Mongabay.co.id

Subsidi Perikanan, Bentuk Perlindungan Negara kepada Nelayan Kecil

 

Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pemberian subsidi perikanan untuk industri perikanan di Indonesia. Perpres tersebut menjadi jawaban tehadap butir 14 dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) atau sustainable development goals (SDGs) yang didalamnya berisi larangan pemberian subsidi perikanan dan mulai diberlakukan oleh organisasi perdagangan dunia (WTO) pada 2020 mendatang.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang bertanggung jawab atas terbitnya rancangan Perpres tersebut, terus melakukan penguatan kebijakan pemberian subsidi perikanan. Dengan kata lain, Pemerintah Indonesia ingin tetap memberlakukan kebijakan pemberian subsidi perikanan, namun dilakukan dengan tepat sasaran.

Diketahui, dalam SDGs butir 14, terdapat penjelasan yang melarang subsidi perikanan diberikan kepada pemilik kapal atau nelayan, karena praktik seperti itu akan memicu berjalannya praktik haram seperti illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), overfishing, dan overcapacity. Untuk itu, agar praktik seperti itu tidak terjadi, diperlukan pengaturan melalui regulasi yang tegas dan jelas.

baca : Subsidi Perikanan Tepatnya untuk Siapa?

 

Kapal-kapal nelayan yang berlabuh diantara tumpukan sampah di pantai di pesisir Pantai Muncar, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto mengatakan, insentif perikanan bisa menjadi hal positif atau bahkan negatif jika diberikan kepada pelaku usaha skala besar ataupun kecil pada industri perikanan nasional. Namun, insentif juga akan menjadi positif karena bisa menstimulasi pengembangan perikanan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

“Hasil positif tersebut dapat diperoleh pada wilayah yang kondisi perikanannya belum berkembang dan sumber daya ikan belum dimanfaatkan penuh. Selain itu, insentif juga harus dapat dikendalikan, sehingga penangkapan ikan tidak berkembang melebihi daya dukung sumber daya yang ada,” ungkapnya dua pekan lalu di Jakarta.

Luky menjelaskan, dari hasil analisa data dan informasi yang dilakukan tim peneliti IPB terhadap pelaksanaan insentif perikanan pada 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI, manfaat positif dirasakan para pelaku usaha perikanan tangkap setelah mendapatkan insentif perikanan. Dengan kata lain, insentif yang sudah berjalan terbukti memberikan manfaat kepada semua pihak yang terlibat.

Sementara, jika ada insentif yang tidak memicu nilai manfaat, itu bisa terjadi karena dampak program insentif perikanan tersebut tidak berjalan merata untuk semua wilayah. Dengan demikian, walau program sudah sesuai dengan yang direncanakan, namun pada praktiknya masih belum berjalan secara luas.

“Dari hasil analisa, diketahui bahwa insentif perikanan untuk jenis asuransi nelayan, itu sudah hampir merata di seluruh WPP RI,” tuturnya.

baca juga : Pertama Di Dunia, Asuransi Pembudidaya untuk Lindungi dari Bencana

 

Sekelompok nelayan di pantai Depok, Yogyakarta. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Positif dan Negatif

Selain asuransi, program insentif lain yang sudah dilaksanakan adalah bantuan sarana dan prasarana perikanan tangkap, bantuan peningkatan keterampilan nelayan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), bantuan perbaikan kerusakan sarana dan prasarana pendukung, bantuan sarana dan prasarana pemasaran serta distribusi ikan.

“Bantuan komunikasi perikanan dan bantuan penyusunan laporan kelompok usaha perikanan,” tambahnya.

Saat melaksanakan program insentif untuk sektor perikanan, Luky mengingatkan jika penerapan sistem tersebut harus menggunakan mekanisme yang bisa menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan yang ada. Selain itu, insentif perikanan juga bisa diterapkan khusus untuk WPP yang masih memiliki peluang usaha.

Sementara Asisten Deputi Sumber daya Hayati Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Andri Wahyono menjelaskan, penguatan rancangan Perpres tentang tata cara pemberian subsidi perikanan penting untuk terus dilakukan. Hal itu, karena program subsidi perikanan selama ini selalu memicu hal yang positif sekaligus negatif di waktu bersamaan.

Menurut Andri, program subsidi perikanan di 11 WPP RI itu berjalan secara beriringan antara perikanan tangkap dengan perikanan budi daya. Sementara, dalam rancangan Perpres tentang tata cara pemberian subsidi perikanan, masih dibahas apakah kedua sektor andalan perikanan itu pemberian subsidinya harus digabung atau dipisah.

“Sudah ada sebelumnya, tapi masih gabungan,” sebutnya.

perlu dibaca : Pembudidaya Ikan Skala Kecil Kini Semakin Terlindungi

 

Nelayan di Aceh masih berburu hiu, menggunakan pancing, bukan jaring. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Agar Perpres tersebut bisa menjawab semua permasalahan dalam program subsidi perikanan, maka Pemerintah Indonesia melibatkan banyak pihak yang terkait dalam proses penyusunan yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir. Sampai sekarang, prosesnya masih terus berjalan dan belum menemukan titik akhir dengan persepsi yang sama.

