Mongabay.co.id

Masalah Sampah Makin Pelik, Saatnya Mengurangi Dari Diri Sendiri

Sejumlah pedagang gotong royong menyapu sampah plastik di Pantai Kuta, Bali pada Selasa (03/01/2017). Sedikitnya perlu 3 kali menyapu tiap harinya karena sampah terus menerus terbawa arus. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Lakota dan Gede Robi, pasangan yang membesarkan band Navicula ini mengeluarkan satu keranjang sampah yang dipungutnya dalam waktu 20 menit di Pantai Purnama, Gianyar, Bali. Hanya dalam radius 100 meter, ada ratusan unit sampah plastik mulai dari sedotan, kresek, kemasan makanan, sampai limbah medis berbahaya.

Dibantu sejumlah rekannya, keduanya memilah sampah untuk memperlihatkan apa saja yang mencemari pantai dan laut. Perlu waktu beberapa menit dengan bantuan sekitar 3 orang untuk menghitung sedotan, jumlahnya lebih dari 100 unit. Sisanya kresek, kemasan gelas plastik, sendok plastik, styrofoam, dan lainnya. Sebagian besar produk sekali pakai.

“Inilah yang dipakai sehari-hari,” Robi menunjuk sampah terpilah, pada diskusi yang dihelat Komunitas Peduli Sampah (KPS) Bali, 25 Mei lalu. Ini jaringan baru lintas lembaga lingkungan, kelompok clean-up, individu, musisi, dan lainnya untuk mengadvokasi kebijakan pengelolaan sampah.

baca : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?

 

Ratusan puntung rokok yang sulit terurai ini ditemukan di Pantai Purnama, Gianyar, Bali dalam waktu 30 menit oleh dua relawan di acara clean-up beach awal Mei 2019. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Sampah yang masuk laut dan terdampar di pantai ini menunjukkan cukup relevan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali tentang pengurangan timbulan sampah plastik. Dalam Pergub yang disahkan akhir 2018 dan berlaku mulai 2019 ini ada 3 jenis plastik sekali pakai (PSP) yang dilarang penggunaannya, sedotan, kantong plastik, dan styrofoam.

Pergub ini dinilai penting karena sangat dibutuhkan pegiat lingkungan. “Selama ini (aktivis sampah) seperti anak yatim. Bergerak sendiri. Perlu backup regulasi, ini yang diidamkan pegiat sampah. Sekarang menunggu corporate, kalau bisa sinergi dengan pemerintah, dan akademisi data akan valid,” jelas Robi.

Namun setelah lahir regulasi, Robi menyayangkan ada yang menghambat. Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung menolak pasal larangan PSP. Setelah itu KPS buat petisi minta ADUPI menarik gugatan, per 1 Juni ini ditandatangani lebih dari 140 ribu untuk mendukung pelaksanaan Pergub.

baca : Tolak Uji Materi ADUPI, Warga Mendukung Pelarangan Plastik Sekali Pakai. Ada Apa?

Robi menilai Pergub ini harus dilaksanakan di semua acara termasuk upacara adat dan agama yang biasanya menghasilkan banyak sampah plastik terutama kresek dan kemasan minuman. “Ini (upacara adat dan agama) kontraproduktif,  tujuannya adalah membersihkan lingkungan, tapi di sisi lain meningkatkan sampah 3 kali lipat. Kalau ada pihak yang hambat regulasi, kembali start nol. Regulasi mutlak,” sebut seniman yang bersama timnya sedang produksi film dokumenter Pulau Plastik ini.

baca juga : Menggugah Perubahan Perilaku dengan Serial Pulau Plastik

 

Sebuah jaringan baru Komunitas Peduli Sampah (KPS) Bali mendiskusikan strategi pengendalian sampah. Foto: Trash Hero Kertalangu/Mongabay Indonesia

Evie Hatch, anggota KPS lainnya menambahkan, dalam kegiatan pungut sampah di pantai kebanyakan styrofoam dan sedotan sudah mulai hancur. “Ini menghasilkan mikroplastik. Orang melukat di pantai tak bisa menyucikan diri, malah mengotori diri. Suntikan, jarum sampah medis juga banyak, dan popok,” herannya. Evie aktif di gerakan Trash Hero Kertalangu.

Dari sampah yang masuk laut, sangat sedikit yang bisa didaur ulang karena kotor dan kurang bernilai. Robi mendukung upaya daur ulang, ia menunjukkan sebuah tato tentang recycle di kakinya.

