Mongabay.co.id

Bengkulu Makin Sering Dilanda Banjir, Mengapa?

Bengkulu harus siap menghadapi potensi bencana yang bisa terjadi di darat maupun laut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Bengkulu kembali diterjang banjir, yaitu Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu. Satu penyebab utamanya adalah rusaknya Daerah Aliran Sungai [DAS] Air Bengkulu yang airnya meluap ketika musim penghujan tiba.

DAS Air Bengkulu luasnya sekitar 51.950,97 hektar. Lebar rata-rata sekitar 20,13 kilometer dan panjangnya 37,93 kilometer. Bentuknya termasuk dalam kelompok DAS paralel dengan pola menyerupai percabangan pohon [pola dendritik].

Hulu aliran sungai ini berada di Bengkulu Tengah, tepatnya di Kecamatan Taba Penanjung, sementara hilir ada di Kota Bengkulu, di Teluk Segera. Topografi hulunya berupa perbukitan berombak, dengan pungguk bukit curam hingga sangat curam, sedangkan hilirnya didominasi wilayah datar. Sungai utama di DAS ini adalah Sungai Air Bengkulu.

DAS ini terbagi dalam 3 Sub-DAS, yaitu Rindu Hati [19.207 hektar], Susup [9.890 hektar], dan Bengkulu Hilir [22.402 hektar]. Pada DAS ini ada enam anak sungai yang mengalir ke Sungai Air Bengkulu yaitu Sungai Susup, Sungai Rindu Hati, Sungai Kemumu, Sungai Pasemah, Sungai Sialang, dan Sungai Muara Kurung.

“Sudah tiga tahun terakhir banjir terjadi karena Sungai Air Bengkulu meluap,” kata Kepala Bidang Tanggap Darurat BPBD Provinsi Bengkulu, Khristian Hermansyah, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [23/10/2021].

Dia menjelaskan, ada 693 rumah terdampak banjir yang tersebar di sejumlah desa di Bengkulu Tengah, yakni Taba Jambu, Sunda Kelapa, Abu Sakim, Taba Terunjam, Karang Tinggi, Talang Empat, Jayakarta, Kembang Seri, Pulau Panggung, Nakau, dan Genting.

Di Kota Bengkulu, ada 1.549 rumah terdampak dan 500 KK mengungsi. “Banjir bermula dari hujan intensitas tinggi sejak Senin [18/10/2021] di Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu,” tutur Khristian.

Puncaknya, Selasa hingga Kamis, terjadi banjir di sejumlah tempat tersebut. Bahkan, ketinggian air ada yang mencapai 1,5 meter di 12 kelurahan dan 3 kecamatan, Kota Bengkulu.

Wilayah itu adalah Kelurahan Bentiring, Rawa Makmur, dan Pematang Gubernur di Kecamatan Muara Bangka Hulu. Lalu, Kelurahan Sawah Lebar Baru dan Sawah Lebar di Kecamatan Ratu Agung. Terbanyak, di Kecamatan Sungai Perut, yakni Kelurahan Tanjung Agung, Tanjung Jaya, Semarang, Surabaya, Kampung Klawi, Sukamerindu, dan Pasar Bengkulu.

“Tidak ada korban jiwa, namun warga mengalami kerugian materil. Peralatan rumah tangga banyak tergenang, tidak bisa digunakan,” ujarnya.

Baca: Banjir dan Komitmen Pemerintah Bengkulu Menanganinya

 

Bengkulu harus siap menghadapi banjir dan potensi bencana alam lainnya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Tambang, perkebunan, dan perumahan

Penyebab peristiwa banjir tahunan ini, sudah dikritisi oleh pegiat lingkungan Bengkulu. Terutama, setelah banjir besar 17 April 2019 lalu yang merendam 9 kabupaten dan kota,  menewaskan 24 penduduk di Bengkulu Tengah, Kepahiang, dan Kota Bengkulu, dengan kerugian sekitar 144 miliar Rupiah.

“Hasil kajian penyebabnya banjir ini kombinasi faktor alam dan manusia. Faktor alam adalah curah hujan yang sangat ekstrim, sementara karena manusia akibat berbagai proyek tambang, perkebunan, dan perumahan,” kata Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra.

Aktivitas pertambangan di DAS Bengkulu sudah mencapai luasan 723,52 hektar, dihasilkan dari enam perusahaan. “Ada PT. Bara Sirat Unggul Permai, PT. Bara Mega Quantum, PT. Bengkulu Bio Energi, PT. Danau Mas Hitam, PT. Inti Bara Perdana, dan PT. Ferto Rejang,” tutur Egi.

Selanjutnya, perkebunan monokultur sawit skala besar dikuasai PT. Agri Andalas seluas 2.283,72 hektar. Alih fungsi juga terjadi di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun yang menjadi lahan kopi dan perkebunan sawit.

“Sedangkan perumahan di Kota Bengkulu banyak dibangun di daerah resapan air.”

