Mongabay.co.id

Sedih, Kucing Emas yang Kena Jerat Babi Itu Mati

 

 

Seekor kucing emas [Catopuma Temminckii] kena jerat yang dibuat warga di kawasan hutan Sungai Dareh, Nagari Pauh, Kecamatan Kamang Magek, Agam, Sumatera Barat, pada Selasa [16/6/2020]. Saat ditemukan, kucing tersebut masih hidup namun kondisinya sangat lemah.

Kaki kiri depannya terlilit tali [jerat babi] dengan kondisi membusuk, dikerubuti lalat. Kucing malang tersebut sempat dibawa ke klinik TMSBK [Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan] Bukittinggi untuk menjalani perawatan, namun keesokan harinya ditemukan mati di kandangnya.

Tim Medis TMSBK, drh. Syefrizal menyebut, saat evakuasi kondisi kucing sangat lemah dan kurus. “Kakinya sudah dihinggapi lalat dan berbelatung. Diperkirakan sudah tergelantung tiga hari,” terangnya kepada Mongabay baru-baru ini.

Setelah diselamatkan, kucing langsung diobati. Lukanya dibersihkan dan diberi antiseptik maupun antibiotik. Setelah mendapat pertolongan pertama, kucing dibawa ke klinik TMSBK Bukittinggi. “Kucing mulai drop namun tetap kami usahakan agar kondisinya membaik. Namun kondisinya tak kunjung membaik.”

Setelah kucing emas tersebut mati, lanjut Syefrizal, keluar ektoparasit [sejenis kutu) dari bulu-bulunya. Jumlahnya banyak, diduga ini yang menyebabkan kucing emas kurus karena mengalami anemia berat.

“Dari tindakan medis, penyebab mati kucing usia 2-3 tahun ini diketahui akibat infeksi luka. Ini terlihat di ujung-ujung kakinya yang mulai menghitam. Tingkat stres cukup tinggi karena bertemu manusia,” jelasnya.

Baca: Nasib Kucing Bakau, Minim Perhatian dan Penelitian

 

Kucing emas ini terjerat di kawasan hutan Sungai Dareh Nagari Pauh, Kecamatan Kamang Magek, Agam, Sumatera Barat, pada Selasa, [16/06/2020]. Malang, nasibnya tidak tertolong meski telah mendapat perawatan. Foto: Hatta Rizal/KlikPositif

 

Sudah 3 ekor keluar di Agam

Kepala BKSDA Resort Bukittinggi, Vera Chiko mengatakan, pihaknya mendapat laporan masyarakat ada seekor satwa terjerat di daerah Sungai Dareh. “Saat itu belum diketahui jenis satwanya, hanya ciri-ciri saja yang disebutkan yakni mirip harimau tapi sebesar anjing. Warna bulunya agak kekuningan,” terangnya.

Tim bergerak ke lokasi. “Satwa terjerat itu adalah kucing emas, dan langsung dievakuasi,” lanjut Chiko.

Data BKSDA Resort Bukittinggi menunjukkan, kejadian ini merupakan yang ke tiga sejak 2019. Pertama, di Nagari Ampek Koto, waktu itu kucing emas masuk perkampungan memangsa kucing kampung. Esok pagi, kucing tersebut ditemukan mati di pinggir parit.

Kedua, pertengahan 2019 di Mudiak Palupuah, Kecamatan Palupuah. Saat itu kucing emas masuk kandang ternak lalu ditangkap warga. Petugas BKSDA datang menjemput, namun belum sampai TMSBK kucing tersebut mati.

“Rata-rata kucing emas tersebut menderita penyakit, ektoparasit semacam kulit kurap, dan tubuhnya sangat kurus saat masuk kampung. Analisis saya, memang kondisinya tidak sehat. Kemungkinan, sulit bersaing di hutan untuk mencari mangsa, jadi turun ke perkampungan,” ungkapnya.

