Mongabay.co.id

Mimpi NTT Menjadi Ikon ‘Republik Sorgum’ (Bagian 2)

 

Bicara sorgum di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak lepas dari peran besar Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) Keuskupan Larantuka. Berkat terobosan lembaga ini, sorgum mulai dibudidayakan lagi.

Direktur Yaspensel Romo Benyamin Daud,Pr bertutur, inspirasi awal  pengembangan sorgum yakni adanya Aksi Puasa Pembangunan (APP) Keuskupan Larantuka tahun 2011 tentang Membangun Kedaulatan Pangan.

“Aksi ini untuk mengembalikan pangan lokal yang bernilai gizi. Dengan munculnya ibu Maria Loretha sebagai penggagas, memperkuat kami berjalan bersama mengembangkan sorgum,” tuturnya saat berbincang dengan Mongabay Indonesia awal Agustus di kantornya.

Romo Benya, sapaannya mengatakan paling berkesan dari pengembangan sorgum yakni menghargai alam. Secara mistis sorgum itu nyawa dan dirinya merasa kekuatan alam ikut memberi energi bagi Yaspensel untuk mengembangkan sorgum.

“Saya merasa perjuangan, pengorbanan kalau tidak dengan hati maka tidak akan bertahan,” ucapnya.

baca : Sorgum Pangan Lokal NTT yang Kian Mempesona, Bagaimana Pengembangannya? (Bagian 1)

 

Seorang petani sedang memanen sorgum di Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

 

Pendampingan Petani

Pada 2016 lahan sorgum di Flores Timur (Flotim) seluas 65 hektare belum termasuk lahan-lahan kecil dibawah satu hektare. Tahun 2020, lahan sorgum dampingan Yaspensel sudah mencapai 217 hektare.

Lahan sorgum itu dikerjakan oleh 40 kelompok tani dengan anggota mayoritas perempuan, yang tersebar di 8 kecamatan di Kabupaten Flotim, dua kecamatan di Lembata, 2 kecamatan di Ende, dan satu kecamatan di Manggarai Timur dan Manggarai Barat.

Yaspensel mendampingi mulai dari sosialisasi, kampanye tentang gerakan pangan lokal, budidaya, pelatihan pasca panen serta penguatan kapasitas organisasi.

“Kami juga mengajar kewirausahawan bagi orang muda, agro wisata sorgum, kegiatan pengolahan dan kegiatan kader gizi untuk kader Posyandu berbasis sorgum. Juga ada kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara serta Praktek Kerja Lapangan dari mahasiswa,” ujarnya.

Romo Benya mengaku memulai gerakan menaman sorgum dengan menceritakan soal tradisi dan pengalaman orang tua dahulu dalam mengembangkan sorgum.

“Kami dianggap orang gila karena sekian puluh tahun dilupakan dan ingin dihidupkan kembali. Orang merasa ini sebuah gap yang luar biasa dan tidak mudah, ibarat membalikan telapak tangan,” ucapnya.

Sedangkan Maria Loretha mengakui mengalami kesulitan merubah mindset petani yang masih merasa cepat puas meskipun kebunnya hanya 5 hektare dan tidak ada perkembangan. Mental petani diakuinya belum berorentasi usaha tani.

Untuk mengatasinya, pihaknya melakukan pendampingan rutin, bekerja dan tinggal bersama petani hingga petani merasa sudah sukses dalam bertani.

baca juga : Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama

 

Maria Loretha (kiri) pelestari benih dan pelopor penanaman kembali sorgum bersama para perempuan petani sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kabupaten Flores Timur,NTT.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Republik Sorgum

Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementerian Pertanian, Dr. Marcia Bunga Pabendon kepada Mongabay Indonesia menyebutkan, sorgum bisa dikembangkan di NTT secara besar-besaran.

Marcia bahkan menegaskan, bila perlu NTT jadi icon ‘Republik Sorgum’, tapi dengan manajemen yang baik dan terencana. Iklim di NTT sebagian besar wilayahnya tergolong lahan kering  dengan curah hujan hanya sekitar 2-3 bulan per tahun,.

“Ada beberapa wilayah yang lahannya batu bertanah, sorgum masih bisa tumbuh dengan sangat baik. Bahkan tanpa pemupukan, utamanya pupuk anorganik,” sebutnya.

Pada kondisi tersebut kata Marcia, padi dan jagung tidak mampu menghasilkan biji (tidak berproduksi) sehingga tidak akan menggeser lahan untuk ‘pangan utama’.

Sorgum, menurutnya, termasuk tanaman C4 (tanaman yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan panas dan kering) yang memiliki kemampuan adaptasi yang luas. Efisiensi fotosintesisnya tinggi sehingga sangat efisien dalam penggunaan hara.

“Hara-hara yang ada di dalam tanah mampu digunakan secara maksimal tanpa tambahan pupuk dari luar. Pemberian pupuk organic seperti pupuk kandang tidak masalah karena akan memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah,” jelasnya.

