Mongabay.co.id

Mengenang Bu Patmi: Pemerintah Dituntut Jalankan Kajian Lingkungan

Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Tiga ratusan petani berkumpul di Posko Tolak Pabrik Semen, di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Sabtu malam, (17/3/18). Ada orangtua hingga anak-anak ikut memperingati setahun, Patmi, Kartini Kendeng yang meninggal dunia dalam perjuangan menjaga Pegunungan Kendeng. Warga juga menagih janji pemerintah melaksanakan hasil Kajian Lingkungan Hidup Stategis tahap I, yang tegas melindungi Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih dan dilarang ada pertambangan di sana.

Ibu Bumi Wis Maringi, Ibu Bumi Dilarani, Ibu Bumi Kang Ngadili,” sepanjang jalan sembari melangkah, lantunan doa nusantara dinyanyikan para petani. Tengah malam, petani tiba di Monumen Ibu Patmi. Mereka berdzikir sampai menjelang fajar.

Baca juga: Perempuan Kendeng Itu Berpulang Kala Berjuang Pertahankan Alam dari Tambang Semen

Giyem petani dari Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Pati, malam itu tak merasa kelelahan, walau habis berjalan puluhan kilometer. Memakai kebaya hitam sembari membawa obor, dia terus berdoa. Bagi Giyem, perjuangan Patmi luar biasa dibanding dia hanya berjalan kaki.

“Rumah saya dan warga di Desa Larangan hilang jika pabrik semen berdiri dan beroperasi, karena masuk di kawasan izin usaha pertambangan. Sampai kapanpun takkan kami jual,” katanya.

Dia lahir dari keluarga tani, dan sumber air dari Pegunungan Kendeng mencukupkan kebutuhan harian maupun irigasi lahan pertanian. Dia menyusuri lereng hingga puncak Kendeng sebagai salah satu harapan dan mendoakan Presiden Joko Widodo tergerak hati menjawab tuntutan masyarakat.

“Presiden memerintahkan dibuat KLHS, ketika sudah dibuat hasilnya harus melindungi Pegunungan Kendeng, wajib dijalankan. Kok, malah ditambang, kami menunggu kebaikan hati Pak Jokowi,” kata Giyem.

 

Bu Padmi, perempuan Kendeng yang meninggal dunia tahun lalu di Jakarta, usai aksi menuntut Pegunungan Kendeng tetap lestari. Foto: lukisan Dewi Candraningrum/Mongabay Indonesia

 

***

Setahun lalu, tepatnya 21 Maret 2017, sembilan Kartini Kendeng aksi pasung semen Jilid II di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Mereka mengecor kaki delapan hari. Sehari sebelumnya, diputuskan aksi setop. Pemerintah berjanji menindaklanjuti tuntutan warga, setelah diterima Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, kala itu.

Tengah malam di Jakarta, Patmi dipanggil sang kuasa. Bagi sedulur Kendeng, Patmi martir ekologis dalam memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng.

Baca juga: KLHS: CAT Watuputih jadi Kawasan Lindung, Terbebas dari Segala Tambang

Patmi bernama lengkap Patmi Bin Rustam. Dia meninggal pada usia 48 tahun. Patmi meninggalkan dua anak, Sri Utami, dan Muhamadun Da’iman.

Gunretno dari JMPPK kepada Mongabay mengatakan, mengenang Patmi tidak hanya doa tetapi menggemakan perjuangan.

Karst Kendeng harus terjaga karena berfungsi sebagai penyerapan air dan terhindar dari krisis air. Hasil kajian KLHS menguatkan itu. “Pemerintah belum menghentikan pertambangan PT Semen Indonesia di Rembang, KLHS menyimpulkan penghentian dan dilarang penambangan,” katanya.

Pemerintah daerah, katanya,  selalu berbicara di media bahwa pabrik Semen Indonesia di Rembang, walaupun sudah mengantongi izin, tetapi tak akan beroperasi sampai KLHS selesai. Kenyataan, bertolak belakang. Pabrik semen menyatakan belum menambang, operasi ambil hasil tambang dari CAT.

“Syarat menghentikan pabrik semen di Rembang sudah cukup, tak ada alasan lagi Pak Jokowi memberi lampu hijau pabrik semen Rembang beroperasi dengan dalih negara rugi Rp5 triliun,” katanya.

Nilai investasi pertambangan, katanya, tak sebanding dengan jasa lingkungan yang diberikan dari Pegunungan Kendeng. Penghitungan dengan segala rincian pada KLHS pertama dapat diketahui, kerugian ekonomi harus ditanggung jika aktivitas penambangan ekosistem CAT Watuputih dilakukan Rp3, 273.710 triliun pertahun.

“Alangkah baiknya Pak Jokowi melaksanakan hasil rekomendasi KLHS tahap pertama, tentu sejalan dengan Nawacita mewujudkan kedaulatan pangan,” katanya.

Tak hanya di CAT Rembang, penyempitan luasan kawasan bentang alam karst (KBAK) Sukolilo, Gombong dan KBAK Gunung Sewu membuktikan, pada semua KBAK selalu ada investasi semen.

Dia contohkan, penetapan KBAK Sukolilo pada 2014. Awalnya, Kepmen Eneergi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0398 K/40/MEM tahun 2005, karst di Pati (Sukolilo, Kayen dan Tambakromo) seluas 118,02 km persegi, dan Kepmen ESDM Nomor 2641 K/40/ MEM/2014 luasan karst Pati susut jadi 71,8 km persegi. Keputusan ini, katanya,  tanpa melibatkan masyarakat di wilayah itu.

