Mongabay.co.id

Primata Terancam Punah Ternyata Berdampak pada Ketahanan Pangan. Begini Ceritanya..

Petani yang tinggal di sekitar hutan seringkali berkonflik dengan satwa liar. Satwa, mulai dari serangga hingga gajah, diketahui memakan tanaman pangan yang dibudidayakan, yang terkadang para peneliti menganggap sebagai penjarahan tanaman.

“Kami lebih memilih istilah memakan tanaman karena istilah penjarahan tanaman memiliki konotasi menuduh,” ungkap Erin P. Riley, Professor & Graduate Advisor dari Department Anthropology, Universitas San Diego State, Amerika, menjelaskan hasil penelitiannya bersama rekannya Alison Zak, terkait hubungan antara manusia dan monyet di batas kawasan hutan-pertanian di Indonesia, kepada Mongabay-Indonesia, melalui email, Sabtu (18/8/2018). Hasil penelitian ini telah termuat di International Journal of Primatology pada 2016 lalu.

Menurutnya, perjuangan keras untuk terminologi ini hanyalah salah satu dari banyak aspek kompleks dari contoh konflik antara manusia dan satwa liar ini.

“Petani tentunya lebih memilih untuk mengenali hewan yang ada di lahan pertanian mereka sebagai ‘penjarah’ atau sebutan serupa yang mencerminkan kemarahan,” ujarnya.

Namun para peneliti menyadari bahwa hewan pemakan tanaman tampaknya memperlakukan area ini sebagai tempat lain untuk mencari makanan lezat, meskipun mempertaruhkan risiko tinggi dibanding mencari makan di wilayah dengan jumlah orang yang lebih sedikit.

baca : Kawanan Monyet Hitam Ini Mulai Turun ke Jalan, Ada Apa?

 

Erin P. Riley, bersama rekannya Alison Zak memasang camera trap untuk mengetahui perilaku dan interaksi Macaca maura di Maros, Sulawesi Selatan. Tujuannya, mempelajari fenomena ini di pulau Sulawesi-Indonesia yang merupakan rumah bagi tujuh spesies monyet langka Macaca maura yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Foto: Erin P. Riley/Mongabay Indonesia.

 

Menurutnya, primata umumnya dikenal sebagai pemakan tanaman yang buruk karena mereka tangkas, cerdas, dan menyerang dalam kelompok sosial yang berjumlah relatif besar, dan karena itu mereka disalahkan atas perilakunya yang ‘nakal’.

Proyek penelitian Erin ini bertujuan untuk mempelajari fenomena ini di pulau Sulawesi-Indonesia yang merupakan rumah bagi tujuh spesies monyet langka Macaca maura yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia.

Kera Hitam Sulawesi (Macaca maura) atau sebutan lokalnya Dare, dikenal mampu beradaptasi dan berkembang biak dalam berbagai kondisi, termasuk daerah perkotaan.

“Penelitian kami juga menunjukkan bagaimana isu ini relevan dengan konservasi primata. Spesies primata yang terancam punah dapat berdampak buruk bagi penghidupan manusia dan ketahanan pangan. Interaksi negatif dengan satwa liar dan bahkan dengan peneliti dapat mempengaruhi sikap masyarakat lokal terhadap upaya melestarikan spesies yang terancam,” katanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnoprimologi, yakni pendekatan untuk melihat adanya hubungan antara manusia dan primata lainnya sebagai unit kunci pengamatan, sehingga ia kemudian menggunakan gabungan beberapa metode untuk menguji hubungan ini.

“Untuk penelitian ini, penggunaan sumber daya yang tumpang tindih di lahan pertanian adalah hubungan yang kami minati, dan kami menggunakan metode ekologi, primatologis, dan etnografi untuk mengujinya,” jelasnya.

baca juga : Unggah Foto Hasil Berburu Monyet Hitam Sulawesi, Netizen Ini Malah Bersyukur

 

Seekor  Macaca maura di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) Maros, Sulawesi Selatan. Foto: Eko Rusdianto/Mongabay-Indonesia

 

Menurutnya, memakan tanaman menjadi masalah di tempat-tempat di mana kawasan pertanian dikembangkan di dekat hutan atau habitat satwa liar lainnya.

“Kami mengumpulkan data sebagai bagian dari usaha yang lebih luas untuk memahami mengapa hewan seperti Macaca berpotensi mempertaruhkan keselamatan dirinya untuk mengonsumsi makanan yang ditanam oleh manusia, karena dalam melindungi hasil panen mereka petani tidak segan melakukan hal yang dapat membahayakan bagi Macaca,” jelasnya.

Apakah sumber makanan Macaca tersedia cukup di hutan? Selama musim apa makanan tersedia melimpah atau langka di hutan? Apakah ada pola perilaku memakan tanaman bagi Macaca?

Untuk mengeksplorasi pertanyaan ini, Erin memasang sembilan kamera sensor jarak jauh camera trap di sepanjang batas hutan-pertanian.

baca : Beginilah Kepemimpinan dalam Masyarakat Monyet Sulawesi

 

Erin P. Riley, bersama rekannya Alison Zak memasang camera trap untuk mengetahui perilaku dan interaksi Macaca maura di Maros, Sulawesi Selatan. Tujuannya, mempelajari fenomena ini di pulau Sulawesi-Indonesia yang merupakan rumah bagi tujuh spesies monyet langka Macaca maura yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Foto: Erin P. Riley/Mongabay Indonesia.

