Mongabay.co.id

Refleksi Hasil Investigasi Kasus Terdampar Massal Paus Pilot

 

Koloni Paus Pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) terdampar dan mati di Pantai Modung, Bangkalan, Madura, Jawa Timur pada Februari 2021 lalu dipimpin betina yang disimpulkan memiliki penyakit sesak nafas dan kelaparan.

Hal ini disampaikan dalam jumpa pers penyampaian hasil investigasi terdamparnya 52 paus pilot sirip pendek di Madura itu, di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (12/4/2021). Disiarkan juga di media sosial KKP.

Resume pemeriksaan oleh tim Fakultas Kedokeran Hewan Universitas Airlangga ini adalah koloni sedang migrasi dan berburu, dipimpin betina produktif. Betina utama yang disimpulkan sebagai pemimpinan kelompok (pilot) karena paling besar ini disebut sedang masa ovulasi atau siap kawin.

Penyebab terdamparnya kelainan otot reflektor yang mengarahkan melon-nya. “Dalam kondisi kelaparan, maka mendorongnya terdampar. Penyebab kematiannya gagal nafas,” jelas Bilqisthi Ari Putra, praktisi patologi veteriner dari Universitas Airlangga yang jadi Ketua Gugus Tugas Investigasi paus pilot terdampar ini. Sedangkan anggota koloni paus, dari 52 ekor hanya 34 yang diperiksa, disebut mati karena dehidrasi dan kelelahan.

Jika kematian betina utama karena mengalami emfisema atau sesak nafas, sedangkan pejantan utama mengalami kelaparan, gangguan pernafasan (penemunia granulomatosa) dan gangguan jantung (infark miokard). Tim Unair ini menyebut melakukan identifikasi dan postmortem pada 19 Februari selama 12 jam sampai malam di laut.

baca : Puluhan Paus Pilot Terdampar di Madura, Cuaca Ekstrem Diduga Penyebabnya

 

Tangkapan layar presentasi tim FKH Unair yang memimpin investigasi terdampar dan matinya 52 paus pilot sirip pendek di Madura.

 

Dua pertanyaan yang hendak dijawab adalah kenapa terdampar dan kenapa mati?

Bilqis menyebut bisa terungkap dari otopsi patologi, makrokospis dan mikrokospis. Makro berdasarkan jaringan yang diambil (nekropsi/autopsi). Sedangkan mikrokospis melakukan dengan mikroskop (histopatologi).

Pemeriksaan meliputi eksternal dan internal. Awalnya tiga ekor masih hidup saat tim datang, sehingga para pemeriksa membagi dua tim untuk mati dan hidup. Kemudian, hanya satu yang bisa dilepaskan.

Pemeriksaan eksternal dimulai dengan penentuan pembusukan, menilai mana yang bisa diambil, tergantung seberapa rusak pausnya. Identifikasi kelamin, ukuran panjang, sirip lateral, dorsal, dan lainnya.

Bilqis menyebut ada 52 ekor terdampar, namun dengan tim dan posisi air yang dinamis, ombak cukup tinggi dan keterbatasan sumber daya manusia, yang bisa diidentifikasi hanya 34 ekor. Jumlah tim 8 orang yang menyisir 1-2 km pantai berkarang, dan ini dinilai cukup membahayakan.

“Sudah mewakili karena lebih dari setengahnya,” ujarnya. Dari 34 ekor itu, teridentifikasi jantan delapan ekor, dan tiga masih hidup. Akhirnya dua ekor mati, dan satu ekor dilepas lalu tak kembali. Ketiganya berusia anak.

baca juga : Pertama Kalinya, Paus Orca Terdampar di Perairan Selat Bali

 

Sejumlah paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) yang mati terdampar di pantai Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Dari delapan jantan, ada tiga kategori pejantan, yang siap kawin. Ukurannya lebih dari 5 meter, waktu kematian lebih 24 jam.

Sedangkan jumlah betina 26 ekor, dengan lima indukan, betina dewasa. Hal ini disimpulkan dari ukuran, panjang, dan sirip. Rentang panjangnya 2,5-3 meter, dan lama kematian 12 jam. Jadi, jantan mati duluan.

Pemeriksaan dimulai dengan posisi menyamping, dibuka dari perut. Pemimpin kelompok ini, diidentifikasi sebagai betina paling panjang dan besar, sekitar tiga ton, panjang 3,8 meter.

Demikian juga pejantan utama ditetapkan dari ukuran terbesar. Keduanya diperiksa secara menyeluruh.

Jantung pejantan utama mengalami garis putih-putih menebal, kelainan pada otot jantung dan paru-parunya ada benjolan, gambaran granulum. Diagnosanya adalah pnemonia granulumtus dan bronkitis, radang di saluran pernafasan.

