- Dalam kurun waktu 9 bulan, gerombolan paus pilot kembali terdampar dan mati di perairan Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Kejadian terakhir pada Kamis (30/7/2020) dimana dari 11 individu yang terdampar, hanya 1 ekor saja yang berhasil diselamatkan. Bahkan tiga ekor paus yang mati, dagingnya diambil warga
- Perilaku paus pilot hidup bergerombol, maka potensi terdampar juga bergerombol. Banyaknya individu paus pilot yang mati di Sabu Raijua karena keterbatasan sarana evakuasi, dan minimnya pemahaman serta kemampuan masyarakat dalam penyelamatan
- Paus terdampar merupakan fenomena alami karena gerombolan paus mengikuti pergerakan arus pasang dalam mencari makan ke daerah pasang surut, sehingga terdampar ketika saat surut di pesisir atau terjebak terumbu karang. Selain itu, paus terdampar karena berbagai sebab seperti karena terjaring, makan sampah plastik dan aktivitas manusia
- Hasil survey BKKPN Kupang, paus tersebar sedang di perairan Sabu Raijua dan tinggi di perairan Pulau Timor dan Pulau Sumba sehingga TNP Laut Sawu dijadikan sub zona perlindungan Setasea (paus, lumba-lumba dan dugong). Kondisi itu bisa dimanfaatkan sebagai obyek wisata melihat satwa laut setasea yang bermanfaat bagi perekonomian warga setempat
Gerombolan paus pilot kembali terdampar di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tercatat tidak sampai setahun terdapat 2 kejadian.
Sebelumnya pada Kamis (10/10/2019), masyarakat Desa Meniak, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, dikejutkan kejadian terdamparnya 17 ekor paus pilot di pesisir pantai.
Masyarakat dan staf lapangan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang dipandu kepala BKKPN Kupang Ikram Sangadji melalui telepon berhasil menyelamatkan 10 ekor paus. Sayangnya, 7 ekor tidak dapat diselamatkan karena keterbatasan sarana dan kondisi perairan surut terendah.
Berselang 9 bulan kemudian, pada Kamis (30/7/2020) sekitar pukul 09.00 WITA, kejadian paus terdampar terulang kembali di Kabupaten Sabu Raijua pada koordinat S 10009’52.68”, E 123034’10.35”.
BKKPN Kupang melalui personil Pospol Raijua dan Camat Raijua menerima laporan dari masyarakat terkait adanya 11 individu paus yang terdampar di dua tempat yaitu di pantai Lie Jaka sebanyak 5 individu dan pantai Be’ sebanyak 6 individu. Semuanya berlokasi di Kelurahan Ledeunu, Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua.
baca : Gerombolan Paus Terdampar di Sabu, Tujuh Ekor Mati. Apa Penyebabnya?
Ikram menjelaskan berdasarkan identifikasi jenis didapatkan hasil 11 individu paus tersebut merupakan jenis paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus). Paus jenis ini hidup di perairan beriklim hangat dan dapat beruaya ke daerah dekat pantai untuk mengejar makanannya dan akhirnya terdampar.
Paus yang terdampar dalam keadaan hidup (kode 1) dan ada yang baru mati (kode 2). Paus yang hidup harus segera ditolong dikembalikan ke laut. Sedangkan paus dengan kode 2 artinya hewan terdampar dengan keadaan baru mati. Ciri-cirinya yaitu tidak ada refleks, tidak bernafas, kondisi tubuh masih kenyal dan tidak berbau. Mata hewan masih berkilau.
“Gerombolan paus ini memiliki ukuran panjang antara 2,5 sampai 6,0 meter dengan lebar tubuh 0,9 sampai 1,2 meter sehingga dikategorikan masih berusia remaja dan dewasa,” jelasnya.
Karena perilaku paus pilot hidup secara bergerombol maka potensi terdampar juga bergerombol. Sangat jarang paus pilot, katanya, terdampar berjumlah kurang dari 10 individu. Selain itu ukurannya juga beragam.
