Alamak! Hutan Pinus di Tahura Pocut Meurah Intan Berubah jadi Kebun Kakao dan Pisang

Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan yang terletak di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Aceh, rusak parah. Hutan pinus yang tumbuh subur, berubah menjadi perkebunan masyarakat. Kakao, pisang, dan jagung menghiasi tahura yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Banda Aceh ini.

Padahal, butuh waktu panjang untuk menjadikannya tahura. Diawali tahun 1930, ketika kawasan gunung berapi Seulawah Agam ini ditetapkan sebagai kawasan hutan. Pada 1990, Pemerintah Daerah Istimewa Aceh melalui SK Gubernur Kepala DI Aceh No 522.51/442/1990 tanggal 4 September 1990 membentuk Tim Taman Hutan Raya Seulawah yang luas peruntukannya mencapai 25.000 hektar.

Dari luas tersebut, hanya 10.000 hektar dianggap mewakili keanekaragaman flora, fauna, maupun potensi fisik lainnya. Akhirnya, 6.300 hektar yang ditetapkan sebagai luas areal Tahura Pocut Meurah Intan yang semula bernama Seulawah.

Suryaman, warga Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, menyebutkan akibat maraknya pembukaan lahan untuk pertanian kondisi hutan ini makin kritis. Ratusan hektar hutan pinus di Seulawah diganti kakao dan pisang oleh masyarakat pendatang.

“Meskipun di sekitar hutan berdiri Markas Komando Brimob Polda Aceh dan Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah, namun tidak pernah terdengar aparat menindak pelaku pembukaan lahan atau penebang kayu,” ungkap Suryaman yang sehari-hari bekerja sebagai petani.

Warga Saree lainnya Darmani, juga mengakui hal yang sama. Menurutnya, pembukaan lahan untuk kebun hanya terlihat dari luar saja, sementara di dalam tahura pembalakan kayu telah berlangsung.

Darmani mengatakan, polisi hutan (Polhut) yang bertugas di UPTD Tahura Pocut Meurah Intan tidak sanggup menangani pembukaan lahan yang terjadi. “Polhut malahan dikejar 15 pembalak bersenjata tajam saat melarang penebangan kayu pada 15 Agustus 2014 lalu,” ujar Damani.

Kepala UPTD Tahura Pocut Meurah Intan M Daud, saat dikonfirmasi, membenarkan kejadian itu. Laporan telah dibuat ke kepolisian. “Kami tidak bisa mentolerir, mereka telah merusak tahura dan mengancam nyawa staf UPTD,” ujar M Daud.

Juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma mengatakan, sudah seharusnya Dinas Kehutanan dan aparat kepolisian serius menjaga Tahura Pocut Meurah Intan. Jika dibiarkan, yang menderita adalah masyarakat yang tinggal di Aceh Besar, Banda Aceh, dan Pidie,” ungkapnya.

Menurut Efendi, selama ini jarang dilakukan penegakkan hukum terhadap pembalak kayu dan masyarakat yang membuka kebun, sehingga mereka makin berani.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Husaini Syamaun menyebutkan,  pemerintah sedang menertibkan semua perkebunan di Tahura Pucot Meurah Intan.  Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten telah melakukan upaya persuasif agar masyarakat tidak lagi membuka kebun di hutan pinus tersebut.

Husaini mengatakan, penyitaan mesin warga yang kedapatan memotong kayu di tahura telah dilakukan. “Sembilan unit telah disita dan sejumlah warga ada yang ditangkap karena tidak mematuhi aturan,” sebutnya.

Dalam waktu dekat, Dinas Kehutanan akan menanam kembali hutan yang telah dibuka. Rencananya akan ditanam pohon keras yang buahnya dapat dimanfaatkan masyarakat. “Buah boleh diambil, tapi pohonnya tidak boleh ditebang. Jika ditebang, mereka langsung ditangkap dan dihukum,” ungkap Husaini.

Secara keseluruhan, Tahura Pocut Meurah Intan didominasi kayu pinus dan akasia seluas 250 hektar. Sementara, padang alang-alangnya mencapai 5.000 hektar. Untuk fauna ada  rusa, babi hutan, landak, kancil, burung srigunting, ayam hutan, dan monyet ekor panjang.

Pembalakan kayu yang terjadi di Tahura Pocut Meurah Intan. Bukti ini didapat saat polhut melakukan operasi illegal logging di Tahura Pocut Meurah Intan pertengahan Agustus lalu. Foto: Junaidi Hanafiah
Pembalakan kayu yang terjadi di Tahura Pocut Meurah Intan. Bukti ini didapat saat polhut melakukan operasi illegal logging pertengahan Agustus lalu. Foto: Junaidi Hanafiah

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,