Mongabay.co.id

Kura-kura Leher Ular Rote Diambang Kepunahan. Bagaimana Antisipasinya?

 

Kura-kura leher ular Rote adalah satwa ikonik-endemik Pulau Rote dan satu-satunya dari genus Chelodina yang berada di luar dataran Papua-Australia, serta telah dimasukkan ke dalam daftar CITES.

Di dalam CITES, kura-kura leher ular Rote terdaftar dalam Appendix II (perdagangan dengan pembatasan kuota) sejak tahun 2005 dan penetapan perdagangan nol kuota untuk spesimen dari alam sejak tahun 2013.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT dalam rilis kepada Mongabay Indonesia, Minggu (1/7/2019) menyebutkan, keberadaan kura-kura leher ular Rote penting bagi ekosistem.

Keberadaannya berfungsi untuk menjaga kesehatan perairan dan danau dengan memakan hewan mati di perairan tersebut, menyuburkan dan menambah kandungan nutrisi tanah melalui bekas sarang bertelur atau telur yang gagal menetas.

“Keberadaannya juga penting mengontrol populasi serangga agar vegetasi danau terjaga sehingga mengurangi penguapan air danau. Selain itu mengontrol populasi katak dengan memakan kecebong,” sebut kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara.

Kura-kura leher ular Rote, kata Timbul, menjadi satu dari 25 spesies kura-kura paling terancam punah di dunia. Status keterancamannya dikategorikan CR (PEW) atau Possibly Extinct in the Wild. Sejak tahun 2018, kura-kura leher ular Rote dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.P.106/Menlhk/Setjen/Kum.2/12/2018.

baca : Sulit Ditemukan, Kura-kura Leher Ular Rote Menuju Kepunahan?

 

Kura-kura leher ular Rote (Chelodina mccordi), salah satu dari 25 spesies kura-kura paling terancam punah di dunia. Status keterancamannya dikategorikan CR (PEW) atau Possibly Extinct in the Wild. Foto : Oki Hidayat/Mongabay Indonesia

 

Koloni Asuransi

Hari Rabu (26/6/2019) menjadi tonggak bagian sejarah dalam rangka upaya penyelamatan kura-kura leher ular Rote (Chelodina mccordi). Setelah melalui proses panjang baik prosedur administrasi maupun prosedur teknis, Wildlife Conservation Society Indonesia Programme (WCS-IP) menyerahkan fasilitas koloni asuransi kura-kura leher ular Rote.

“Fasilitas sarana kandang konservasi ini adalah langkah pertama untuk mencegah kepunahan, mengembalikan, dan menjaga kelestarian kura-kura tersebut di habitat aslinya,” sebut Timbul.

Fasilitas yang pertama di Indonesia ini tuturnya, berfungsi sebagai tempat asuransi (menjaga) untuk koloni kura-kura Rote yang nantinya akan direintroduksi ke alam liar.

“Selain sebagai suplai untuk reintroduksi ke alam, kura-kura yang ada akan difasilitasi dan tetap dijaga untuk mempertahankan eksistensi populasinya,” jelasnya.

Noviar Andayani Country Director WCS-IP kepada Mongabay Indonesia, Senin (2/7/2019) membenarkan pihaknya menyerahkan bangunan tersebut yang akan berfungsi sebagai tempat pengembangbiakan populasi kura-kura leher ular yang didatangkan dari Wildlife Reserve Singapore (WRS), Singapura.

Bangunan tersebut ucap Noviar, nantinya akan dilengkapi dengan bangunan kedua yang akan berfungsi sebagai pusat informasi dan edukasi tentang konservasi kura-kura leher ular Rote. Koloni tangkar ini diharapkan bisa menjadi asuransi atau jaminan agar kura-kura ini tidak punah di alam.