Kondisi lambung keduanya kosong, tanda belum makan. “Paus karnivor pemakan krustasea, minimal ditemukan kepiting, cumi. Sangat pucat,” lanjut Bilqis. Histopatologi menyebutkan penebalan pada otot.

perlu dibaca : Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?

 

Tangkapan layar presentasi tim FKH Unair yang memimpin investigasi terdampar dan matinya 52 paus pilot sirip pendek di Madura.

 

Identifikasi pada melon, organ yang disebut penting, status otot sensornya normal 100%. Kondisi melon pada jantan utama dinilai sangat sehat tak terdapat kerusakan, peradangan, atau pendarahan. “Pada kejadian tektonik bisa ada kerusakan pada melon,” sebut Bilqis membandingkan.

Sementara pada betina utama, di paru-paru ada garis merah, dan lubang besar warna putih yang disebut emfisema. Kalau manusia sesak nafas atau asthma. Gas yang harusnya keluar dari paru-paru, tak bisa dipompa secara sempurna karena sebab tertentu.

Pada betina, organ melon normal, tapi ada bagian terhubung yakni melon’s reflektor, pemacar sonar mengalami kelainan pada ototnya. “Sel radangnya tinggi, kematian sel. Fungsi sensor normal tapi tak ditunjang ototnya, seperti juling. Tak bisa melihat baik arah yang dituju,” papar Bilqis.

Kondisi ovarium, indung telur betina, diidentifikasi ada sel telur yang siap dilepaskan, karena itu diduga masih berahi. Induk ini sedang memproduksi telur atau masa kawin.

Lambung betina juga pucat, kosong, tanda tidak makan. Ada penebalan permukaan lambung, tanda radang kronis. Usus paus berwarna kuning kehijauan karena tak ada kantung empedu. Peradangan cukup berat pada usus. Selain pemeriksaan patologi, juga mikrobiologi untuk memantau bakteri apa saja yang ditemukan.

Terkait penyakit yang diidap para paus ini, Bilqis menyebut tak ada satwa liar 100% sehat, karena ada penyakit yang dibawa. “Satwa liar yang bermigrasi sulit ditentukan sumber penyakitnya karena antar benua. Mayoritas penyakit kronis, yang sudah lama,” katanya.

Jika kondisi sonar baik, menurutnya, para paus tak terdampar. Karena pemimpin koloni lemah, semua anggotanya lemah. Ia menyebut penyebabnya tak hanya satu, multi variabel. Paus muda tidak diidentifikasi lambungnya, karena yang bertahan hidup yang muda. “Koloni ini migrasi dengan bentuk segitiga, paling belakang paus muda. Kami prioritas (melakukan nekropsi terhadap) ketuanya,” imbuh Bilqis.

baca juga : Penelitian: Hiu Paus Mampu Menyembuhkan Lukanya Sendiri

 

Sekelompok paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) yang mati terdampar di pantai Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Edukasi dan mitigasi

Wahyu Muryadi, Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan menyebut menteri meminta agar peristiwa yang menyita perhatian dibuka untuk diketahui publik karena menyangkut edukasi dan mitigasi. “Kok banyak paus yang dimutilasi? Segera investigasi untuk mengetahui penyebabnya,” jelasnya.

Pemeriksaan berikutnya dimungkinkan pada peristiwa terdampar mati Paus Orca di Banyuwangi, Sabtu (03/04/2021) dan Paus Biru di Cirebon yang dilaporkan terdampar Sabtu (10/04/2021).

Wahyu menyebut bisa jadi ini kali pertama dalam sejarah KKP, dilakukan tindakan patologi forensik veteriner menyeluruh terhadap kejadian terdamparnya paus. Setelah Ramadhan, KKP berencana akan membuat simposium nasional tentang paus terdampar. Mengundang ahli-ahli dalam dan luar negeri.

Namun, dari catatan Mongabay Indonesia, di beberapa daerah sudah pernah ada nekropsi dan pemeriksaan laboratorium pada sejumlah sampel satwa mati terdampar di Indonesia. Misalnya Bali dan Kalimantan.

Tb. Haeru Rahayu Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP menjelaskan, penyebab terdampar ingin dipastikan, karena sebelumnya asumsi dan dugaan.

Terdamparnya paus pilot massal di Madura ini dilaporkan 18 Februari 2021, pada 19 Februari dilakukan penanganan dan otopsi, serta pada 20 Februari dilakukan penguburan dengan dua unit alat berat. Ekspose hasil investigasi secara internal pada 7 April dan melaporkan ke pimpinan.

Tindak lanjut penanganan bertujuan untuk pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang laut dari aktivitas yang berdampak pada koridor mamalia laut. Pemerintah membentuk jaringan penanganan mamalia laut terdampar mengacu Kepmen KP 79/2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut.

