Mongabay.co.id

Janji Setia Ric O’ Barry pada Pembebasan Lumba-lumba di Seluruh Dunia

Richard O'Barry, legenda hidup pengkampanye lumba-lumba di dunia melalui lembaganya The Dolphin Project. Foto : facebook Richard O'Barry/Mongabay Indonesia

 

Richard O’Barry, pria kelahiran 1939 ini menjadi sejarah terkenalnya lumba-lumba untuk atraksi, akibat serial TV fenomenal yang juga mengubah haluan hidupnya, Flipper. Film berikutnya, The Cove, adalah kebalikan dari dampak Flipper.

The Cove dibuat 2009 garapan Louie Psihoyos yang merekam praktik perburuan lumba-lumba di Jepang, sampai upaya advokasi ke konferensi internasional. Dibuat dengan dramatik dari aksi kolaborasi aktivis dan peneliti, film ini dianugerahi Oscar untuk Dokumenter Terbaik pada 2010.

Ric, panggilan akrab Richard seolah bersumpah setia pada kebebasan dolphin. Ia menjadi sosok yang dihormati di kampanye pelepasliaran dan kesejahteraan lumba-lumba. Di usianya ke-80 nanti, ia masih tak lelah keliling dunia untuk beraksi bagi dolphin, di lapangan maupun penggalangan dana.

Salah satu gerakannya, The Dolphin Project, menarik perhatian pecinta satwa liar dan melalui akun media sosial dan website terus meng-update situasi sejumlah negara dan peristiwa, misalnya Teluk Taiji di Jepang, dan Bali.

Ric ada di antara aktivis yang sedang membebaskan lumba-lumba di sebuah kolam hotel di Lovina, Buleleng, Bali utara. Ric juga ada di lokasi rehabilitasi, tempat relokasi para dolphin.

baca : Dua Dolphin Terakhir Akhirnya Bebas dari Kolam Hotel Melka

 

Richard O’Barry saat memberi makan Rambo, satu dari dua lumba-lumba yang dievakuasi dari Hotel Melka, Buleleng, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Saat mulai wawancara, ia menanyakan apakah sudah tahu protokol bagaimana melihat melepaskan ke alam dan melihat dolphin dengan bertanggungjawab? Dalam webnya, sebuah artikel membantu menjawabnya.

Dikutip dari artikel Dolphin Project, bagi sebagian orang, berenang dengan lumba-lumba liar bisa menjadi alternatif yang sangat menarik untuk mengunjungi fasilitas penangkaran. Tetapi perlu perhatian dan pertimbangan ekstra. Tur tidak boleh menjamin atau mempromosikan bahwa Anda dapat berenang dengan lumba-lumba, atau melakukan kontak fisik dengan mereka. Bahkan, menyentuh atau mengejar lumba-lumba di dalam air dapat dianggap ‘pelecehan’, yang ilegal menurut hukum federal AS.

Untuk menjamin interaksi lumba-lumba liar, beberapa operator diketahui memberi makan untuk mendorong interaksi, yang dapat merusak independensi mereka, mengganggu pencernaan dan kesehatan mereka. Atau mendorong mereka untuk mendekati kapal lain dan meningkatkan risiko serangan. Setiap tur yang menawarkan makanan ikan atau kesempatan makan harus dihindari.

Di beberapa daerah seperti Hawaii, ada kekhawatiran tambahan bahwa perahu dan wisatawan mengganggu tidur lumba-lumba, yang dapat mengurangi tingkat kelahiran dan menyebabkan stres tambahan. Tanyakan kepada operator tur apakah mereka mengikuti pedoman untuk mencegah gangguan pada spesies sensitif.

Akhirnya, setiap operator harus memiliki aturan perilaku dan informasi keselamatan mengenai kemungkinan pertemuan lumba-lumba liar oleh perenang. Aturan-aturan itu harus dirancang untuk mencegah kontak dan melindungi lumba-lumba dari gangguan yang tidak diinginkan. Lumba-lumba liar, dan mereka harus dihormati. Beberapa lumba-lumba penasaran dan mungkin mendekati perenang atau penyelam di dalam air, tetapi harus selalu menjadi keputusan mereka untuk memulai kontak serta mengakhiri pertemuan itu.

Pasca film The Cove, Ric dilarang pengadilan setempat masuk ke Jepang, namun pada 3 Oktober lalu, ia mengumumkan sudah diijinkan kembali ke Jepang.

baca juga : Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya

 

Richard O’Barry (dua dari kiri) saat ikut memevakuasi lumba-lumba Dewa dari Hotel Melka, Lovine, Buleleng, Bali. Foto: Dolphin Project/Mongabay Indonesia

 

Info lain yang ia bagi adalah siaran pers TripAdvisor dan Viator pada 2 Oktober yang tidak akan menjual tiket pertunjukan atau mendorong publikasi rekreasi terkait satwa cetaceans seperti paus dan lumba-lumba yang ditangkap. “Thank you @TripAdvisor and @Viator for being on the right side of history,” tulisnya.

