Mongabay.co.id

Rusak Berat, Hampir Setengah Tahura Pocut Meurah Intan Jadi Kebun

 

 

Taman Hutan Raya [Tahura] Pocut Meurah Intan yang berada di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, terus mengalami kerusakan. Hutan yang didominasi pohon pinus [Pinus merkusii] itu terang-terangan dirambah untuk dijadikan kebun kakao, pisang, jagung, bahkan sawit.

Padahal, hutan yang pelestariannya dilakukan sejak 1930 ini, hanya berjarak 70 kilometer dari Kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh.

Masyarakat Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar yang tinggal disekitar hutan Tahura tersebut, saat diminta tanggapan terkait banyak perambahan di hutan itu mengaku tidak kaget.

“Semua orang dapat melihat, tahura itu di pinggir jalan nasional yang menghubungkan Kota Banda Aceh dengan Sumatera Utara,” sebut A. Rasyid, warga Saree, Kabupaten Aceh Besar, baru-baru ini.

Baca: Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan Terbakar, Apa Penyebabnya?

 

Tahura Pocut Meurah Intan yang dirambah untuk dijadikan kebun. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rasyid mengatakan, harusnya pengamanan hutan bisa dilakukan dengan baik, tapi yang terjadi sebaliknya. “Umumnya, perambah itu datang dari Kabupaten Pidie, Kota Banda Aceh, juga Kabupaten Aceh Besar, tapi di luar Kecamatan Lembah Seulawah,”ujarnya.

Polisi hutan sepertinya sudah tidak sanggup mengusir perambah yang telah cukup banyak menebang pinus. Pernah dilakukan penertiban, yang terjadi malah kantor mereka diamuk massa.

“Sebagian besar pemilik lahan di tahura adalah orang-orang yang memiliki pengikut atau pendukung. Jika ada penertiban, mereka dengan mudah mengerahkan orang banyak. Hal yang sama terhadap pelaku pembalakan liar, mereka berani melawan bila ditangkap,” ujarnya.

Munawardi, warga Kecamatan Lembah Seulawah mengatakan, dampak perambahan menyebabkan air mulai berkurang. “Lima tahun sebelumnya, kami di Saree tidak pernah kekurangan air yang mengalir dari Gunung Seulawah,” ujarnya.

Baca: Aktif Tindak Pembalakan Liar, Pos Tahura Pocut Meurah Intan Malah Diserang Perambah

 

Tahura Pocut Meurah Intan dirambah hingga hampir sebagian luas totalnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Idir Ali, Sekretaris Forum Orangutan Aceh, yang menyelesaikan pendidikan sarjana dengan melakukan penelitian di Tahura Pocut Meurah Intan berpendapat, kondisi hutan ini harus dipulihkan. “Hal utama yang harus diselesaikan adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh harus menertibkan semua kegiatan ilegal, tanpa pandang bulu,” sebutnya.

Menurut Idir, jika penertiban tidak segera dilakukan, bangunan-bangunan liar akan bertambah. “Orang berani merambah karena penegakan hukum tidak ada,” jelasnya.

 

Selain dirambah untuk dijadikan kebun, tahura ini juga diambil kayunya oleh orang tidak dikenal. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Melibatkan banyak orang

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nur sependapat dengan Idir Ali. Menurutnya, penegakan hukum harus serius. “Polhut pernah melakukan penertiban, tapi kantor mereka didemo dan dirusak. Kepolisian juga pernah didatangi pelaku illegal logging.

“Pernah ada penangkapan pelaku dan truk yang membawa kayu diamankan. Tapi, kasus tersebut tidak pernah ke pengadilan,” urainya.

Sebenarnya, tambah Muhammad Nur, bukan hanya perambah yang menghancurkan Tahura Pocut Meurah Intan, pemerintah juga ikut berperan.

“Amdal pelurusan jalan di dalam tahura telah selesai dibahas dan diterima oleh Komis Amdal Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh. Jika proyek dilaksanakan, pastinya hutan akan rusak,” ujarnya.

Baca juga: Alamak! Hutan Pinus di Tahura Pocut Meurah Intan Berubah jadi Kebun Kakao dan Pisang

 

Meski lokasinya di pinggir jalan namun Tahura Pocut Meurah Intan terus dirambah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Syahrial, mengakui terjadi perambahan di Tahura Pocut Meurah Intan yang melibatkan banyak orang atau kelompok.

“Kami telah berusaha melakukan penertiban, namun kendalanya sangat besar. Dinas LHK juga kurang mendapat dukungan dari pihak lain, masih bekerja sendiri, termasuk mencarikan solusi terkait perambahan dan pembalakan liar,” paparnya.

Syahrial mengatakan, satu solusi yang mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi perambahan adalah dengan menerapkan pola kerja sama atau perhutanan sosial. “Sejumlah masyarakat sudah bersedia mengikuti pola ini, tapi butuh waktu untuk melaksanakan karena harus mendapat izin dari Kementerian LHK,” terangnya, awal pekan ini.

Berdasarkan perhitungan tim Geographic Information System Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], tutupan Tahura Pocut Meurah Intan pada Desember 2018 hanya 3.304 hektar dari luas total 6.218 hektar.

Penunjukan tahura berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.103/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014. Untuk pengelolaannya, dibawah Unit Pelaksana Teknis Dinas [UPTD] Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Tahura Pocut Meurah Intan.

 

 

Exit mobile version