“Indikator Kesehatan Laut Indonesia jauh dari mengemberikan, kita (skor) 65 dari 100. Ingin terobosan sehingga IKLI meningkat,” sebut Tebe, panggilannya.

menarik dibaca : Pertama Kali Terjadi, Dua Jenis Paus Terlihat di Perairan Mempawah

 

Satu dari 52 individu paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) yang mati terdampar di pantai Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Kondisi yang menyebabkan kematian

Putu Liza Kusuma Mustika, Koordinator Whale Stranding Indonesia (WSI), sebuah jaringan yang memetakan kejadian terdampar mengoreksi pernyataan KKP bahwa baru pertama kali dilakukan tindakan patologi forensik veteriner menyeluruh terhadap kejadian terdamparnya paus di Madura.

Liza mengatakan nekropsi dan simposium paus terdampar sudah pernah dilakukan sebelumnya. Demikian juga histopatologi sudah pernah dilakukan di Kalimantan dan Bali. “Tapi tidak (dilakukan) konferensi pers,” ia terkekeh saat dihubungi Mongabay Indonesia

Dalam peristiwa terdampar, cause of death, penyebab kematian seperti penyakit di organ tubuh didiagnosis. Namun yang lebih penting menurutnya circumstances of death, kondisi atau keadaan yang menyebabkan kematian.

Misal seekor dolphin terjerat jaring, tidak akan tenggelam karena paru-parunya kemasukan air. Karena dolphin memiliki mekanisme menutup lubang hidungnya. Tapi karena tertutup, udara tak bisa masuk. Ketika terjerat jaring, ia tak bisa naik permukaan. Sehingga matinya bisa jadi karena sesak nafas, kehabisan udara. Namun, kondisi yang menyebabkan mati adalah by-catch. Ini menurutnya yang belum terjawab dalam investigasi paus pilot.

Menurutnya perlu memperhatikan cuaca, gangguan elektromagnetik, dan indikator lain, sehingga nekropsi tak bisa jadi kesimpulan utama kejadian terdampar. Menurutnya peneliti memberikan banyak data yang bagus, tapi kesimpulannya tergesa-gesa.

baca juga : Miris.. Gerombolan Paus Pilot Terdampar di Sabu Raijua, Malah Dikonsumsi Warga

 

Satu dari 52 individu paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) yang mati terdampar di pantai Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Terkait pemeriksaan melon, ia menambahkan melon adalah lemak tapi bukan menyebabkan sonar. Melon gumpalan lemak di kepala pilot whale dan dolphin, berfungsi propagasi seperti lensa. “Mampu melipatgandakan sonar, tapi bukan penghasil. Hanya media, sehingga bisa memancar lebih jauh,” jelasnya.

Untuk itu, harus dicek juga di daerah telinga mereka. Ia menyontohkan pada 2013 ada simposium pertama di Bali, dengan panelis luar negeri. Bagaimana membedah kepala lumba-lumba sampai tulang otak, untuk identifikasi kerusakan akustik. Tak hanya melon yang diteliti, juga daerah telinga dan kepala.

Terdamparnya paus dengan jumlah banyak cukup sering di Indonesia. Fenomena apa yang berpotensi menyebabkan paus pilot ini terdampar secara massal? Apa yang harus kita lakukan saat melihat mamalia laut terdampar untuk meningkatkan potensi bertahan hidup?

Bisa disebut terdampar massal jika ada setidaknya dua ekor tapi bukan ibu dan anak. Dari catatan WSI, ada 34 kejadian terdampar massal sejak 1995 sampai awal tahun 2021. Melibatkan 466 hewan.

Sejumlah ahli mamalia laut pernah membahasnya di webinar Bisik-Bisik PRL bertajuk “Fenomena Mamalia Laut Terdampar Massal di Indonesia, Studi Kasus: Kejadian Paus Pilot Tedampar Massal di Madura” pada 4 Maret 2021.

Liza saat itu menjelaskan kemunginan penyebab terdampar massal selama ini adalah ada hewan sakit dan terdampar diikuti temannya. Bisa juga sonar frekuensi rendah buatan manusia, cuaca buruk, melewati daerah topografi yang memudahkan terdampar, dan aktivitas matahari (astrofisika).

baca juga :  Refleksi dari Peristiwa Satwa Terdampar pada 2020

 

Eskavator menggali lubang untuk mengubur bangkai paus pilot yang terdampar di Bangkalan, Madura, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Sebanyak 10 kejadian melibatkan paus sirip pendek di Jawa Timur dengan 322 ekor sirip pendek atau sekitar 70% dari jumlah terdampar. “Hampir 40% terjadi di Jawa Timur, ini critical spot untuk kejadian terdampar massal. Sebagian mati dan sebagian lagi hidup,” jelas Liza.