Baca: Warga Temukan Kucing Emas Berkeliaran di Garasi Mobil

 

Kucing emas ini dievakuasi ke klinik TMSBK Bukittinggi. Kondisinya drop karena diduga tiga hari terkena jerat. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Banyak Jerat

Direktur Institution Concervation Society (ICS), Salpayanri menuturkan, hutan di Sumatera Barat masih banyak ditemukan jerat, terutama dikawasan konservasi seperti TNKS [Taman Nasional Kerinci Sebelat] dan Hutan Lindung Batanghari. Lokasi ini tempat ia dan tim melakukan Smart Patrol dan aksi sapu jerat pada 2017-2019.

Dari penelusuran tim ICS, di TNKS jerat dipasang pemburu di sepanjang jalur [trek] harimau. Begitupun di lokasi Hutan Lindung Batanghari yang meliputi 4 kabupaten [Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, dan Solok], kebanyakan jerat dipasang di sepanjang jalur harimau.

“Ketika pemburu menemukan jejak harimau mereka akan pasang jerat. Bahkan, di kawasan kebun sawit seekor harimau pernah kena jerat,” terangnya.

Dari kawasan hutan yang pernah dijelajahinya, dia menemukan beberapa jenis jerat seperti jerat tapan, jerat kerinci, jerat lontar, jerat kijang atau rusa, dan jerat babi.

“Jerat tapan menggunakan sling baja yang diikatkan pada akar kayu, biasanya untuk harimau. Jerat lontar diikatkan pada kayu besar, jika terkena, kaki harimau akan tersangkut mengakibatkan jalannya terseok dan bisa mati. Kemudian jerat kijang yang menggunakan tali kerbau, biasanya mengenai satwa agak kecil seperti macan dahan maupun kucing emas,” jelasnya.

Baca: Kucing Emas Menggendong Anak Terpantau Kamera Trap

 

Kondisi kucing emas saat dibawa ke klinik TMSBK, Bukittinggi untuk mendapatkan perawatan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Yanri, yang mengenai kucing emas di Agam itu jerat rusa yang dipasang tidak jauh dari perkampungan. Di Agam, kebanyakan orang menggunakan jerat rusa sedangkan di Kabupaten Pasaman, jerat babi. Sementara Solok Selatan banyak ditemui jerat rusa dan harimau.

Selain jerat, lanjut dia, pemburu juga memiliki karakter berbeda, berdasarkan asalnya. Pemburu dari Kerinci, Jambi, biasanya bermalam di hutan, yang hasil buruannya berupa daging kijang atau rusa dikeringkan [dibuat dendeng] di hutan agar awet. Daging dijual ke Kota Sungai Penuh, Jambi.

“Sementara pemburu asal Sumatera Barat, cenderung membawa hasil buruan bulat-bulat tanpa harus bermalam di hutan.”

ICS rencanyanya kembali melakukan Smart Patrol dan aksi sapu jerat di kawasa hutan konservasi Solok Selatan, begitu pandemi corona reda.

“Terakhir kami mengevakuasi harimau di Taratak, Solok Selatan. Konflik satwa khususnya harimau biasanya terjadi karena jalurnya terganggu dan itu terbukti,” jelasnya.

Baca: Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah

 

Malang, nyawa kucing emas ini tidak bisa diselamatkan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Ekologi kucing emas

Erwin Willianto, Founder Save Indonesian Nature & Threatened Species/SINTAS Indonesia dan Anggota Fishing Cat Working Group, memaparkan secara ekologi keluarnya kucing emas dari hutan. Pertama, bisa jadi mangsa di hutan kurang banyak sementara populasi kucing emas besar sehingga ia ekspansi. Kedua, populasi kucing emas sedikit da jumlah mangsa juga terbatas, namun sebarannya sangat luas dan bisa sampai ke pinggir hutan. Ketiga, satwa mangsanya banyak namun populasi kucing emas sedikit.