 

Ia berhasil mengambil gambar dan video Macaca dan satwa liar lainnya termasuk babi hutan, tikus, dan musang yang sedang memakan tanaman.

Kamera digunakan karena sulit mengamati langsung perilaku hewan, mengingat satwa liar merasa terancam bila berinteraksi dengan orang. Apalagi kelompok Macaca di hutan, yang tidak terbiasa bertemu manusia.

“Kami temukan bahwa camera trap berguna dalam memberikan informasi tertentu seperti jenis hewan apa yang memakan tanaman, jenis tanaman apa yang dimakan, dan saat kapan hal itu terjadi.”

Tetapi camera trap kesulitan mengidentifikasi individu, umur, dan jenis kelamin hewan yang memakan tanaman, ukuran kelompok yang tepat, dan jumlah total kehilangan hasil panen yang disebabkan oleh spesies yang berbeda.

“Bayangkan melihat foto dari bawah rerimbunan pohon coklat yang disinari matahari dan mencoba mencari tahu mana yang jantan dan betina dari jarak yang jauh, kabur dan titik abu-abu,” ungkapnya.

menarik dibaca : Sadis! Foto Penyiksaan Macaca hecki Diunggah ke Facebook

 

Foto hasil camera trap merekam seekor primate. Primata umumnya dikenal sebagai pemakan tanaman yang buruk karena mereka tangkas, cerdas, dan menyerang dalam kelompok sosial yang berjumlah relatif besar, dan karena itu mereka disalahkan atas perilakunya yang ‘nakal’. Foto: Erin P. Riley/Mongabay Indonesia.

 

Untuk melengkapi temuan dari camera trap, Erin mempelajari pengalaman orang-orang berinteraksi dengan satwa tersebut sehari-hari.

Hasilnya menunjukkan terdapat kesesuaian data camera trap dan pengakuan petani terkait hewan yang memakan tanaman dan bagaimana mereka masuk ke kebun, namun terdapat perbedaan terkait kapan dan seberapa sering itu terjadi.

Misalnya, petani melaporkan bahwa satwa lebih sering memakan tanaman di pagi hari, sedangkan kamera tangkap mencatat kejadian tersebut lebih sering di waktu senja.

“Mengapa ada ketidakcocokan? Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh berbagai macam keyakinan petani tentang metode pencegahan yang efektif dan perilaku orang dalam menjaga tanaman, perubahan pola memakan tanaman dari waktu ke waktu, waktu wawancara, luas kebun, dan jumlah tutupan vegetasi yang mengelilingi kebun.”

Menurut Erin, hasil penelitiannya tersebut hanya memberi wawasan tentang ‘gambaran’ pada waktu penelitian, sementara petani dan satwa liar menyesuaikan perilaku mereka secara terus-menerus dalam bereaksi terhadap perubahan kondisi.

“Kami tidak bermaksud memberi penilaian apakah petani itu ‘benar’ atau ‘salah’. Persepsi manusia tentang satwa liar sangat penting terlepas dari apakah mereka sesuai dengan bukti lain atau tidak. Jika petani menganggap bahwa primata merupakan ancaman terbesar bagi hasil panen dan penghidupan mereka, maka mereka akan bertindak berdasarkan keyakinannya itu, yang berpotensi membahayakan spesies yang hampir punah tersebut.”

Ia kemudian mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada para petani dan warga yang terlibat dalam penelitian dan mendiskusikan efektivitas strategi tertentu dalam menjaga tanaman dan nilai penting ekologis Macaca terhadap habitat hutan.

Dicontohkan, petani mendiskusikan pentingnya peningkatan perhatian untuk melindungi tanaman meskipun belum matang sebagai tanggapan terhadap video Macaca yang memakan buah kakao yang belum matang. “Ini adalah percakapan kolaboratif dan terus berlanjut,” ungkapnya.

baca juga : Sudah 8 Bulan, Bagaimana Proses Hukum Dosen Pengunggah Foto Pemburu Satwa Dilindungi?

 

Hendra jagawana Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) Maros, Sulawesi Selatan berinteraksi dengan Kera hitam Sulawesi (Macaca maura). Foto: Eko Rusdianto/Mongabay-Indonesia

 

Erin menyimpulkan bahwa camera trap berguna untuk mempelajari banyak aspek perilaku makan primata. Namun, informasinya terbatas. Ia menyarankan penggunaan camera trap dibarengkan dengan metode lain seperti wawancara dengan masyarakat setempat.

Erin meyakini bahwa penggunaan pendekatan ilmu multidisipliner dan gabungan metode yang mengacu pada ekologi, perilaku hewan, dan antropologi menghasilkan pandangan perilaku memakan tanaman yang lebih holistik dan pengaruhnya terhadap komunitas manusia, dan terlihat lebih memiliki kecenderungan untuk menghasilkan solusi inovatif dan kolaboratif terhadap konflik secara lebih potensial.

 

Exit mobile version