“Ini sudah dua tahun belum selesai padahal kepentingannya mendesak. Ada bantuan dari WWF (World Wildlife Fund) untuk membantu menyiapkan naskah akademis,” ungkapnya.

Sebelum naskah akademik disiapkan, Andri memastikan jika WWF sudah melakukan survei ke lapangan pada 11 WPP RI dengan melibatkan peneliti dari IPB. Survei tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya dampak maupun manfaat terhadap pemberian subsidi perikanan yang selama ini telah dilakukan.

Sementara, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Perdagangan RI Sondang Anggraini mengungkapkan, penyusunan rancangan Perpres tentang tata cara pemberian subsidi perikanan menjadi langkah yang bijak dan tepat bagi Indonesia. Pasalnya, Indonesia saat ini sedang fokus memberantas praktik IUUF yang bisa menghancurkan sumber daya perikanan.

Di saat yang sama, Indonesia juga memperlihatkan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak nelayan kecil agar bisa tetap melakukan kegiatan usaha di wilayah laut tanpa harus mengancam, merusak, dan atau memberi dampak negatif pada lingkungan sekitarnya.

menarik dibaca : Indonesia Pertahankan Subdisi Perikanan untuk Nelayan Kecil, Seperti Apa Itu?

 

Seorang perempuan dari keluarga nelayan di Sungai Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah membenarkan jaring. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Nelayan Kecil

Dalam perundingan subsidi perikanan di level internasional yang dilakukan Pemerintah Indonesia, Sondang mengatakan bahwa program subsidi perikanan akan tetap dilberikan nelayan kecil dan usaha perikanan skala kecil. Namun, program subsidi perikanan dilakukan dengan tetap melaksanakan pemberantasan IUUF.

Komitmen Negara untuk tetap memberikan subsidi perikanan, juga ditegaskan Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan RI Hidayat Amir. Menurutnya, subsidi perikanan akan tetap diberikan, karena Negara ingin menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas ke masyarakat.

“Pemberian subsidi terus diupayakan agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin,” tegasnya.

Hidayat menjelaskan, WTO melarang program subsidi dilaksanakan karena bisa berdampak pada kinerja ekspor atau bahkan memicu penerima subsidi untuk mengejar target ekspor tertentu. Selain itu, larangan juga diberlakukan WTO jika mengharuskan penerima untuk menggunakan barang-barang dalam negeri dan bukan dari luar negeri.

Di sisi lain, Perwakilan Direktorat Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual Kementerian Luar Negeri RI Royhan N Wahab mengungkapkan, ada perdebatan tentang overfishing dan overcapacity yang disebutkan dalam SDGs butir 14. Di antara perdebatan itu, adalah terkait pendekatan bentuk subsidi yang dilarang dengan penerapan tes untuk mengetahui dampak dari subsidi yang diberikan kepada penerima.

“Pembahasan pelarangan pemberian subsidi di high seas efeknya sulit dimonitor. Untuk itu, ada usulan mengenai penggunaan pembatasan pemberian subsidi menggunakan batasan nilai subsidi,” jelasnya.

Jaminan pemberian subsidi perikanan, menurut Royhan juga sudah ditulis dengan jelas dalam Pasal 24 Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudi daya Ikan, dan Petambak Garam. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan subsidi sesuai kewenangannya.

Bentuk subsidi, antara lain untuk BBM atau sumber energi lain, air bersih, dan es kepada nelayan; BBM atau sumber energi lain, induk, benih, bibit, pakan, dan obat ikan kepada pembudi daya ikan kecil; dan BBM atau sumber energi lain kepada petambak garam kecil.

baca juga : Subsidi Solar Tidak Tepat Sasaran, Pencabutan Subsidi Jadi Solusi?

 

Sekelompok nelayan sedang membeli solar dengan mengisinya ke jerigen di sebuah SPBU khusus untuk nelayan. Foto : kominfo pempro jatim/Mongabay Indonesia

 

Pada 2018, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pernah mengkritik kebijakan program subsidi perikanan yang dinilai ikut memicu berlangsungnya praktik IUUF di wilayah perairan laut Indonesia. Oleh itu, KNTI merasa sepakat bahwa praktik subsidi perikanan harus dihentikan, kecuali Negara bisa menjamin akan disalurkan kepada yang tepat.

“Hal ini berdampak terhadap pangsa stok ikan yang terus menurun sepanjang tahun. FAO mencatat adanya penurunan stok ikan yang yang cukup signifikan, dari sekitar adanya 90 persen stok ikan di tahun 1974 dan menurun hingga 69 persen di tahun 2013,” ujar Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

 

Exit mobile version