Mongabay.co.id

Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia

 

Aktivitas pencurian ikan yang sudah diberantas sejak 2014, rupanya masih belum bisa sepenuhnya berhenti di atas wilayah perairan Indonesia. Aksi ilegal yang dilakukan para pencuri dari negara lain itu, bahkan disinyalir sudah menggunakan modus baru dalam memuluskan rencananya. Modus baru tersebut didapat setelah empat kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam ditangkap oleh kapal patroli TNI Angkatan Laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memberikan keterangan resmi di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/2/2019), menjelaskan saat menjalankan aksinya, empat kapal tersebut dikawal langsung oleh dua kapal milik Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS), yaitu kapal Kiem Ngu 2142124 dan 214263. Kedua kapal tersebut, bersama empat kapal lain menerobos masuk melewati batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Susi mengatakan, berdasarkan penelusuran yang dilakukan tim Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Satgas 115), VFRS tidak lain adalah lembaga pemerintahan Vietnam yang bergerak di bawah Kementerian Pertanian dan Pengembangan Daerah Tertinggal negara tersebut. Lembaga tersebut adalah satuan tugas non militer yang bertanggung jawab untuk melakukan patroli, monitoring and surveillance.

“Selain itu, lembaga tersebut juga bertugas untuk menindaklanjuti pelanggaran hukum serta inspeksi kegiatan perikanan di wilayah perairan yang ada di bawah hukum Vietnam,” jelasnya.

baca :  Kembali, Kapal Bendera Vietnam Ditangkap di Perairan Indonesia

 

Satu dari tiga kapal berbendera Vietnam yang ditangkap di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Perairan Natuna Kepulauan Riau pada April 2018. Foto : Humas PSDKP KKP/Mongabay Indonesia

 

Dalam melaksanakan tugas di lapangan, VFRS berkoordinasi dengan militer angkatan laut, lembaga penjaga wilayah laut, dan lembaga penjaga batas negara Vietnam. Saat bertugas, VFRS mengandalkan kapal operasional yang jumlahnya mencapai 100 unit. Kapal-kapal tersebut berfungsi untuk mengontrol kegiatan perikanan di negara komunis tersebut.

“Juga untuk menangkap kapal ikan asing yang masuk ke wilayah perairan Vietnam,” tuturnya.

 

Manuver Berbahaya

Aksi yang dilakukan kapal milik VFRS dengan menembus batas wilayah ZEEI, kata Susi bukanlah menjadi yang pertama. Sebelumnya, kapal lembaga tersebut juga diketahui melakukan aksi serupa dengan menerobos batas ZEEI saat penegak hukum Indonesia menangkap kapal milik mereka yang ketahuan mencuri ikan di atas wilayah perairan Indonesia.

“Jadi, pada 19 Februari 2019, kapal VFRS bernama KN-241 juga melakukan hal sama pada saat kapal pengawas perikanan Indonesia, KP Hiu Macan menangkap empat KIA berbendera Vietnam di perairan Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau,” jelas Susi.

Atas tindakan tersebut, Susi mengecam dengan keras kepada VFRS yang mengerahkan kapalnya untuk menembus batas ZEEI agar bisa menghalangi upaya Indonesia untuk menangkap empat KIA dari Vietnam yang tidak memiliki izin berada di atas wilayah perairan Indonesia. Bagi dia, perbuatan tersebut, dinilainya sudah tidak bisa ditolerir lagi karena sudah menghalangi penegak hukum Indonesia di wilayahnya sendiri.

baca juga :  Di Pulau Datuk, Kapal Pencuri Ikan Asal Vietnam Kembali Ditenggelamkan

 

Kapal berbendera Vietnam yang ditangkap karena mencuri ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Perairan Natuna Kepulauan Riau. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Vietnam sebagai state party dari Convention on the International Regulations for Preventing Collision at Sea 1972 (COLREGS 1972) terbukti melanggar Rule 8 COLREGS 1972 yaitu Action to Avoid Collision.

Alasan kedua, perbuatan memotong haluan laju KRI TOM-357 menimbulkan resiko keselamatan jiwa dari para awak kapal patroli KRI TOM-357 yang sedang melaksanakan tugasnya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C Undang-Undang Republik Indonesia No.31/2004 tentang Perikanan.

Alasan ketiga, perbuatan VFRS melalui kapal Kiem Ngu 2142124 dan 214263 merupakan bentuk Obstruction of Justice (merintangi proses hukum) karena menghalangi KRI TOM-357 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C UU Perikanan.

Diketahui, pada Minggu (24/2/2019) pukul 07.40 WIB, kapal patroli milik TNI Angkatan Laut KRI TOM-357 berhasil menangkap 4 (empat) kapal perikanan berbendera Vietnam yang diduga menangkap menggunakan alat tangkap trawl di Landas Kontinen Laut Natuna, Indonesia pada posisi 06º 12’00” LU – 06º25’50” BT (5 nautical mile masuk batas Landas Kontinen Laut Natuna).