Peristiwa terdampar pun bukan hal baru. Ia mencatat, pada tahun 1614 pelukis Belanda Hendrick van Anthonissen menggambar paus raksasa yang tergolek di pantai, dan nampak ada seperti aktivitas penguburannya.

Terkait hambatan pemeriksaan veteriner menyeluruh dari peristiwa terdampar, perlu ada kejelasan mekanisme izin dan pembiayaan.

Dwi Suprapti dari Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Aquatic Indonesia (IAM Flying Vet) memberi catatan soal perlunya kepastian sumber pembiayaan dan mekanisme pendanaan untuk melakukan pemeriksaan sampel. Menurutnya masih ada keterbatasan pendanaan dan kejelasan siapa yang bertanggungjawab.

Tak jarang ia mengalami situasi ketidakpastian. Misalnya ketika ada peristiwa yang membutuhkan biaya pengujian laboratorium namun dana tidak tersedia. Dana ini terkadang sangat diperlukan dalam pemeriksaan sampel baik pengujian histopatologi, genetik, toksikologi dan sebagainya untuk peneguhan diagnositik.

Ia menyebut sudah banyak sampel yang dikumpulkan dari peristiwa terdampar. Tapi sebagian besar baru dikoleksi, belum diperiksa menyeluruh.

perlu dibaca : Ini 9 Fakta Unik Paus, Hewan Penyerap Karbon Terbesar Dunia

 

Eskavator digunakan untuk membantu proses penguburan bangkai paus pilot di Bangkalan, Madura, Jatim. Foto : BPSPL Denpasar

 

Catatan nekropsi peristiwa terdampar lainnya

Dirangkum dari sejumlah jaringan perespon mamalia terdampar seperti Flying Vet, WSI, Westerlaken Foundation, dan JAAN, sedikitnya ada 24 kasus satwa laut mati terdampar yang dinekropsi. Sebanyak dua kasus sudah mendapatkan hasil pemeriksaan histopatologi, yakni dua kasus di Kalimantan Timur dan satu di Madura. Bahkan beberapa kasus, masih ditelusuri kembali, sudah ada hasil tes DNA.

Liza memaparkan rangkumannya. Misalnya pada 2009, kasus Pesut Mahakam (Mahakam-Kaltim, November, oleh Yayasan RASI), 2013 kasus finless porpoise (Kalimantan Barat, November, Nimal Fernando et al), dan 2014 pada kasus Indo-pacific humpback dolphin (Paloh-Kalbar, February, Dwi Suprapti, PL Mustika, F Purnomo) dan Pesut Mahakam (Mahakam-Kaltim, April, RASI).

Pada 2015 kasus baby spinner dolphin (Bali, November, Deny Hatief, Maulid Dio Suhendro, dll). 2016 kasus Bryde’s whale (Canggu-Bali, Februari, Jaya Ratha et al), bottlenose dolphin (Balikpapan, Maret, RASI), dan short-finned pilot whales (Probolingo-Jatim, Juni, Univ. Airlangga etc Lina Susanti, Dewa Ayu Putu Arie SS, dll).

Selanjutnya pada 2017 kasus Pygmy sperm whale (Sanur-Bali, Januari, Maulid Dio Suhendro, Jaya Ratha, Clara Dewinda), 2018 kasus Pesut Mahakam (Kaltim, Agustus, YK RASI) dan sperm whale (Wakatobi-Sulsel, November).

Pada 2019 ada lima pemeriksaan nekropsi yakni Pesut Mahakam (Kaltim, April, YK RASI), spotted dolphin (Benoa, Bali Exotic Marine Park), spinner dolphin (Kuta-Bali), Pesut Mahakam (Kaltim, Oktober, YK RASI), dan pygmy killer whale (Bali, September, Bali Exotic Marine Park).

Sedangkan pada 2020 tercatat 4 kasus yakni bottlenose dolphin (Bali, Banyuwedang, Maret, Deny Hatief & JAAN), Pesut Mahakam (Kaltim, Maret, YK RASI), Pesut Mahakam (Kaltim, Agustus, YK RASI), dan short-finned pilot whale (Sikka NTT, Oktober, BKSDA dan Dinas Pertanian)

Terakhir pada 2021 ada 4 pemeriksaan yakni sperm whale (Nusa Dua-Bali, Dwi Suprapti), spinner dolphin (Bali, Tanjung Benoa, Flying Vet), short-finned pilot whales (Madura, Februari, Univ Airlangga, dll), dan killer whale (Banyuwangi, April, Univ. Airlangga).

 

Exit mobile version