Mongabay.co.id

Terjadi Lagi, Hiu Paus Terjebak di Kanal Air PLTU Paiton

 

Petugas keamanan PT Pembangkit Listrik Jawa Bali (PJB) unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, menemukan seekor hiu paus (Rhincodon typus) terjebak di dalam kanal air (water intake). Hiu paus teramati terlihat sekitar 450 meter dari pintu air sekitar pukul 9.00 WIB, Kamis (29/8/2019). Temuan ini dilaporkan ke manajemen PT PJB. Rencananya akan diturunkan speed boat untuk menggiring hiu paus agar keluar kanal dan kembali ke laut lepas.

Hasil pengamatan petugas, hiu paus berukuran panjang sekitar 4,5 meter. Diperkirakan hiu paus masih bayi. Selain itu, di perairan lepas terdapat sekelompok hiu paus diperkirakan bagian dari hiu paus yang terjebak tengah mendekat kanal. Petugas terus mengawasi dan mencegah hiu paus tak semakin mendekat atau bahkan terjebak di dalam kanal.

Kanal terhubung ke laut pantai utara Jawa, air laut berfungsi untuk mengalirkan air mendinginkan pembangkit listrik. Setelah temuan itu, petugas Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (BPSPL KKP) Denpasar, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo menurunkan petugas.

baca : PJB Siapkan Evakuasi Hiu Paus Yang Terperangkap Di Kanal PLTU Paiton

 

Penampakan hiu paus  yang terjebak di kanal air PLTU Paiton, Probolinggo pada Kamis (29/8/2019). Foto : PT PJB/Mongabay Indonesia

 

Mereka bertugas mengawasi dan menggiring hiu paus ke lautan bebas. Petugas tiba Jumat (30/8/2019). Namun, saat tiba di lokasi tak terpantau lagi hiu paus di kanal tersebut. Mereka menyisiri kanal sepanjang dua kilometer. “Kami menyisir sampai ujung saluran. Sudah tak ada. Insyaallah sudah keluar sendiri,” kata petugas BPSPL Denpasar wilayah kerja Jawa Timur, Gigih Aribowo.

Ujung kanal di pesisir selebar 28 meter, sepanjang dua kilometer masuk ke dalam semakin mengecil dengan lebar sekitar 10 meter dan berkedalaman 20 meter. Di ujung kanal dipasang sebuah jaring sedalam dua meter dari permukaan air laut, sehingga tidak menutup keseluruhan kanal. Jaring digunakan untuk menahan sampah dari laut yang dikhawatirkan masuk ke dalam turbin.

Meski ada penghalang, hiu paus bisa masuk di kedalaman kanal sekitar 15 meter. Di lokasi yang sama, pada Februari 2015, juga masuk seekor hiu paus dengan panjang 14 meter. Hiu paus terjebak di dalam kanal dan sulit keluar. Saat itu, hiu paus terluka dan ditemukan mati beberapa hari kemudiaan. Luka di badan hiu paus diperkirakan menyebabkan infeksi.

Gigih menyebutkan jika sebelumnya sesekali hiu paus sesekali muncul di permukaan dan kembali menyelam ke dalam, Namun, sejak Jumat sudah tak terlihat hiu paus di permukaan. Ia memperkirakan hiu paus telah keluar kanal ke laut bebas. Jika sudah keluar laut bebas, katanya, diperkirakan aman.

baca juga : Hiu Paus Yang Terjebak di Kanal PLTU Paiton Akhirnya Mati

 

Petugas gabungan mencari keberadaan hiu paus dalam kanal air (water intake) PLTU Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jatim. Foto : BPLSP Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Sampai saat ini, tidak ada lagi laporan keberadaan hiu paus tersebut dalam kanal air. “Tim memantau sampai hari Sabtu (31/8/2019), dan tidak ada laporan. Berarti sudah keluar. Sampai saat ini belum ada laporan lagi,” kata Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi BPSPL Denpasar yang dihubungi Selasa (3/8/2019).

Hiu paus menyukai masuk ke dalam kanal karena cenderung hangat. Saluran air untuk mendinginkan PLTU Paiton ini menghangat. Pada waktu tertentu hiu paus terlihat di permukaan. Terutama mulai September di pantai Bentar, Probolinggo. Kini, ada kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) yang membantu mengawasi hiu paus yang melintas. Menjaga agar hius paus tetap aman. PLTU Paiton, katanya, merupakan area vital Negara. yang berstatus terbatas. Sehingga harus dijaga dan diwaspadai kemunculan biota laut.

menarik dibaca : Uniknya Pola Pergerakan Hiu Paus di Teluk Saleh dan Teluk Triton

 

Peta posisi hiu paus yang terjebak dalam kanal air PLTU Paiton. Sumber : PJB PLTU Paiton/BPSPL Denpasar

 

Rekomendasi

Kepala BPSPL Denpasar Suko Wardono mengatakan jika kawasan Probolinggo menjadi kawasan perlintasan dan habitat hiu paus. Jalur hiu paus mulai sepanjang Paiton sampai ke Kenjeran, Surabaya.