Selain menangkap empat KIA berbendera Vietnam, di saat bersamaan KRI TOM-357 juga berhasil mengusir 2 (dua) kapal milik VFRS yang diketahui melakukan manuver membahayakan KRI TOM-357. Adapun, empat kapal tersebut, adalah BV 525 TS dengan muatan ikan 1 palka, BV 9487 TS dengan muatan ikan 2 palka, BV 4923 TS dengan muatan ikan 1 palka, dan BV 525 TS dengan muatan kosong.

Untuk kronologis dua kapal milik VFRS, adalah terjadi saat KRI Tom-357 sedang mengawal keempat KIA Vietnam dan kemudian kedua kapal VFRS menerobos masuk ke wilayah ZEEI dan selanjutnya melakukan manuver yang mengancam (hostile intent) dengan berupaya menghalangi pengawalan empat kapal tersebut.

Manuver tersebut saat itu membayakan KRI TOM-357 dan mengancam keselamatan kru kapal yang sedang bertugas. Beruntung, KRI TOM-357 berhasil menghindari manuver tersebut dan terus melanjutkan pelayaran kapal dengan mengawal empat KIA Vietnam ke pangkalan utama TNI AL yang berada di Tanjung Pinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau.

baca juga :  Ditangkap! Dua Kapal Vietnam Berbendera Indonesia yang Asik Mencuri Ikan di Perairan Natuna

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat acara di Bandung, Jawa Barat pada Selasa (26/02/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Dominasi Vietnam

Susi juga menjelaskan tentang kapal-kapal berbendera Vietnam yang menjadi pelaku illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) dan mendominasi setiap tahun di wilayah perairan Indonesia. Sejak Oktober 2014, sebanyak 276 kapal Vietnam sudah ditangkap dan ditenggelamkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Menurut Susi, jumlah tersebut sangat mendominasi jumlah kapal pelaku IUUF yang ditangkap dan ditenggelamkan. Dari 488 kapal yang berasal dari berbagai negara dan sudah ditenggelamkan, 276 kapal adalah berbendera Vietnam. Jumlah itu menegaskan kalau Vietnam adalah pelaku utama IUUF yang dominan di wilayah perairan Indonesia.

Vietnam, lanjut Susi, seharusnya tidak membiarkan tindakan kapal milik VFRS, karena menghalangi penegakan hukum di negara lain. Vietnam seharusnya melakukan perbaikan dan melakukan akselerasi dengan berbagai gerakan global untuk pemberantasan IUUF.

“Saya menyampaikan protes keras terhadap tindakan Vietnam VFRS dan meminta Pemerintah Vietnam, melalui koridor diplomatik resmi, memberikan penjelasan serta pernyataan maaf atas insiden yang terjadi,” tegasnya.

Agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, Susi berjanji akan melakukan koordinasi antara KKP dengan TNI AL dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI untuk lebih menggiatkan kegiatan patroli di wilayah laut Indonesia, khususnya Natuna Utara. Kehadiran kapal milik dua lembaga disebut terakhir, diyakini akan mampu menangkal dan melawan segala tindakan yang merupakan rintangan bagi penegakan kedaulatan Indonesia terutama di Wilayah Natuna Utara.

menarik dibaca :  Laut Natuna Masih Disukai Kapal Asing Penangkap Ikan Ilegal. Kenapa?

 

Satu dari tiga kapal berbendera Malaysia yang mencuri ikan di perairan Selat Malaka pada Februari 2019. Foto : DJPSDKP KKP/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, KKP juga berhasil menangkap tiga KIA berbendera Malaysia yang menerobos wilayah ZEEI di Selat Malaka dan ditangkap kapal pengawas perikanan Hiu 012 yang dikendalikan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.

Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP Waluyo Sejati Abutohir di Jakarta, pekan lalu mengatakan, ketiga kapal tersebut adalah KM. KHF 1980 dan KM. KHF 2598. Untuk kapal pertama, diketahui berukuran 63.74 gros ton (GT), menggunakan alat tangkap trawl, nakhoda berkebangsaan Thailand, dan beranggotakan 4 orang anak buah kapal (ABK) dari Thailand.

Sementara, kapal kedua, berukuran 64.19 GT, alat tangkap trawl, Nakhoda WN Thailand, dan 4 orang ABK WN Thailand. Kemudian, satu kapal lagi ditangkap oleh KP. Hiu 08 dan diketahui adalah KM. PKFB 1689 dengan berat 56.05 GT, nakhoda warga negara (WN) Thailand dan tiga orang ABK adalah WN Kamboja.

Ketiga kapal tersebut diduga melanggar UU Perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.

 

Exit mobile version