Mongabay.co.id

Meriahnya Jambore Nasional Wildlife Photography dan Pekan Menjangan di TNBB. Ini Ceritanya..

Ratusan warga berkumpul bersama fotografer dan pengelola taman nasional dalam dua event pada 11-13 Mei 2018 di Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jambore Nasional Wildlife Photography (JNWP) 2018 dan Pekan Menjangan.

JNWP digelar kedua kalinya setelah 2015. Sementara Pekan Menjangan untuk kali pertama. Sebanyak 100 orang fotografer amatir dan profesional terlibat tahun ini mendokumentasikan flora dan fauna di TNBB.

JWNP 2018 bertema Explore to Preserve the wildlife by Photography, berkaitan dengan potensi keanekaragaman hayati TNBB. Terdapat 204 jenis burung, 11 jenis mamalia, kupu-kupu, reptil, herpetofauna, terumbu karang dan biota laut lainnya.

Potensi ini tidak bisa dieksploitasi secara langsung tetapi dengan pemanfaatan berkelanjutan melalui ekowisata, untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, sumber plasma nutfah, dan pemanfaatan jasa lingkungan lainnya. Juga aktivitas yang mengeksplorasi tapi tidak mengeksploitasi seperti fotografi kehidupan alam liar.

baca : Melihat Penangkaran Jalak Bali di TNBB Bali. Begini Ceritanya

 

Para fotografer berusaha merekam perilaku burung di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dalam rangkaian acara Jambore Nasional Wildlife Photography (JNWP) 2018 pada 11-13 Mei 2018. Foto: TNBB/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna menyebut acara ini berdampak mempromosikan alam, karena foto-foto wildlife menggugah kesadaran pentingnya biodiversitas. Dikemas dalam kemah bersama dan suasana keakraban, sebagai ruang silahturahmi antar pengelola taman nasional dan komunitas fotografer.

Selain dokumentasi juga mendukung inventarisasi satwa yang dilakukan rutin tiap tahun. “Sudah ada datanya dilengkapi dengan foto yang lebih menarik seperti momen sedang makan, burung Jalak Putih bertengger di atas rusa, dan lainnya,” urainya.

Dari data inventarisasi terakhir, jenis satwa masih sama namun populasi Jalak Bali terus meningkat yakni 109 ekor di alam liar hasil penangkaran. Tantangan TNBB masih sama seperti tahun lalu, sampah terdampar di pesisir dan daratan dari pengunjung. Ia menyebut sedang mengembangan model pengelolaan sampah agar tak hanya diangkut tapi juga diolah.

Misalnya dari sampah anorganik bisa digunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Selain kerjasama dengan pihak pemerintah desa, LSM, dan komunitas adat, pihak TNBB juga melakukan kunjungan ke lokasi pengelolaan sampah karena ini akan terus menjadi ancaman bagi taman nasional dan satwa di dalamnya. Pada tahun lalu, jumlah sampah yang bisa dikumpulkan sekitar 11 ton. Sementara tahun ini hingga tengah Mei sudah mencapai 7 ton. Paling banyak sampah dari laut.

baca : Bukan Penebangan Liar, Sampah Ternyata Jadi Masalah Berat di TN Bali Barat

 

Seekor jalak Bali, satwa endemik di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Merupakan ikon taman nasional yang berhasil menangkarkan dan menambah populasinya di alam. Foto : Yuyun Yanwar/Mongabay Indonesia

 

Peserta jambore foto ini datang dari berbagai kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Bali. Saat yang hampir bersamaan juga diselenggarakan Pekan Menjangan di areal Labuan Lalang kawasan TNBB dengan peserta berasal dari LSM dan kelompok masyarakat pemerhati lingkungan, pelajar menengah sekitar kawasan TNBB, kader konservasi, pelaku usaha dan jasa wisata alam di TNBB.

Pulau Menjangan adalah pulau kecil di ujung Barat pulau Bali yang tak boleh jadi tempat tinggal manusia selain untuk aktivitas persembahyangan di pura dan wisata. Karena itu pesisir masih alami dan ramai untuk aktivitas diving dan snorkeling. “Ini kali pertama kita mengemas kegiatan rutin jadi lebih atraktif berkolaborasi dengan seniman dan pelaku wisata dalam Pekan Menjangan,” tambah Agus.

Penyelenggaraan Pekan Menjangan 2018 merupakan hasil kerjasama antara Balai TNBB dengan Friends of Menjangan dan Sebumi.id, mengambil tema “Preserve the Beauty of Menjangan”. Event ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Bumi, dengan mengajak masyarakat mengenal potensi dan keindahan ekosistem terumbu karang Pulau Menjangan serta berbagai upaya untuk menjaga kelestariannya. Dikemas melalui talkshow, fieldtrip, Mitra Menjangan Expo, Menjangan Clean Up, Trash Walk, School Camp, dan workshop pengelolaan sampah.