Hastag #EmptyTheTanks adalah salah satu kampanye Ric dan The Dolphin Project. Frase yang jelas dan lugas.

Berikut wawancara Mongabay Indonesia ketika bersua Ric O’ Barry di Sanur, pada Jumat (9/9/2019) lalu.

 

Mongabay (M) : Apa yang membuat anda datang ke Bali?

 Richard O’Barry (RO) : Mendukung lembaga akar rumput kecil, saya dapat 200-an email per hari dari banyak pihak. Sebagian minta tolong. Pertama ke Bali, 10 tahun lalu untuk pemutaran film. Bertemu JAAN (Jakarta Animal Aid Network), komunitas yang berbuat dari hati, bukan bisnis. Kami seperti keluarga.

 

M : Apakah anda akan di Bali sampai semua lumba-lumba dibebaskan dari kolamnya?

RO : Ada kemungkinan, ada protokol bagaimana melepas lumba-lumba ke alam liar. Kita punya protokol bagaimana melepas lumba-lumba ke alam liar, sebuah metode bagaimana melepaskannya. Berdasar pengalaman saya di Guatemala, Nicaragua, Korea Selatan, Haiti, kami bisa berasumsi bisa melepas

Rocky dan Rambo (nama dolphin yang sedang direhab di Bali) bisa saja kembali ke alam mereka jika cukup kuat, kita belum yakin, harus lihat protokolnya. dua lainnya mungkin tidak di-release, tidak punya gigi dan ada yang buta. Hubungan saya dengan mereka seperti selamanya, seperti adopsi. Seperti dolphin yang dibebaskan dari Melka, kamu bertanggungjawab selamanya, kamu membuat tempat, sanctuary, untuk mereka.

 

M : Membantu JAAN untuk sanctuary di Karimun Jawa?

RO : Kami tinggal di sana beberapa saat, kami jadi seperti keluarga. Bisa jadi sanctuary untuk lumba-lumba yang pernah ditangkap. Tapi semua lumba ditangkap di Jawa Tengah, paling bagus dilepas di mana keluarganya tinggal. Kami tidak tahu detailnya. Mari bekerja bersama, mengubah ini, dan lakukan bersama, real sanctuary, tidak hanya green washing.

perlu dibaca : Rocky dan Rambo Akhirnya Menikmati Laut

 

Dewa saat di pindahkan ke jaring di laut (sea pen) dari Hotel Melka, Lovina, Buleleng, Bali. Foto: Dolphin Project/Mongabay Indonesia

 

M : Pernah ke Lovina untuk dolphin watching di tengah laut?

RO : Belum, saya tertarik. Saya banyak bekerja, sedikit waktu. Apakah kamu pernah? Apakah bagus? Saya dengar terlalu banyak turis dan kapal. Saya ingin melihatnya.

 

M : Saya menonton The Cove, apa dampaknya pada industri penangkapan dolphins di dunia?

RO : Banyak dampak positif yang besar, ini film dokumenter yang banyak diberi penghargaan artinya jutaan orang menonton dan mulai peduli. Film ini tentang penangkapan dan pembunuhan lumba-lumba. Orang-orang mulai peduli, kepedulian ini langkah pertama. Kamu tak bisa beraksi kalau belum peduli, Kemudian aksi, misalnya tak beli tiket pertunjukkan lumba-lumba, mereka akan berpikir ulang beli tiket.

 

M : Masih melakukan observasi di Taiji, Jepang?

RO : Kami punya tim, di awal September mulai perburuan dolphin, mereka akan mendokumentasikan untuk menarik perhatian dan berlangsung sampai enam bulan, terus dilakukan agar orang peduli. Terakhir di Jepang dua tahun lalu, jika saya (bertemu) ke Imigrasi bisa saja dipenjara, dipindahkan ke penjara lalu dideportasi. Saya tidak melanggar hukum. Pengadilan akan memutuskan apakah saya bisa ke sana, jika iya saya akan segera ke sana. Ketika saya ditahan, kami dapat banyak perhatian media internasional di Taiji. Ketika kembali media akan ada jadi ini akan jadi ide buruk jika saya ditahan lagi.

baca juga : Konflik Sewa Lahan Berujung Penyegelan Usaha Wisata Atraksi Lumba-lumba

 

Lumba-lumba Rambo yang bergerak sangat lincah bergerak di area sea pen, lokasi rehabilitasi di Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

M : Bagaimana dengan peristiwa di Faroe Island?