“Itu harus dilihat menyeluruh, tidak bisa kita asumsikan sendiri, karena mereka punya teritorial. Saya kurang tahu pasti, bisa saja homerange-nya sampai pinggir hutan karena sifatnya elusif [jarang bertemu manusia, bahkan cenderung menghindar] sehingga kita selalu menyangka di hutan,” ulasnya.

Dari sisi ekologis, daerah sekitar perbatasan justru lebih kaya satwa mangsa, sehingga sangat memungkinkan kucing emas dia menggunakan areal tersebut, tapi tidak seluruhnya. “Bisa saja dia melintas berpindah, karena Sumatera Barat yang konturnya naik-turun atau terjal. Itu yang membuat kucing emasnya mencari jalan tertentu yang akhirnya memaksa melewati batas hutan.”

Untuk di Agam, kebiasaan masyarakat memasang jerat harus menjadi sorotan utama, beberapa kali harimau juga kena, meskipun untuk menjerat babi. Penegakan hukum bisa dilakukan bila Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] mau tegas, karena ini membunuh [tanpa sengaja] dan ada pertimbangan hukum.

“Bisa diperingan hakim karena tidak sengaja. Secara hukum harusnya bisa, sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 2.”

Erwin menyarankan kepada BKSDA untuk aktif melakukan penyuluhan kepada masyarakat, mengingat tingginya konflik satwa liar di Sumatera Barat. “Terutama edukasi soal jerat, harus ada alternatif mengusir hama babi tanpa membahayakan satwa lain.”

Foto: Inilah Jenis-Jenis Kucing yang Ada di Asia Tenggara (Termasuk di Indonesia)

 

Jenis kucing kecil yang ada di Indonesia. Sumber: Presentasi Erwin Wilianto

 

Hanya di Sumatera dan Kalimantan

Sejauh ini, populasi kucing emas di Sumatera Barat cukup bagus. Ini terlihat dari kamera jebak yang dipasang di 60 titik di kawasan hutan. Hasilnya, hampir 50 persen didapat gambar kucing emas dari seluruh titik yang dipasang. Meski begitu, Yayasan Sintas belum menghitung spesifik populasinya karena baru jalan satu tahun pemantauan dilakukan terkait harimau dan satwa liar di Sumatera Barat.

“Ada satu blok hutan lagi yang akan kami survei, namun karena pandemi corona berhenti sejenak,” terangnya.

Erwin menyebut, penelitian terhadap kucing emas jarang dilakukan sehingga populasi dan distribusinya tidak diketahui pasti. Di Indonesia kucing emas cuma ada di Sumatera dan Kalimantan, sementara di dunia ada di India, Nepal, dan Malaysia.

Kucing emas masuk keluarga kucing kecil, bersama macan dahan, kucing emas, dan kucing bakau. Reproduksi secara umum, per tiga tahun, satu tahun pertama mengandung, dua tahun berikutnya mengasuh. Biasanya, sebelum lepas masa sapih, tidak kawin lagi.

“Jumlah anak yang dilahirkan 2-4 ekor, tergantung kondisi janin dan habitat. Semakin bagus daya dukung semakin banyak anaknya dan tidak mati.”

Erwin menambahkan, kucing emas digolongkan sebagai satwa Apendix I [dilarang diperdagangkan] oleh CITES. Berdasarkan IUCN Redlist, statusnya Near Threatened [Hampir Terancam].

“Perlu digarisbawahi, Near Threatened bukan semata populasinya banyak tapi tidak terancam, justru karena informasinya tidak ada sehingga statusnya tidak bisa dibuat lebih baik,” tuturnya.

Berdasarkan P.106/MENLHK/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, Indonesia telah memberikan status perlindungan pada delapan jenis kucing. Ada kucing merah, kucing emas, macan dahan, macan tutul, harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], kucing batu, kucing kuwuk, kucing tandang, juga kucing bakau.

 

 

Exit mobile version