Sesungguhnya Rohidin Mersyah, Gubernur Bengkulu telah menganalisis penyebab banjir yang terjadi di Bengkulu pasca-banjir besar 2019 lalu. Menurutnya, ada empat faktor utama.

“Mulai persoalan di daerah hulu sungai, penyempitan berbagai daerah aliran sungai, pendangkalan daerah hilir sungai, dan masalah pada daerah resapan air yang berhubungan dengan pembangunan,” terangnya, pada pembukaan Rakor Gugus Tugas Reforma Agraria [GTRA] Provinsi Bengkulu 2019, pada Selasa [30/4/2019], dikutip dari Kompas.com.

Sayangnya menurut Egi, Rohidin belum tegas merealisasikan apa yang disampaikannya. Gubernur belum menindaklanjuti bagaimana empat penyebab banjir itu diselesaikan.

“Minimal mengevaluasi izin-izin perusahaan di sepanjang DAS Air Bengkulu dan memperdalam sungai yang kini semakin dangkal karena lumpur dan batubara.”

Baca: Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu

 

Banjir yang melanda Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu, pertengahan Oktober 2021. Foto: BPBD Provinsi Bengkulu

 

Forum DAS

Dua tahun lalu, setelah banjir April 2019, Rohidin membentuk Forum DAS Air Bengkulu. Pembentukan saat Workshop Rencana Aksi Peduli DAS Bengkulu, pada Kamis [19/9/2019]. Worksop tersebut dihadiri Rohidin dan para stake holder lintas sektor dan wilayah Pemprov Bengkulu. Forum ini tugasnya membuat dan melaksanakan rencana aksi dan kebijakan strategis untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan longsor di DAS Air Bengkulu.

Ketua Forum DAS Bengkulu terpilih adalah Joni Irawan. Saat dihubungi Mongabay Indonesia, Joni menegaskan pihaknya telah melaksanakan sosialisasi ke berbagai instansi tentang kondisi DAS yang sudah memprihatinkan. “Kota Bengkulu ini masyarakatnya berada di pinggir hulu sungai, makanya sering terjadi banjir,” tutur Joni, Sabtu [23/10/2021].

Baca: Banjir dan Longsor Bengkulu, Ada yang Salah dengan Pengelolaan Bentang Alam?

 

Kondisi hulu sungai di Bengkulu yang kini banyak berubah menjadi wilayah pertambangan. Foto: Ahmad Supardi Mongabay Indonesia

 

Dia mengakui, tutupan hutan di DAS Air Bengkulu juga mengkhawatirkan. Saat ini tersisa 24 persen, itupun dari hutan sekunder. “Sosialisasi dianggap penting karena selama ini minimnya kepedulian nyata dari masyarakat terhadap DAS Kota Bengkulu.”

Saat memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia [HMPI] dan Bulan Menanam Nasional [BMN], pada November 2020, Forum DAS Bengkulu dan Forum Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai [BPDAS] Bengkulu melakukan penanaman pohon di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Gading Cempaka. Jenis yang ditanam adalah durian unggul, alpukat, jamu biji merah, rambutan, mangga, dan nangka.

Forum ini juga akan membuat sekolah lapangan konservasi lahan pertama di daerah tersebut, d lahan seluas 20 hektar. Niatnya, melestarikan kawasan kritis yang setiap tahun bertambah. “Tujuan sekolah konservasi adalah membangkitkan semangat, komitmen dan budaya menanam dan memelihara pohon seluruh lapisan masyarakat di Bengkulu, guna memperbaiki lingkungan hidup,” paparnya.

Baca juga: Banjir di Masa Pandemi, Antisipasi Diperlukan Sebelum Bencana Datang

 

Lubang tambang batubara di wilayah DAS Air Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Foto: Dok. Genesis

 

Pengelolaan DAS belum baik 

Pengelolaan DAS Air Bengkulu menjadi sorotan Gunggung Senoaji, Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Bengkulu. Dia menilai, runtinnya banjir beberapa tahun terakhir karena faktor-faktor penyebab tidak dijadikan fokus perbaikan. Hanya menjadi pembicaraan saja ketika bencana datang.

“Ketika banjir kita mengevalusi sebabnya, selesai banjir kita lupa bagaimana eksekusinya,” terangnya, Sabtu [23/10/2021]. 

Menurut dia, faktor banjir itu, pertama, intensitas air hujan. Kedua, kondisi tutupan vegetasi hutan, jika vegatasi terbuka maka serapan air hujan semakin kecil, mengakibatkan air langsung tumpah ke sungai. “Bila ini terjadi, badan sungai tidak mampu menampung volume air yang datang.”

Ketiga, kondisi drainase yang buruk.  Keempat, daerah resapan air yang dibangun permukiman. Kelima, faktor pasang surut laut.

“Atas masalah ini, kami sudah memberikan masukan ke pemerintah, terutama solusinya. Tinggal dieksekusi saja, apa yang telah disepakati,” paparnya.

 

 

Exit mobile version