat adat sendiri melalui pemetaan partisipatif.

“Untuk pemetaan ini butuh energi yang cukup besar untuk mewujudkannya. Kendalanya macam-macam, bisa bersifat internal di komunitas itu sendiri, atau kendala lapangan, seperti luasnya wilayah yang harus dipetakan ditambah medan yang sulit. Seperti misalnya komunitas adat Kaluppini, sudah tiga tahun berjalan namun belum bisa dituntaskan,” jelas Paundanan.

Tantangan lain adalah pada kesiapan panitia untuk bekerja secara maksimal dalam seluruh tahapan proses, mengingat keterbatasan waktu dan medan yang sulit.

“Jika melihat proses sebelumnya, tantangannya pada tahapan proses itu. Harus ada identifikasi, lalu validitasi dan verifikasi. Harus ditanyakan dulu ke masyarakat terkait data-data sosial dan peta yang telah dikumpulkan. Memastikan tak ada yang keberatan. Ini yang membuat prosesnya lama. Setelah verifikasi dilakukan baru kemudian diserahkan ke bupati untuk disahkan.”

baca : Menanti Pengesahan Hutan Adat Baringin Enrekang

 

Terdapat sekitar 37 komunitas adat di Kabupaten Enrekang, Sulsel. yang memiliki bahasa dan ritual adat yang berbeda satu sama lain. Beberapa komunitas diantaranya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan komunitas adat di Toraja, meskipun pengaruh Islam masih sangat kuat. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Meski menghadapi banyak tantangan Paundanan optimis seluruh komunitas nantinya akan peroleh pengakuan. Apalagi pengakuan ini telah memberi semangat dan motivasi komunitas lain untuk mempercepat proses pengumpulan data sosial dan melakukan pemetaan partisipatif di wilayahnya.

“Sekarang kami mendapat banyak undangan dari komunitas untuk membantu mereka melakukan identifikasi. Cuma kami masih terkendala sumber daya dan waktu yang terbatas. Apalagi kami mau fokus ke pengakuan tujuh komunitas yang sudah lebih siap.”

Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya di mana sejumlah komunitas cenderung bergerak lambat dan tanpa progres yang berarti.

baca : Begini Indahnya Hutan Baringin Enrekang yang Dirawat Hukum Adat

Paundanan berharap proses pengakuan komunitas adat lainnya nantinya akan lebih mudah karena mereka telah memiliki contoh bagaimana proses itu dilakukan.

“Kalau sebelumnya kami bergerak dalam kondisi kosong dan meraba-raba. Tak ada contoh pembelajaran yang bisa diikuti. Ini yang menjadi salah satu alasan lamanya proses ini dilakukan. Kalau sekarang akan lebih mudah setelah adanya pengakuan ini.”

Paundanan selanjutnya berharap pengakuan ini bisa menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi daerah lain, khususnya yang sedang berproses dalam menyusun Perda Masyarakat Adat.

 

Exit mobile version