Keterbatasan sarana dan pemahaman serta kemampuan masyarakat dalam penyelamatan, jelasnya, menyebabkan tujuh dari 11 individu paus pilot itu mati dan hanya satu individu yang dapat diselamatkan.
“Sebanyak tiga individu yang mati lainnya dipotong dagingnya oleh masyarakat. Ini yang sangat disayangkan karena masyarakat belum mengetahui mamalia laut ini (statusnya) dilindungi,” ungkapnya.
baca juga : Miris Seekor Paus Terdampar Mati, Malah Dikonsumsi
Paus terdampar, jelas Ikram, merupakan fenomena alami karena gerombolan paus mengikuti pergerakan arus pasang yang membawa nutrient dan pakan alami memasuki kawasan pasang surut untuk mendapatkan makanan alaminya.
Pada saat surut, gerombolan paus terjebak pada batu dan karang, serta gundukan pasir sehingga mengalami kekeringan dan dehidrasi.
Upaya penanganan penyelamatan yang harus dilakukan, sarannya, memindahkan tubuh paus pada area yang masih tergenangi air kemudian diangkut dengan menggunakan tandu kain basah atau terpal plastik ke area yang lebih dalam sehingga paus tidak mengalami dehidrasi dan luka lecet.
“Upaya yang dilakukan oleh masyarakat yang dibantu anggota Polres Sabu Raijua perlu mendapat apresiasi. Sabu Raijua merupakan daerah penyebaran Short Finned Pilot Whale dan potensi terdampar sangat tinggi serta lokasi terdampar di pulau Raijua baru pertama terjadi,” tuturnya.
Untuk mempercepat proses penanganan lanjut agar bangkai paus tidak mengalami pembusukan, BKKPN Kupang berkoordinasi dengan Satuan Polres Sabu Raijuau untuk memandu proses penguburan tujuh individu paus pilot yang mati tersebut.
perlu dibaca : Seekor Paus Pilot Sirip Pendek Mati Saat Hendak Dilepaskan ke Laut, Apa Penyebabnya?
Perlu Penelitian
Direktur Cetacean Sirenian (Cetasi) Indonesia Dr. Putu Liza Mustika kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (1/8/2020) menyebutkan perlu ada penelitian untuk mengetahui penyebab paus terdampar.
Icha sapaannya katakan, secepatnya perlu dilakukan nekropsi begitu hewan tersebut mati. Dari nekropsi itu kita bisa lihat ada gangguan apa dalam organ tubuh mereka, apakah ada perdarahan, ada penyakit dan lainnya.
Koordinator Whale Stranding Indonesia ini memaparkan ada empat jenis paus besar di perairan Laut Sawu, NTT, yakni paus Bryde (Balaenoptera brydei), Bryde’s whale (Balaenoptera edeni) dan paus biru atau blue whale (Balaenoptera musculus) dan subspecies paus biru yaitu paus biru kerdil (Balaenoptera musculus brevicauda).
Juga ada Paus Bongkok (Megaptera novaeangliae) atau humpback whale dan Paus Sperm atau Koteklema (Physeter macrocephalus) atau sperm whale. Selain itu ada beberapa jenis cetacea berukuran lebih kecil, termasuk short-finned pilot whales yang terdampar di Sabu.
“Kebanyakan kejadian terdampar di dunia saat ini berkaitan dengan kegiatan manusia. Jadi kita perlu mengatur kegiatan manusia agar lebih lestari. Banyak plastik dan sampah yang ditemukan di lambung paus dan lumba-lumba yang terdampar, jadi kita harus menangani masalah sampah (termasuk sampah plastik) kita dengan lebih baik,” tegasnya.