Yuyun Yanwar, salah satu fotografer senior penghobi foto satwa alam liar menyebut sudah sering ke TNBB tapi ia tak pernah kehilangan gairah mengampanyekan konservasi satwa di taman nasional. “Kita saling mengenal pecinta alam liar lainnya, masing-masing satwa kan beda cara motretnya di tiap lokasi,” urainya.

baca : Ekowisata, Bentuk Upaya Pelibatan Warga Untuk Jaga Kawasan TN Bali Barat

 

Seekor kelelawar di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Komunitas satwa alam Bali mendokumentasikan keragaman satwa di alam liar di TNBB dalam rangkaian acara Jambore Nasional Wildlife Photography (JNWP) 2018 pada 11-13 Mei 2018. Foto: Yuyun Yanwar/Mongabay Indonesia

 

Memperkenalkan satwa liar dengan berusaha melihatnya di alam bukan foto salon, atau sengaja dipotret setelah diatur-atur bak model. Menurutnya yang menarik kumpul saling silaturahmi, sementara hunting untuk fun saja.

TNBB menurutnya kurang dikenal seperti Baluran dan Alas Purwo padahal di sini ada endemik Jalak Bali, dan berhasil menambah populasinya dari sangat langka jadi ratusan. “Memotret satwa liar di sini sangat bagus, peserta lain tak menyangka cukup mudah. Artinya mereka tak sensitif secara umum tak terganggu,” tambahnya. Selain Jalak Bali, ikon TNBB menurutnya menjangan, dan ayam hutan hijau yang makin sulit dijumpai. Selain satwa di darat, yang kaya juga di bawah laut.

Yuyun tinggal di Bali dan turut mendokumentasikan bersama komunitas satwa alam Bali seperti peristiwa rutin migrasi burung pada Oktober di Bukit Lempuyang, Karangasem. “Karena satwa liar lebih indah di alam,” ingatnya.

JNWP 2018 juga diisi dengan pameran foto wildlife, sarasehan, bedah buku. Sekitar 300 karya foto dipamerkan dengan konsep outdoor di Labuan Lalang yang menjadi pintu masuk ke Pulau Menjangan.

baca : Riza Marlon: Minim Karya Ilmiah Populer, Anak Indonesia Lebih Paham Satwa Asing

 

Riza Marlon saat menampilkan sejumlah karyanya pada pameran foto dan talkshow “Wildlife Photography” di Bogor, penghujung Agustus lalu. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Bedah buku berjudul “Wallacea’s Living Legacy”  dibawakan langsung oleh penulisnya Riza Marlon, seorang fotografer satwa liar senior yang telah banyak menghasilkan karya baik foto maupun buku wildlife di Indonesia.

Kawasan Wallacea, termasuk Sulawesi, Maluku, dan Lesser Sundas, memiliki satwa unik dan endemik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Butuh waktu 7 tahun dan mendatangi 22 lokasi untuk memaparkan lebih dari 200 foto, sebagian besarnya satwa endemik, dalam upaya mewakili keanekaragaman hayati keistimewaan kawasan ini.

Pembagian bab tentang satwa adalah menurut kelas dan atau genus satwa, seperti burung, serangga dan laba-laba, herpetofauna (reptil & amfibi), mamalia, macaca, dan tarsius.  Dilengkapi dengan teks di setiap bab dan keterangan foto untuk mengenalkan satwa-satwa tersebut. Informasi data kamera juga disajikan, sebagai referensi dan sarana belajar bagi para penggemar fotografi.

Diterbitkan oleh Indonesia Nature & Wildlife Publishing, berat buku hampir 2 kg dengan 268 halaman. Buku pertama Riza Marlon berjudul “Living Treasures of Indonesia” diluncurkan pada tahun 2010. Dilanjutkan buku keduanya yang berjudul “Panduan Visual dan Tindakan Lapangan: 107+ Ular Indonesia“.

baca : Riza Marlon: Medan Terberat Adalah Kawasan Indonesia Timur…

 

Tampilan aplikasi Burungnesia yang dapat didownload langsung di playstore android. Sumber: Google playstore

 

Selain itu ada juga materi tentang fotografi, teknologi dan sains yang akan dibawakan oleh Swiss Winasis, pendiri aplikasi Burungnesia yang juga bekerja sebagai Pengendalian Ekosistem Hutan (PEH) di Taman Nasional Baluran. Aplikasi ini dipakai oleh para pengamat dan pemerhati burung di Indonesia untuk melakukan identifikasi. Aplikasi ini sendiri sudah diluncurkan 2016 dan telah mengalami beberapa kali penyempurnaan.

Aplikasi Burungnesia berisi fitur checklist untuk menggantikan buku catatan lapangan. Alih-alih mencatat di buku lapangan, pengamat burung dapat langsung meng-input data di smartphone berbasis Android miliknya dan secara otomatis akan tersimpan dalam tabel dengan format standar. Pengguna aplikasi ini dapat segera mengirim laporan ke server Burungnesia begitu terhubung dalam jaringan. Hingga akhir tahun 2017 ini, lebih dari 860 spesies burung telah terlaporkan dari berbagai tempat di Indonesia.

baca : Menghadirkan Keragaman Burung Di Baluran Dalam Android

Wiryawan, Kepala Tata Usaha TNBB mengatakan peserta bisa memotret sesuai minat. Misalnya jenis burung (jalak Bali, kangkareng, dll), mamalia (rusa, jelarang, dll), atau foto lansekap (pemandangan). Peserta adalah masyarakat umum, ada prefesional, penghobi, komunitas fotografi, unit kegiatan mahasiswa, dan peserta individu. Mereka berkemah di Cekik, dan diajak ke 2 lokasi yaitu Pulau Menjangan dan Teluk Bumbun. Untuk fun hunting, peserta bisa ke lokasi lain di sekitar tempat kegiatan didampingi petugas.

 

Exit mobile version