Mongabay.co.id

Foto: Jangan Ada Lagi Sawit Ilegal di Aliran Sungai Alas-Singkil

 

 

Sungai Alas-Singkil merupakan salah satu sungai terpanjang di Provinsi Aceh. Selain sebagai sungai utama yang memiliki sejumlah anak sungai, sungai ini juga menjadi muara sungai-sungai kecil di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Keputusan Presiden [Keppres] No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai, Aceh memiliki sembilan wilayah sungai besar. Salah satunya adalah Sungai Alas-Singkil yang luasnya mencapai 10.090,13 kilometer persegi.

Kawasan hutan yang dilintasi Sungai Alas-Singkil adalah Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka margasatwa dan areal penggunaan lain.

Foto: Indahnya Hutan Leuser dari Sungai Alas-Singkil

 

Sawit ilegal yang ditebang di kawasan hutan lindung Soraya diganti dengan tanaman hutan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, kondisi hutan di bantaran Sungai Alas-Singkil, tepatnya di wilayah hutan lindung Soraya, hutannya telah berubah fungsi menjadi kebun. Khususnya, sawit yang dibuka secara ilegal.

Perambahan tidak hanya terjadi di dalam kawasan hutan lindung, tetapi juga di kawasan TNGL. Terutama di wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tenggara.

Baca: Tidak Rela, Sungai Alas-Singkil Dibendung

 

Inilah tanaman hutan pengganti sawit yang siap ditanam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Restorasi hutan

Untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan lindung Soraya, Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Aceh Selatan, yang juga bagian dari hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Wilayah VI Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, dibantu Forum Konservasi Leuser [FKL] telah merestorasi kawasan hutan yang telah menjadi kebun ilegal itu.

“Jumlah kawasan hutan yang telah direstorasi mencapai 120 hektar, dari total luas yang harus direncanakan sekitar 250 hektar,” terang Irwandi, Kepala KPH VI DLHK Aceh, pertengahan April 2021.

Baca: Robohnya Sawit Ilegal di Hutan Lindung Aceh Tamiang

 

Kebun sawit ilegal yang berada di kawasan hutan lindung Soraya, Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Aceh Selatan, terus ditebang dan diganti tanaman hutan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Irwandi mengatakan, sawit yang berada di hutan lindung Soraya, sebagian telah ditebang dan diganti tanaman hutan yang bernilai ekonomi untuk masyarakat. Sebut saja durian.

“Kami akan terus mengembalikan fungsi kawasan hutan. Terlebih, hutan lindung Soraya berbatasan langsung dengan TNGL,” ujarnya.

Baca: Mereka Penjaga Hutan Aceh Tamiang

 

Kawasan hutan yang telah direstorasi mencapai 120 hektar, dari total 250 hektar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Untuk mendukung kegiatan restorasi dan menjaga agar tidak ada lagi perambahan, KPH VI telah membangun pos penjagaan di perbatasan hutan lindung dengan TNGL. Tepatnya, di kawasan muara Sungai Bengkung.

“Harapannya, kegiatan ilegal berkurang dan pelaku perambahan, pemburu, dan penangkap ikan yang menggunakan racun atau setrum tidak datang lagi.”

Irwandi menambahkan, fungsi kawasan hutan Soraya sangat penting, letaknya di pinggir Sungai Alas-Singkil.

“Sungai ini sering meluap, sangat penting menjaga hutan dari segala hal yang merusak.”

Baca: Hutan Lindung yang Direstorasi Itu Jantungnya Aceh Tamiang

 

Sawit yang berada di hutan lindung Soraya, sebagian telah ditebang, diganti tanaman hutan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Syamsudin yang kerap disapa Pak Ogek, telah membantu proses restorasi di kawasan hutan Soraya sejak pertama kali dimulai, pada 2018. Menurut dia, butuh waktu untuk meyakinkan masyarakat untuk tidak membuat kebun lagi.

“Di berapa tempat, bahkan sampai terjadi konflik berkepanjangan akibat masyarakat menolak mengembalikan kawasan hutan yang telah mereka jadikan kebun. Namun di kawasan hutan Soraya, masyarakat mengembalikan dengan baik dan damai,” sebut Ogek yang mantan perambah juga.

Sebelum direstorasi, Ogek memiliki beberapa hektar kebun sawit di dalam kawasan hutan ini. Namun, sejak bergabung dengan FKL, dia sadar bahwa hutan di sekitar sungai tidak boleh dirusak.

“Jumlah masyarakat yang telah mengembalikan kebunnya mencapai 38 orang,” sebutnya.

 

Tim restorasi hutan lindung Soraya telah memusnahkan hampir 9.191 batang sawit. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ogek menambahkan, hingga saat ini, tim restorasi hutan lindung Soraya telah memusnahkan hampir 9.191 batang sawit. Rinciannya, tahun 2018 [800 batang], 2019 [4.658 batang], 2020 [429 batang], dan hingga Maret 2021 tim telah memusnahkan 3.304 batang.

“Yang penting, masyarakat diberi contoh baik,” ungkap Ogek, yang merupakan masyarakat Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat.

 

Sungai Alas-Singkil termasuk sungai terpanjang di Aceh. Alirannya menuju Samudera Hindia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Desa Pasir Belo, Anwar mengatakan, pihaknya sangat mendukung restorasi kawasan hutan yang telanjur dirambah. Terlebih, masyarakat Pasir Belo sangat membutuhkan sungai dan perkampungan mereka berada di pinggir sungai juga.

“Jika sungai meluap, yang pertama merasakan dampaknya masyarakat Pasir Belo.”

Anwar berharap, kegiatan restorasi dapat melibatkan masyarakat. “Ini penting agar mereka mendukung sekaligus menjaga kawasan, sehingga tidak ada lagi perambahan,” ungkapnya.

 

 

Exit mobile version