“Kami mendukung BBKSDA NTT membangun fasilitas penangkaran yang diharapkan dapat menjadi tempat pengembangbiakan populasi kura-kura leher ular Rote yang didatangkan dari berbagai lembaga eks situ di luar negeri,” tuturnya.

baca juga : Kura-kura Leher Ular, Jenis Unik yang Hanya Ada di Lahan Basah Pulau Rote

 

Serah terima kesepakatan penyerahan fasilitas koloni asuransi kura-kura leher ular Rote dari Dr. Noviar Andayani Country Director Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) kepada Kepala BBKDSA NTT Timbul Batubara.Foto : BBKSDA NTT/Mongabay Indonesia

 

Program pengembangbiakan ini juga terang Noviar, merupakan kerjasama dengan Litbang Kehutanan yang telah terlebih dahulu menangkarkan kura-kura ini. Dengan mendatangkan populasi indukan yang baru dari luar negeri, kami berharap dapat meningkatkan keragaman genetik populasi tangkar yang sudah ada di Litbang.

WCS IP juga bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup NTT dan Pemda Kabupaten Rote Ndao untuk menjadikan habitat alami kura-kura leher ular sebagai Kawasan Ekosistem Esensial.

“Dengan begitu, akses dan penggunaan lahan di sekitar danau dapat diatur secara kolaboratif untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa itu tanpa harus mengorbankan kehidupan sosial ekonomi budaya masyarakat sekitar,” ungkapnya.

 

Upaya Konservasi

Sejak pertama kali dideskripsikan sebagai spesies baru di tahun 1994, hingga saat ini tidak ada data jumlah populasi di alam. Penurunan populasi bahkan hingga dinyatakan punah di alam liar.

BBKSDA NTT menyebutkan, ini terjadi akibat eksploitasi berlebihan, perdagangan masif tahun 1980-1990an dan adanya alih fungsi lahan menjadi kawasan pertanian.

Dari hasil penelitian terbaru BBKSDA NTT menunjukkan hanya 3 danau yang masih layak menjadi habitat kura-kura leher ular Rote yaitu danau Ledulu, danau Lendoen dan danau Peto.

Upaya konservasi yang telah dilakukan kata Timbul yaitu penelitian populasi tahun  2005 namun tidak berhasil menemukan spesies liar di alam. Melakukan pelepasliaran 40 ekor kura-kura leher ular Rote di danau Peto tahun 2009 serta  pengembangbiakan ex-situ sejak tahun 2009.

“BKSDA juga menginisiasi program konservasi kura-kura leher ular Rote ke alam sejak tahun 2016. Serta melakukan pengusulan 3 danau yakni Peto, Lendoen, dan Ledulu menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang melindungi habitat dan kura-kura leher ular Rote,” terang Timbul.

baca juga : Ayo Indonesia, Pilih Pulau Rote Jadi Tujuh Keajaiban Dunia Tempat Paling Dilindungi!

 

Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta BBKSDA NTT dan WCS –IP meninjau fasilitas koloni asuransi kura-kura leher ular Rote.Foto : BBKSDA NTT/Mongabay Indonesia

 

Sejalan dengan upaya konservasi kura-kura leher ular Rote yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA NTT bersama mitra dan para pihak terkait, pemerintah provinsi NTT telah memberikan dukungan nyata melalui terbitnya Keputusan Gubernur NTT.

Keputusan Gubernur NTT No.204/KEP/HK/2019 tentang Kawasan Ekosistem Esensial Lahan Basah sebagai Habitat Kura-kura Leher Ular Rote (Chelodina mccordi) di kabupaten Rote Ndao, provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Sebagai tindak lanjut dari peraturan ini akan dibentuk Forum Kolaborasi yang bertugas menyusun Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensia,” ungkap Timbul.

Noviar dari WCS IP menambahkan, langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah kepunahan yakni memberikan perlindungan menyeluruh bagi ketiga danau (Peto, Ledulu, dan Lendo Oen) yang menjadi habitat alami kura-kura leher ular Rote.

