Mongabay.co.id

Lempah Kuning, Harmonisnya Manusia dengan Alam dalam Kuliner

 

 

Setelah menunggu sekitar 30 menit, lempah kuning yang dinanti akhirnya matang dan siap saji. Seperti namanya, warna kuning berasal dari dominasi kunyit sebagai bahan yang mendominasi. Sedangkan lempah, diambil dari istilah “lem” yang berarti mencampur atau merekatkan, dan “pah” dari kata rempah.

Lempah kuning adalah kuliner khas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang menjadi menu andalan keseharian masyarakat. Selain karena bahan-bahannya yang mudah didapat dari lingkungan sekitar, juga harmonisnya rasa pedas bercampur asam.

Kuliner yang dikonsumsi masyarakat Bangka Belitung selama ratusan tahun ini mempunyai beragam manfaat kesehatan. Sekaligus, simbol akulturasi budaya antara orang laut dan orang darat beserta kearifan masyarakat terhadap lingkungannya.

Baca: Catatan Akhir Tahun: Ketika Masyarakat Kembali Konsumsi Rempah, Tangkal Virus Corona

 

Lempah kuning, kuliner khas Bangka Belitung yang kaya rempah. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Manusia dan alam hidup harmonis

Ada beragam rempah yang digunakan sebagai bumbu lempah kuning. Sebut saja kunyit, lengkuas atau laos, lada, kemudian cabai, kemiri, asam kandis, bawang merah, nanas, dan terasi.

“Bahan-bahan tersebut kebanyakan diperoleh dari darat dan ada juga dari laut seperti ikan. Lempah kuning telah menjadi masakan asimilasi budaya orang darat dan orang laut pribumi Bangka-Belitung,” kata Akhmad Elvian, budayawan Bangka Belitung.

Masakan ini pun membuat masyarakat Bangka-Belitung menjaga lingkungannya. Jika hutan dan kebun habis, serta laut rusak untuk penambangan timah serta lainnya, lempah kuning mungkin tidak dapat lagi dihidangkan.

Dalam masyarakat Bangka Belitung, dikenal istilah “orang darat” yang didominasi etnis melayu, dan “orang laut” seperti Suku Laut Sekak atau Sawang yang tinggal di pesisir atau pulau-pulau kecil.

Baca: Penelitian: Jahe Merah dan Jambu Biji Potensial Tangkal Corona

 

Bahan-bahan seperti lada, kunyit, lengkuas, kemiri, dan nanas digunakan sebagai bumbu lempah kuning. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Khusus di Belitung, lempah kuning sering disebut gangan. Jenisnya dibagi dua, yaitu lempah kuning darat dan laut.

“Kalau lempah kuning darat menggunakan daging sapi atau ayam, sedangkan lempah kuning laut menggunakan ikan sebagai bahan utamanya,” kata Budi Afriasnyah, etnobiolog dan pengajar di Universitas Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [16/1/2021].

Dalam kebudayaan masyarakat Bangka Belitung juga dikenal istilah “lempah darat” yang bahan utamanya menggunakan rebung, keladi, jamur, dan jantung pisang. Bumbunya lebih sederhana, yaitu terasi dan sedikit garam.

“Seiring berjalannya waktu, lempah kuning maupun lempah darat telah dikonsumsi orang laut maupun orang darat,” kata Budi.

Masih menurut Budi, yang meneliti kuliner lempah kuning pada Suku Lom di pesisir sekitar Dusun Pejam, Kabupaten Bangka, serta Suku Lom di Dusun Air Abik di pegunungan Maras, diperkirakan lempah kuning sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

“Hal ini bisa dilihat dari peralatan masak yang kami temukan pada Suku Lom tersebut. Ada alat penumbuk bumbu dan sebagainya, yang kemungkinan sudah berumur ratusan tahun.”

Dilihat dari jenis rempah yang digunakan untuk masakan tersebut, tidak lepas dari budaya Timur Tengah, Arab, India, dan China yang singgah, bahkan hingga kini [keturunannya] menetap di Bangka Belitung.

“Jadi wajar, kalau lempah kuning menjadi simbol keterbukaan masyarakat Bangka Belitung dan keharmonisannya dengan alam,” lanjutnya.

