Mongabay.co.id

Jaga Suhu Bumi, Indonesia Perlu Serius Beralih ke Energi Terbarukan

Energi terbarukan dari turbin angin yang dibangun Tri Mumpuni di Pulau Sumba. Foto: dokumen Tri Mumpuni/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Konferensi Perubahan Iklim PBB (Conference of the Parties/COP) ke 25 di Madrid, Spanyol, pada 2-13 Desember 2019. Institute for Essential Services Reform (IESR) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menunjukkan komitmen dan political will dalam peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim demi menjaga kenaikan suhu bumi pada 1,5°C, terutama keseriusan beralih dari energi fosil ke terbarukan.

Erina Mursanti, Manajer Program Green Economy, IESR mengatakan, komitmen ini perlu mengingat mitigasi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia akan meningkatkan kenaikan suhu bumi di antara 3-4°C.

Baca juga: Bruce Buchheit: Energi Terbarukan Lebih Murah dari Sumber Fosil

Untuk bisa menjaga kenaikan suhu bumi pada 1,5°C, Pemerintah Indonesia harus merancang mitigasi perubahan iklim lebih ambisius dengan strategi pelaksanaan dan lokasi serta target rinci.

“Suhu bumi makin panas. Indonesia dapat melakukan transformasi perekonomian sebagai upaya pembatasan kenaikan suhu bumi dan pencapaian net-zero emission sesuai target Paris Agreement,” katanya.

Asia-Pacific Climate Week di Bangkok September lalu, katanya, menegaskan transformasi global menuju perekonomian rendah karbon penting dalam upaya pembatasan kenaikan suhu bumi.

Baca juga : Memadukan Kincir Angin dan Sel Surya untuk Wilayah Terpencil

Transformasi ini, katanya, akan membangun perekonomian yang memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), juga melihat perekonomian rendah karbon merupakan solusi mengurangi dampak buruk dari perubahan iklim serta meningkatkan pertumbuhan perekonomian pada saat sama.

“Dampak dari perubahan iklim ini makin terasa di Indonesia,” katanya, sembari mengatakan, rekor temperatur terpanas dalam dua dekade terakhir sudah tercatat sebanyak 15 kali. Berarti, 15 tahun dalam dua dekade terakhir telah mencetak rekor temperatur terpanas secara global.”

Mengingat dampak perubahan iklim makin meluas, dia berharap  Pemerintah Indonesia segera ambil langkah nyata dalam peningkatan ambisi iklim Indonesia.”

 

Sumatera Selatan, jadi provinsi percontohan pengembangan energi terbarukan. Daerah ini sudah mulai bangun pembangkit energi terbarukan, antara lain pembangkit biomassa dari sekam padi dan energi surya. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Mengutip laporan Brown to Green IESR 2019 yang rilis November lalu di Jakarta, Erina mengatakan, IESR merekomendasikan beberapa hal harus dilakukan pemerintah Indonesia. Ia mencakup adaptasi, mitigasi dan pembiayaan perubahan iklim demi menjaga kenaikan suhu bumi.

Rekomendasi untuk pembiayaan iklim dengan mengintegrasikan risiko perubahan iklim dalam sektor keuangan, menghapuskan subsidi bahan bakar fosil paling lambat 2025, dan menghentikan dana APBN untuk membiayai proyek bahan bakar fosil. Juga, mengharmonisasikan informasi mengenai pembiayaan iklim dalam rencana pembangunan jangka panjang.

Baca juga : Derita Warga Cilacap Hidup Bersama Pembangkit Batubara

Dari laporan ini terlihat, sebenarnya, Indonesia mampu melakukan transformasi perekonomian menuju net-zero economy sesuai salah satu target dari Kesepakatan Paris.

Beberapa langkah nyata seharusnya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ambisi iklim 1,5°C, katanya, menurunkan kontribusi PLTU dan meningkatkan kontribusi energi terbarukan tiga kali lipat pada sektor ketenagalistrikan 2030.

Lalu, menaikkan tingkat efisiensi energi dari penerangan dan peralatan rumah tangga, hal ini dapat mengurangi beban puncak listrik sebesar 26,5 GW pada 2030. Kemudian, moratorium pembukaan hutan secara permanen termasuk hutan primer dan sekunder, serta restorasi gambut.

Erina bilang, guna meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi pembangkit listrik sangat mungkin dan tak akan mengurangi kehandalan dari jaringan nasional.

“IESR punya laporan yang membuktikan ini. Yang dibutuhkan sekarang, political will. Pendanaan pun tak perlu diragukan. Banyak sumber pendanaan nasional dan internasional untuk melistriki Indonesia dari energi terbarukan” katanya.

Upaya penurunan emisi gas rumah kaca untuk menjaga kenaikan suhu bumi 1,5°C, katanya, tak terlepas dari transformasi perekonomian dan transisi energi mengingat mayoritas emisi gas rumah kaca berasal dari sektor energi. Sedangkan, energi perlu mendorong perekonomian dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

 

Wilayah terbuka di Ulumbu, yang jadi obyek wisata sumber energi panas bumi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

Investasi energi terbarukan

Pemerintah punya target capaian energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Sutijastoto, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, perkiraan sampai lima tahun mendatang biaya investasi peningkatan pembangkit energi terbarukan mencapai US$36,95 miliar.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) KESDM mengatakan, besaran biaya investasi ini sebagai strategi memperluas pangsa pasar energi. “Nilai investasi ini bisa membantu meningkatkan pangsa pasar energi pada 2025,” katanya di Jakarta, baru-baru ini.

Dia merinci, nilai investasi ini terdiri dari PLT Panas Bumi US$17,45 miliar, PLT Air atau Mikrohidro US$14,58 miliar, PLT Surya dan PLT Bayu US$1,69 miliar. Lalu, PLT Sampah US$1,6 miliar, PLT Bioenergi US$1,37 miliar dan PLT Hybird US$0,26 miliar.

Rincian investasi PLT terbarukan ini, katanya, berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2019-2025.

“(RUPTL) ini mengacu pada asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% per tahun sampai 2020 dan 6,5% pada 2025,” kata Agung.

Angka investasi ini, katanya, secara tak langsung memberi dampak pada peningkatan kapasitas bauran pembangkit terbarukan di Indonesia jadi 24.074 Megawatt (MW) pada 2025 dari 10.335 MW di 2019.

Dalam lima tahun ke depan, kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan 11.256 MW pada 2020, 2021 (12.887 MW), 2922 (14.064 MW) dan 2023 jadi 15.184 MW serta 17.421 MW pada 2024.

 

Keterangan foto utama:  Energi terbarukan dari turbin angin yang dibangun Tri Mumpuni di Pulau Sumba. Foto: dokumen Tri Mumpuni/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version