Deleniasinya mengikuti batas IUP PT. Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk,  dengan kepemilikan saham HeidelbergCement AG, perusahaan berbasis di Jerman.

“Penarikan batas deliniasi tak mengikuti kaidah hukum geologi. Lokasi tapak pabrik semen SMS merupakan lahan pertanian produktif dan padat penduduk. Pemerintah dan aparat belum bisa menciptakan penegakan hukum dan keadilan di negeri ini,” kata Gunretno.

 

Aksi jalan kaki memperingati setahu meninggalnya Ibu Patmi. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

***

Tak hanya dari Pati, setahun kepergian Patmi juga diperingati di Desa Kemadohbatur, Kecamatan Tawangharjo, Grobogan. Ratusan warga aksi bersih-bersih sumber air Widuri, pada 19 Maret 2018. Di daerah itu,  pernah ada rencana masuk pabrik semen PT. Vanda Prima Listy, namun perjuangan warga berhasil menghentikan.

“Resik-resik sumber di Widuri ini wujud tindakan menghargai air yang dihasilkan oleh Pegunungan Kendeng agar warga bisa tetap menikmati air sehat dan jernih,” kata Gunretno.

Ketika bersih-bersih sumber air di Grobogan, sekitar 90 kilometer,  di Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Rembang, warga sibuk persiapkan brokohan atau hasil bumi. Warga tirakat sebagai bentuk syukur atas berkah Sang Kuasa melalui Pegunungan Kendeng. Brokohan atau syukurn dilakukan sekitar pukul 23.00 di titik pengeboran Kementerian Energi dan Sumer Daya Mineral, tahun lalu.  Pagi harinya, warga bikin ekspedisi di sekitar jalan tambang PT Semen Indonesia.

Pada 21 Maret 2018,  di Desa Gantu, Kecamatan Bogorejo, Blora digelar kegiatan budaya “Kentrung Kiter Kendeng”. Warga mengumandangkan Kentrung di sekitar Pegunungan Kendeng.

Kentrung merupakan budaya tutur dengan berbagai alat musik tradisional untuk mengumandangkan berbagai cerita manfaat Pegunungan Kendeng. Kentrung mengingatkan bagaimana Kendeng selalu memberi aliran air, kehidupan sejak nenek moyang.

 

***

Di Jakarta, Rabu, 21 Maret 2018, Koalisi Kendeng Lestari di Sekretariat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memperingati setahun kepergian Ibu Patmi.

Muhammad Isnur, Ketua Bidang Advokasi YLBHI memaparkan, perjuangan Patmi menghasilkan KLHS tahap pertama atas perintah Presiden Jokowi pada 2 Agustus 2016. KLHS tahap pertama merekomendasikan, CAT Watuputih di Pegunungan Kendeng,  tak boleh ditambang dan dieksploitasi.  Faktanya, di lokasi, perusahaan dan pemerintah daerah mengabaikan rekomendasi KLHS tahap pertama.

JMPPK sudah melaporkan berbagai pelanggaran Semen Indonesia tehadap hasil KLHS tahap pertama sejak dua tahun lalu kepada pemerintah, tetapi tak kunjung digubris. “Termasuk laporan delapan bulan lalu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Isnur.

Pemerintah, katanya, tak  beraksi apapun terhadap segala penambangan pabrik yang melanggar.

Koalisi sudah mendokumentasikan visual dengan mengambil titik koordinat pelanggaran dan meng-overlay ke peta CAT Watuputih. Dokumentasi ini jelas menampakkan pelanggaran Semen Indonesia yang menambang batu kapur, tanah liat, peledakan tambang hingga kesibukan aktivitas penambangan sampai bongkar batu kapur di konfeyor Semen Indonesia.

 

Warga membersihkan sumber air di Karst Kendeng Grobogan, sebagai bentuk menjaga kelestarian Pegunungan Kendeng. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Sebagian aktivitas ini didokumentasikan  pada 24 Agustus 2017, sebagian lagi sebelum 24 Agustus 2017. Dokumentasi ini, katanya, menunjukkan semua aktivitas keruk mengeruk berada dalam wilayah CAT Watuputih yang mestinya dilindungi KLHS.

“Pemerintah harus segera mengumumkan hasil KLHS tahap II agar kerusakan di KBAK Pegunungan Kendeng tidak makin luas,” katanya.

 

***

Sukinah datang jauh-jauh dari DesaTegaldowo, Gunem, Rembang ke Pati ikut berjalan kaki memperingati setahun Ibu Patmi. Berkebaya dan bercaping, dia tak merasa lelah, walaupun usia tak lagi muda. Sukinar berujar, Patmi ialah patriot bumi.

“Tak terasa satu tahun ia dipanggil Gusti. Apa yang sudah Yu Patmi lakukan semua kami akan teruskan. Kami percaya Yu Patmi akan selalu mendukung dan bersama-sama apa yang dilakukan dulur-dulur dalam menolak pabrik semen di Pegunungan Kendeng,” katanya.

Raga Patmi boleh berpisah,  tetapi semangat perjuangan menolak perusakan lingkungan dan menolak pendirian pabrik semen masih terus bersama.

Lukisan karya Andreas Iswinarto, menggambarkan, Pegunungan Kendeng merupakan lumbung pangan dan gudang (pasokan) air bagi warga. Foto: dokumen Andreas Iswinarto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version