Pemerintah juga menurutnya perlu membatasi aktvitas pertanian dan mengatur akses masyarakat ke dalam danau, sehingga kualitas dan debet air ketiga danau itu kembali baik untuk mendukung kehidupan satwa itu.

Noviar juga menyarankan menerapkan sanksi sosial dan budaya yang disepakati seluruh anggota masyarakat di sekitar danau untuk mematuhi komitmen melindungi kura-kura leher ular Rote dan habitatnya.

“Pemerintah perlu menjadikan kura-kura leher ular Rote sebagai satwa ikonik untuk menarik wisatawan.Dengan begitu dapat mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar danau pada kegiatan pertanian, perikanan dan perburuan,” pintanya.

 

kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) merupakan jenis yang paling terancam punah di dunia. Foto: Daniel Kane/SZL program the Edge of Existence

 

Mekanisme Perlindungan

Survei menyeluruh di ketiga danau dan sistem perairan di Pulau Rote yang WCS IP lakukan bersama tim BBKSDAE NTT pada 2017 tidak berhasil menemukan kura-kura leher ular Rote.

Hasil survey kami mengonfirmasi survey sebelumnya yang dilakukan oleh tim peneliti Litbang Kehutanan. Bahkan kura-kura leher ular yang pada tahun 2009 pernah dilepas di danau Peto, sudah tidak ditemukan ketika dilakukan survei antara tahun 2005-20014 oleh BKSDA NTT.

Perburuan yang sangat marak dan tidak terkendali sejak 1980-an kata Noviar, merupakan ancaman paling serius terhadap kelangsungan populasi kura-kura leher ular Rote di alam.

Selain itu, peluasan aktivitas pertanian di sekitar danau yang menjadi habitat kura-kura menurunkan kualitas air melalui polusi dan sedimentasi yang pada akhirnya menurunkan kesintasan satwa tersebut.

Kura-kura leher ular Rote  merupakan spesies endemik yang hanya ditemukan di Pulau Rote. Jenis Chelodina lainnya, seperti Chelodina novaeguineae ditemukan di Papua (Indonesia dan Papua Nugini) dan Australia.

 

Kura-kura leher ular rote. Foto: Ben Tapley/ZSL program the Edge of Existence

 

Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi direktur eksekutif Walhi NTT  mengatakan,program pengembangbiakan kura-kura leher ular Rote yang dilakukan oleh WCS-IP sampai pada tahap repatriasi merupakan bukti kegagalan BBKSDA NTT.

Alasan pertama sebut Umbu Wulang, Kementerian Kehutanan pernah melepas sebanyak 50 ekor pada tahun 2009 dan pada tahun 2015 tidak ditemukan lagi kura-kura tersebut. Artinya ada kelemahan dalam mekanisme perlindungannya.

“Apapun alasan kepunahannya baik itu ulah kolektor atau siapapun itu,  BKSDA adalah instansi pemerintah yang paling bertanggungjawab untuk hal ini,” tegasnya.

Alasan kedua, BBKSDA tidak mampu mengurus sendiri masalah yang timbul akibat kelalainnya sehingga harus melibatkan pihak lain untuk mengatasinya. 
Repatriasi yang hendak dilakukan oleh BBKSDA harus dipikirkan dulu bagaimana mekanisme perlindungan kura-kura ini sehingga tidak terjadi hal serupa lagi.

Hal ini menurut WALHI NTT bisa dimulai dari terpeliharanya ekosistem yang menjadi habitat kura-kura ini. Sebab pada dasarnya semua komponen yang ada dalam suatu ekosistem selalu bergantungan dan saling mempengaruhi.

“Selain itu salah satu bagian dari mekanisme perlindungan yang tidak kalah penting adalah pemantauan yang intens, berhubung kura- kura ini berstatus Kritis (Critically Endangered/CR),” pungkas Umbu Wulang.

 

Exit mobile version