Pergub sudah berlaku setengah tahun. Bagaimana implementasinya?

Surya Anaya, pegiat KPS lainnya berharap tak jadi dokumen tidur. “Kami usulkan komite atau gugus tugas monitoring Pergub sehingga bisa dicek jalan atau tidak. Akan mengusulkan ke Pemda agar efektif,” ujarnya.

Di sisi lain, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) sudah menyerahkan amicus curae (sahabat pengadilan) yang memberi pendapat hukum karena sidang MA tertutup.

Catur Yudha Hariani dari PPLH Bali melihat ada tujuan strategis uji materiil Pergub Bali ini karena ada regulasi daerah lain yang juga dipersoalkan yakni Bogor dan Balikpapan.

“Satu pukul semua kena, Bali jadi indikator. Daerah pariwisata saja gagal, maka semua berisiko gagal. Selain buat petisi, kami juga mendorong tim monev (monitoring & evaluasi) agar ada upaya pengurangan plastik,” paparnya.

perlu dibaca : Sustainism Lab, Cara Trendi Kelola Sampah Sendiri di Bali

 

Seni instalasi berjudul 5000 Soles dari ribuan sandal bekas ini jadi refleksi sampah manusia yang mengotori pesisir. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Apa pentingnya pengurangan?

Selama ini publik dan pemerintah lebih banyak bergerak saat sudah jadi sampah. Lebih bagus pencegahan sebelum jadi penyakit. Pola menggunakan barang sekali pakai ini perlu diubah agar tak jadi sampah.

Robi melakukan eksprimen baru untuk puasa plastik. “Seberapa bisa kita di level individu melakukan ini di rumah. Banyak yang berbagi tips diet plastik,” katanya. Ia mencontohkan tips yang didapatnya untuk pengurangan limbah puntung rokok, ada alat melinting rokok yang ada ujungnya. Tips-tips seperti ini menurutnya mendorong lebih kreatif mengurangi sampah.

Diskusi KPS ini juga membahas harapan agar ada kebijakan pemerintah pusat untuk pengurangan sampah. Terlebih ada rencana pusat pengurangan 70% sampah sampai 2025. Namun program penanggulangan sampah dinilai masih banyak di hilir, sudah jadi sampah. “Target 2025 lebih ke recycle, bio plastik, bank sampah. Produksi meningkat bahkan ingin melipatkan plastik, jadi kontraproduktif. Pergub Bali cenderung reduce,” Robi menganalisis.

KPS mendukung sekolah-sekolah yang sedang menerapkan program pengurangan sampah seperti di SD 2 Peguyangan, Denpasar dan SMP PGRI 3 Denpasar. Brand audit yang dilakukan PPLH di 3 sekolah, kebanyakan sampah berupa sachet dan plastik bening wadah minuman. Lewat jaringan Sekaa Guru Peduli Lingkungan, diharapkan makin banyak sekolah yang ikut menerapkan pengurangan sampah plastik.

baca juga : Menantang Diri Belanja Tanpa Plastik di Pasar

 

Sebuah truk melintasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Suwung, yang terbesar di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Sementara  itu petisi ADUPI ditandatangani lebih dari 4000. Disebutkan ADUPI mendukung pelestarian lingkungan. ADUPI adalah Asosiasi Pelaku Daur Ulang Plastik yang melingkupi kelompok masyarakat pemulung, pemilah sampah plastik, bank sampah, pengepul limbah plastik, hingga produsen daur ulang (3R) serta pedagang pemenuhan kebutuhan plastik di masyarakat.

Dalam petisi ini, ADUPI menyebut menghormati kebijakan pelarangan plastik, namun patut dicermati dan patut diduga disusun secara arogan dan terkandung kesalahan penyusunan untuk kepentingan law disorder (penegakan hukum) karena pelarangan produk plastik bukan satu-satunya penyelesaian masalah plastik.

Menurut mereka terdapat kesalahan pola dan metode penyusunan ketentuan hukum atas pelarangan produk plastik pada Pergub Bali yang berdasar amanat UU adalah pengurangan dan pembatasan.

baca : Asosiasi Daur Ulang Ajukan Uji Materiil Pergub Larangan Plastik Sekali Pakai

***

Keterangan foto utama : Sejumlah pedagang gotong royong menyapu sampah plastik di Pantai Kuta, Bali pada Selasa (03/01/2017). Sedikitnya perlu 3 kali menyapu tiap harinya karena sampah terus menerus terbawa arus. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version