Warna kuning keemasan yang berasal dari kunyit dan rempah lainnya di lempah kuning juga menjadi simbol kekayaan, kebahagiaan, dan kejayaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menetapkan lempah kuning sebagai warisan budaya tak benda dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

“Lempah kuning merupakan kearifan lokal yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya baik melalui tutur maupun trial. Ada nilai kebaikan sesama manusia maupun lingkungan, serta nilai kesejahteraan lahir dan batin bagi masyarakat,” lanjut Elvian.

Baca: Antara Tanaman Obat, Sumber Daya Genetik, dan Biopiracy

 

Lada yang digunakan sebagai salah satu rempah di masakan lempah kuning. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Penangkal kanker?

Erzaldi Rosman, Gubernur Kepulauan Bangka-Belitung, pernah mengatakan jumlah penderita penyakit kanker di Bangka-Belitung setiap tahunnya mengalami peningkatan.

“Tahun 2015, terdata sekitar 16 pasien, 2016 [44 pasien], 2017 [206 pasien] dan 2018 [800 pasien]. Penderita kanker otak cukup banyak,” katanya, dikutip dari babelprov.go.id, edisi 24 Januari 2019.

Mungkinkah penyakit kanker ini sebagai dampak paparan radiokatif ikutan timah?

Mongabay Idonesia beberapa waktu lalu menuliskan jika masyarakat di Bangka Belitung berpotensi terkena paparan unsur radioaktif alamiah, ikutan timah, seperti zirkon, monasit, xenotim, ilmenit dan lainnya. Tetapi, sejumlah mineral ikutan tersebut baru mengandung unsur radioaktif berbahaya apabila sudah melewati proses pengolahan dan pemurnian bahan tambang [mineral] untuk memperoleh konsentrat.

Syarbainil, Dadong Iskandari, dan Kusdiana, peneliti dari Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi [BATAN] pada 2015 dengan judul “Perkiraan Dosis Radiasi yang Diterima Publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung” juga menegaskan, dosis radiasi yang diterima masyarakat Bangka Belitung lebih tinggi dari nilai rata-rata lingkungan latar normal dunia.

Dengan kondisi tersebut, mengkonsumsi lempah kuning bisa dijadikan sebagai salah satu cara mencegah penyakit kanker.

Rempah-rempah yang digunakan dalam masakan ini didominasi tanaman dari famili Zingiberaceae [suku jahe-jahean] seperti lengkuas, kunyit dan sebagainya.

“Khusus di famili Zingiberaceae, seperti kunyit yang porsinya cukup besar, memang mengandung kurkumin sebagai senyawa aktif, yang terbukti dapat menghambat atau bahkan membunuh pertumbuhan sel kanker. Namun, secara perlahan,” kata Henri M.Si., peneliti etnobiologi dari Universitas Bangka Belitung.

Selain mencegah kanker, mengkonsumsi rempah-rempah ini dapat juga mencegah seseorang, khususnya penderita kanker terdampak virus COVID-19.

Baca juga: Dampak Radioaktif Tambang Timah, Masyarakat Bangka Rentan Terpapar Corona?

 

Limbah tambang timah yang mengandung unsur radioakif dapat memicu tumbuhnya sel kanker. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Meskipun hal ini masih butuh penelitian lebih lanjut, seperti dikatakan Prof. Daryono Hadi Tjahjono, Dekan Sekolah Farmasi ITB [Apakah temulawak, kunyit bermanfaat dalam melawan COVID-19?], namun penggunaan kunyit yang mengandung kurkumin dan senyawa aktif lainnya secara tunggal maupun gabungan membantu meningkatkan daya tahan tubuh kita, sebagai imunomodulator.

Selain kunyit, sejumlah artikel dan penelitian juga menyebutkan efek anti-kanker hampir terdapat pada setiap rempah dan bahan yang digunakan sebagai bumbu lempah kuning, seperti lada, nanas, lengkuas, kemiri, dan asam kandis.

Bagaimana masyarakat Bangka Belitung memperoleh pengetahuan masakan tersebut?

“Saat ditanyakan pada sejumlah warga Suku Lom, hal tersebut didapatkan mereka dari para leluhurnya. Dengan kata lain, ada unsur spiritualnya,” kata Budi.

Jika melihat hari ini, seperti pandemi virus corona, serta kondisi bentang alam Bangka Belitung yang kaya akan hasil timahnya, nenek moyang terdahulu seperti sudah memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.

“Hal ini terbukti, dari perpaduan bumbu rempah pada lempah kuning, yang sangat bermanfaat dan relevan dengan masyarakat Bangka Belitung bahkan global,” tutur Henri.

 

 

Exit mobile version