Untuk mencegah hiu paus masuk kanal direkomendasikan segera memasang teralis atau jeruji besi. Untuk mencegah terulangnya hiu paus masuk kembali ke kanal air, direkomendasikan pemasangan jaring atau teralis sampai ke dasar kanal.

“Rekomendasi harus segera ditindaklanjuti agar tak membingungkan banyak orang,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (31/8/2019). Apalagi jika biota laut masuk juga membahayakan serta mengancam produksi listrik. Pembangkit listrik bisa terganggu seperti 2015 lalu. Evakuasi dilakukan selama 10 hari, namun ternyata hiu paus berakhir mati.

baca : Ini Penjelasan KKP Soal Ikan Hiu Paus yang Mati Terjebak di PLTU Paiton

 

Ujung kanal air (water intake) PLTU Paiton yang dipasangi jaring untuk mencegah sampah masuk. Karena jaring tidak menutupi sampai dasar kanal, hiu paus masuk ke saluran air pada Kamis (29/8/2019). Foto : BPLSP Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Dwi Suprapti, Marine Species Conservation Coordinator, WWF-Indonesia mengkhawatirkan hiu paus masih di dalam kanal. Lantaran pengalaman 2015 lalu, sulit hiu paus digiring keluar kanal. Dulu, katanya, juga terlihat di permukaan kemudian menyelam ke dalam dan tak terlihat. Ternyata hiu paus tetap di dalam tak keluar kanal.

“Karakter hiu itu suka di air dalam. Ini ikan bukan mamalia. Ini hiu, bukan paus. Bisa hidup di kedalaman hingga 1000 meter,” katanya. Hiu paus suka menyelam di kedalaman. Sedangkan hiu paus muncul di permukaan untuk mencari makan. Jika tak makan, hiu paus lebih suka di dalam. Tak muncul ke permukaan.

“Khawatir di dalam. Hiu paus makan ikan teri, udang rebon, dan planton,” katanya. Pemahaman saya, kata Dwi, di kanal ada beberapa pintu berlapis. Jika hiu paus masuk, sulit untuk kembali balik lagi.

”Takutnya masih ada di dasar,” katanya. Saat hiu paus terjebak di kanal 2015 dia mengusulkan menggiring keluar. Namun dilarang karena dianggap berbahaya. Apalagi mesin dalam kondisi panas dan berbahaya. Berisiko.

Sejak 2015, kata Dwi, diusulkan membangun jeruji besi sampai dasar. Agar hiu paus tak kembali terulang terjebak di kanal. Namun, ternyata sampai kini belum dipasang.

Jika hiu paus terlanjur di dalam kanal, perlu usaha menggiring keluar. Namun dengan risiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan jiwa manusia. Lebih baik mengutamakan keselamatan manusia dibandingkan menyelamatkan hiu paus. “WWF Indonesia akan berusaha memberikan bantuan semampunya,” katanya.

 

Proses identifikasi hiu paus (Rhincodon typus) pasca kematian di kolam intake PLTU Paiton, Jawa Timur pada Februari 2015. Foto : JAAN/Mongabay Indonesia

 

Habitat Penting

Probolinggo merupakan habitat hiu paus mencari pakan. Makanan melimpah mulai udang rebon, teri dan planton. Sehingga kerap dilihat hiu paus muncul di permukaan untuk mencari pakan. Sedangkan habitat hiu paus berada di perairan tropis, di sejumlah titik.

Probolinggo menjadi habitat penting untuk memenuhi nutrisi hiu paus. Kini, kemunculan hiu paus menjadi atraksi pengamatan hiu paus. Wisatawan bisa menumpang perahu nelayan untuk melihat lebih dekat. “Boleh mendekat dan menjadi atraksi wisata asal jarak dibatasi. Tak boleh terlalu dekat,” kata Dwi.

Supervisor Umum dan CSR PT PJB Sukirman Hadi Prayitno mengatakan rombongan hiu paus sering melintas di dekat lokasi pembangkit listrik. Jika ada hiu paus masuk ke kanal diteruskan laporan ke KKP. “Semoga tak ada lagi,” katanya.

Hiu paus yang masuk kanal,katanya, tak terlalu menganggu secara teknis. Sedangkan usaha memasang teralis atau jeruji besi masih dalam proses. “Tapi keburu ada hiu paus lagi yang masuk ke kanal,” katanya.

Proses pengadaan jeruji di kanal untuk menghalau hiu paus masih dalam proses. Harus melalui tender secara terbuka. “Harus tender dulu, karena dipakai tiga perusahaan. Tak bisa langsung dipasang,” katanya.

 

Ilustrasi, Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International

 

Exit mobile version