RO : Kami tidak terlalu terlibat, kami tim kecil sekali. Itu bukan dolphin tapi paus. Ada sebuah musim saat sangat dingin, ada suatu waktu pilot whales (paus pilot) memberi makanan untuk warga, sangat terkait tradisi. Mereka bisa menghentikannya. Pergi ke sekolah dan didik tentang racun merkuri. Kami sudah sering berteriak tentang ini. Bukan isu penangkapan lumba-lumba, tapi paus. Sulit mengubahnya. Sementara di Salomon Island itu isu penangkapan lumba-lumba dan kita juga bekerja di sana. Sarah, seorang peneliti mempelajari tradisi dan penangkapan lumba-lumba sejak 1973.

 

M : Bagaimana dengan di Indonesia?

RO : Isunya penangkapan lumba-lumba. Sirkus lumba-lumba adalah hal terburuk di dunia, saya mencoba menghentikannya. Kami pernah hendak menyelamatkan di camp lumba-lumba. Kami punya helikopter, tapi dihalangi oleh korupsi. Kalian punya menteri perempuan di Menteri Kehutanan sekarang, saya kira kondisi sudah berubah lebih baik, kami punya hubungan lebih baik. Saya melihat kemajuan yang bisa diukur.

 

M : Cara kampanye di Jepang?

RO : Kami mendukung komunitas warga di sana, ayo dokumentasikan agar lebih banyak warga peduli. Warga di sana harus menghentikannya. Saat film itu keluar, banyak yang tak bisa menontonnya di Jepang. Hanya kelompok kecil saja yang bisa menontonnya. Ada yang berusaha menghalanginya.

 

M : Kampanye terbaik untuk mencegah atraksi lumba-lumba untuk wisata?

RO : Jika ingin menghentikan penangkapan lumba-lumba, kita harus melakukannya. Karena itu saya mengampanyekan real sanctuary untuk belajar yang sebenarnya. Mengenalkan isu ini ke pelatih lumba-lumba. Misal ini lumba yang baru di buta, tanpa gigi.

Ricky and Rambo dilepaskan harusnya itu jadi pertunjukannya bukan berenang bersama mereka. Lumba yang tak mungkin dirilis harus tetap direhab, sampaikan kenapa, dan itu yang harus ditunjukkan. Kebenaran yang sederhana untuk upaya membebaskannya. Jika bisa kerjasama dengan pemiliknya kita akan lakukan. Ini akan jadi publisitas yang positif untuk Bali, Indonesia.

Dolphin Sanctuary, sebenarnya bukan green washing. Itu masih bisa menghasilkan untuk pemiliknya. Harus dipimpin orang Indonesia. Itu mimpi saya. Ini bukan pertunjukkan jangan beri tepuk tangan, tapi edukasi sebenarnya. Jadi mereka tak akan beli tiket untuk pertunjukan lumba lagi. Saya harap para pelatih lumba di sini mau kerjasama, saya yakin mereka bisa lebih baik. Pemerintah juga mau kerjasama.

menarik dibaca : Marak, Penyiksaan Lumba-Lumba Berkedok Wisata Konservasi di Bali

 

Richard O’Barry, pria 80 tahun ini masih enerjik di lapangan saat beraksi membebaskan lumba-lumba. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

M : Berapa lama akan kerja di pembebasan lumba-lumba ini?

RO : Sejak 10 tahun lalu, film The Cove keluar, banyak yang menghubungi saya untuk bantu memecahkan masalahnya. Ada yang kirim email, ayo ke Bali, mari kerja bersama. Kondisi Rocky dan Rambo, kamu tahu, ketika di Hotel Melka, saya kira dia menyebut Rainbow ternyata Rambo. Mereka fantastik, proses pemulihan hanya bisa dimulai dari air laut, hal sederhana, karena tak bisa disembuhkan di kolam renang. Tidak ada apa di kolam, hanya tembok, lumba-lumba punya primer sense yang berorientasi suara, kamu menutupnya dari koneksi keluarga dan sensoriknya.

Di alam laut, mereka bisa dengar suara satwa di bawah laut, lumba-lumba lain, arus yang berubah, ini proses pemulihan. Kita memberinya makan ikan utuh, 7 kali per hari. Di kolam, mereka biasanya diberi makan ikan potongan. Pemulihannya bisa dipantau hari per hari. Bisa dilanjutkan ke kolam laut lebih dalam, semoga bisa beri pilihan, kami buka pintu saat mereka siap. Kamu (dolphin) mau tinggal di sini atau pergi ke laut? Biarkan mereka memilih.

***

 

Keterangan foto utama : Richard O’Barry, legenda hidup pengkampanye lumba-lumba di dunia melalui lembaganya The Dolphin Project. Foto : facebook Richard O’Barry/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version