Banyak juga paus dan lumba-lumba yang terdampar dan setelah diperiksa , kata Icha, ternyata ada kanker atau tumor di dalam tubuh mereka, dan itu berkaitan dengan pencemaran air di daerah tempat mereka tinggal atau bermigrasi. Jadi masalah limbah juga perlu ditangani.
Paus dan lumba-lumba juga bisa terdampar karena terjerat alat tangkap ikan dan kemudian dilepaskan setelah mati. Dia menghimbau agar industri perikanan juga perlu diatur.
“Ada juga paus dan lumba-lumba yang terdampar karena kegiatan seismik dari industri migas serta akibat sonar dari peralatan militer seperti sonar di kapal selam. Jadi kita juga perlu berdiskusi dengan industri migas dan militer,” pesannya.
baca juga : Paus Sperma Terdampar di Pantai Kepo Sabu Raijua. Bagaimana Nasibnya?
Obyek Wisata
Dalam survey penyebaran dan pemunculan cetasea yang dilakukan oleh BKKPN Kupang, penyebaran paus di perairan Sabu Raijua merupakan koridor sedang karena tingkat keragamannya cukup rendah.
Sementara koridor di pulau Timor dan pulau Sumba dikategorikan koridor tinggi karena frekuensi pemunculan dan keragamannya lebih tinggi.
Karena itu kata Ikram, koridor penyebaran dan pemunculan paus dalam KKPN-Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu menjadi perhatian untuk perlindungan dan pelestarian yang diatur dalam Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu sebagai Sub Zona Perlindungan Setasea.
Sedangkan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) KKP, Aryo Hanggono dalam siaran pers KKP mengatakan, perlindungan dan pelestarian setasea baik lumba-lumba maupun paus merupakan salah satu target pengelolaan kawasan konservasi perairan terutama di TNP Laut Sawu.
Memiliki luas 3,35 juta hektare kata Aryo, TNP Laut Sawu merupakan daerah penyebaran dan habitat alami bagi 31 jenis Setacea yang meliputi 18 jenis Paus, 12 jenis Dolphin dan 1 jenis Dugong.
“Di beberapa Negara, potensi penyebaran dan pemunculan paus telah dimanfaatkan untuk pariwisata whale watching. Karena itu kami mendorong potensi penyebaran dan pemunculan paus di TNP Laut Sawu dan sekitarnya tidak hanya perlindungan dan pelestariannya namun dapat dikembangkan menjadi obyek wisata,” ungkapnya.
Sehingga wisata melihat paus dapat mendorong perekonomian daerah, membuka lapangan pekerjaan baru dan masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi.
perlu dibaca : Memantau Perilaku Paus dan Lumba-lumba di Laut Sawu. Apa Hasilnya?
Selain Paus, ucapnya, TNP Laut Sawu juga merupakan daerah pembesaran 54 famili ikan ekonomis penting yang didominasi oleh famili scrombidae karena itu berkorelasi positif dengan kehadiran paus di laut Sawu.
“Saya terus mendorong peran BKKPN Kupang pada level regional bekerjasama dengan pemerintah daerah dan pelaku wisata yang berminat untuk mengembangkan inovasi wisata menonton paus,” paparnya.
Aryo katakana pihaknya akan berkordinasi dengan kementrian atau lembaga terkait di tingkat pusat untuk mengakselerasi upaya pemanfaatan wisata paus di Laut Sawu. Kebijakan nasional sebut dia, mengintegrasikan regulasi pemanfaatan wisata dan di tingkat daerah menyiapkan inovasi pengelolaan wisata Setasea.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada Pemda Kabupaten Sabu Raijua, Direktur Polair Polda NTT, Kapolres Polres Sabu Raijua, Camat Raijua dan masyarakat Kelurahan Ledeunu atas koordinasi dan kerjasama dalam penanganan 11 individu paus pilot,” tambahnya.
Sebagai mamalia laut, tegas Aryo, paus merupakan biota laut yang dilindungi penuh berdasarkan Peraturan Pemerintah No.60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.