Namun Marcia melarang penggunaan pupuk anorganik seperti urea, TSP dan Ponska sebab akan merusak struktur tanah. Pemupukan urea pada kondisi kering akan membuat tanaman mati kekeringan.

Ini terjadi karena urea sifatnya higroskopis yang akan menyedot air dari dalam tanaman. Pada kondisi kekeringan akan menyebabkan kualitas biji sorgum akan sangat baik jika dipanen pada musim kemarau.

“Jika sorgum dipanen pada musim hujan maka biji yang ada di lapangan akan segera tumbuh karena biji sorgum tidak memiliki masa dormansi ketika tanaman masih di lapangan,” terangnya.

perlu dibaca :  Boro Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara, Apa yang Dicarinya?

 

Peneliti Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementerian Pertanian, Marcia Bunga Pabendon (kanan) sedang berdiskusi tentang sorgum bersama Maria Loretha di kampung sorgum Likotuden, Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

 

Butuh Waktu

Direktur Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Larantuka, Melky Koli Baran menegaskan,untuk kembali ke masa depan kejayaan pangan lokal seperti di masa lalu, ada dua kegiatan besar yang wajib dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Pertama melakukan penanaman ulang aneka ragam pangan lokal disertai dengan penyimpanan benih. Masa depan pangan lokal mesti didukung dengan ketersediaan benih pangan lokal oleh para petani. Indikatornya   terlihat ketika musim hujan tiba, para petani saling berkontak untuk saling membagi dan berbarter benih.

Yang kedua sebutnya, biasakan generasi muda saat ini untuk mau makan pangan lokal.

“Kedua kegiatan ini saling mendukung satu dengan yang lain. Karena menanam maka, ada persediaan untuk bisa dimakan. Karena dimakan maka ada kebutuhan untuk terus menanam,” jelasnya.

Sejak tahun 2016, YPPS terang Melky, bekerja sama dengan SNV, melakukan Advokasi Pangan dan Gizi untuk penurunan stunting di Flotim. Melalui jalur program advokasi ini, Pemerintah Kabupaten Flotim meluncurkan program  Gerobak Cinta untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT).

Kegiatan ini papar dia, terfokus pada anak-anak stunting. Dalam Juknis Gerobak Cinta disebutkan 3 pangan lokal wajib untuk PMT yakni sorgum, kelor dan ikan ditambah telur puyug untuk mendukung usaha ternak puyuh oleh orang muda.

“Dengan kebijakan ini, maka ada dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan pangan lokal,” ungkapnya.

penting dibaca : Pakar: Jika Kembangkan Sorgum, NTT Bakal Daulat Pangan

 

Elisabeth Bunga Bo perempuan petani sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kabupaten Flores Timur, NTT saat memanen sorgum ddi di kebunnya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Wakil Bupati Flotim Agustinus Payong Boli mengakui berkat program ini Kabupaten Flotim  mendapatkan penghargaan tingkat nasional dan masuk 10 besar penurunan stunting. Selama retang waktu 2 tahun terjadi penurunan angka stunting hingga 36 persen pada tahun 2017.  Sedangkan Data EPPGM Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat per Agustus 2020 dari Dinas Kesehatan Pemkab Flotim, angka stunting turun menjadi 24,8 persen.

Yaspensel dalam refleksinya mengakui sorgum kini sudah menjadi sebuah gerakan yang mulai diterima banyak kalangan dan mendapat perhatian pemerintah. Namun perlu perlahan-lahan mengembalikan pangan lokal.

“Kelompok tani sorgum Likotuden awalnya dengan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) dan kini kita menaikan statusnya menjadi Koperasi Produksi Sorgum. Ada usaha pengembangan sorgum dan simpan pinjam,” terangnya.

Legalitas koperasi diharapkan Romo Benya bisa membuatnya mendapatkan bantuan pemerintah. Induk koperasinya ada di Likotuden dan cabangnya direncanakan ada dimana-mana.

Yaspensel terangnya, baru bekerjasama dengan Yayasan Kehati. Sementara bantuan alat pertanian baik mesin rontok, sosoh, pemeras batang dan penepung berasal dari Balinbangtan Kementerian Pertanian. Baru dua kelompok yang lengkap mesinnya.

“Kadang pemerintah melihat sorgum merupakan pekerjaan Yaspensel tetapi setelah berhasil diklaim dikerjakan pemerintah. Kementerian Pertanian juga melihat sorgum sebagai bahan pangan yang diperhitungkan,” ungkapnya.

Yaspensel kata Romo Benye, ingin berdiskusi dengan pihak legislatif untuk usulkan agar  program Pajale (padi, jagung, dan kedelai) ditambah sorgum jadi Pajaleso. Saat perubahan iklim, seharusnya tanaman sorgum jadi pilihan karena tidak pernah gagal dan terserang hama penyakit.

“Mau sehat, makan sorgum karena dengan sehat kita mempersiapkan generasi ke depannya jadi lebih baik,” pungkasnya.

 

Exit mobile version