Mongabay.co.id

Jelang COP4 Minamata: Tantangan Indonesia Terbebas dari Merkuri

Tukang nebeng adalah, penambang emas ilegal yang biasa hanya ikut-ikutan penambang lain, bukan pekerjaan pokok. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Indonesia akan menjadi tuan rumah Convention of Parties (COP) Minamata Convention on Mercury 4, November ini. Biasanya, COP Minamata di Jenewa, Swiss, ini pertama kali di negara lain. Pertemuan terbagi dua sesi. Pertama, 1-5 November pertemuan yang diikuti perwakilan dari 135 negara ini dilakukan secara daring. Kedua, di Bali pada 21-25 Maret 2022.

Pertemuan ini berawal dari tragedi kemanusiaan dan lingkungan ‘Minamata’ di Jepang pada 1950. Kejadian ini jadi dorongan betapa penting penghapusan merkuri karena membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup. Pada 2009, konvensi pertama mengenai merkuri ini digelar.

Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bilang, tujuan Konvensi Minamata ini untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri berbahaya. Mandat dari konvensi ini, katanya, untuk pembatasan, pengendalian dan penghapusan merkuri.

“Penghapusan itu harus kita lihat sumbernya dari mana? Pasokan dan perdagangan merkurinya, produk yang mengandung merkuri, kemudian proses produksi yang menggunakan merkuri, misal pertambangan skala kecil sudah jelas dilarang pakai merkuri. Emisi dan lepasan limbah merkuri diapain? Lahan terkontaminasi dan aspek kesehatannya juga,” kata Presiden COP-4 Minamata ini.

Dalam menjalankan program pengendalian, pembatasan dan penghapusan merkuri, KLHK tidak bisa bekerja sendiri. Meski sebagai focal point dalam konvensi ini, KLHK perlu bekerjasama dengan kementerian dan lembaga lain.

Indonesia, sudah menandatangani Konvensi Minamata pada 2013 dan diratifikasi 2017 melalui UU Nomor 11/2017. Langkah ini diikuti Peraturan Presiden Nomor 21/2019 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.

Indonesia, katanya, bersedia menjadi tuan rumah gelaran COP-4 Minamata untuk menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa punya komitmen kuat mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri.

Delegasi Indonesia untuk COP-4 Minamata ini diketuai staf ahli bidang hubungan antar lembaga, Kementerian Luar Negeri Muhsin Syihab serta Direktur verifikasi pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan limbah non B3 KLHK Achmad Gunawan Widjaksono.

Untuk anggota terdiri dari KLHK, Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, KESDM, Kementerian keuangan (Dirjen bea Cukai), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Manfaat lain dari COP-4 Minamata di Indonesia yaitu mendongkrak perekonomian Indonesia terutama Bali dan sekitar. Dengan mengundang partisipasi 135 negara secara fisik ke Bali, kata Vivien, bisa mendukung pemulihan perekonomian nasional era COVID-19. Juga meningkatkan dukungan internasional terhadap kebijakan nasional pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia.

“Ada beberapa hal terkait pengelolaan, pengendalian dan penghapusan merkuri di Indonesia.”

Indonesia, katanya, berupaya menggantikan tambang emas skala kecil yang pakai merkuri dengan teknologi tanpa merkuri. KLHK sudah membantu delapan tempat untuk mengadopsi ini, antara lain di Lombok, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan lain-lain. “Ini juga akan direplikasi di daerah-daerah lain.”

 

Baca juga: Mampukah Indonesia Penuhi Target Nol Merkuri di Tambang dan Kesehatan?

Tambang emas skala kecil. Ratusan tenda milik penambang emas ilegal, yang hingga kini masih berdiri kokoh, di lokasi tambang Gunung Emas (Gunung Botak), Kabupaten Buru, Maluku. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Capaian dan tantangan Indonesia

Indonesia punya target bebas merkuri dalam RAN Pengurangan dan Penghapusan Merkuri pada 2030.  Dalam mengurangi penggunaan merkuri, kata Vivien, pemerintah prioritas di beberapa bidang, seperti sektor manufaktur, kesehatan, penambangan emas skala kecil dan energi.

Bagaimana capaian sampai 2020? Bidang manufaktur, pengurangan penggunaan merkuri tahun 2019 untuk industri baterai 190,98 kilogram, untuk industri lampu 135,70 kilogram. Pada 2020, pengurangan di industri baterai 219,26 kilogram dan industri lampu 155,12 kilogram.

Kemudian pengurangan merkuri di sektor alat kesehatan yang mengandung merkuri seperti thermometer dan tensimeter. Pada 2019, alat kesehatan yang mengandung merkuri ditarik dari peredaran 118.730 unit atau setara 7.146 kilogram. Pada 2020, sebanyak 72.292 unit atau setara 4.731,6 kilogram.

“Satu unit thermometer mengandung 0,5 sampai 1,5 gram merkuri. satu unit tensimeter mengandung 100-200 gram merkuri. Untuk amalgam dalam menambal gigi, sudah tidak kita gunakan lagi. Dulu, menambal satu gigi setidaknya perlu lima gram merkuri.”

Pengurangan penggunaan merkuri di sektor pertambangan emas skala kecil pada 2019 sebanyak 10.450 kilogram dan angka sama tahun 2020.

Saat ini, sudah ada aturan melarang penggunaan merkuri di pertambangan. Sedang pengurangan penggunaan merkuri di sektor energi pada 2019 sebanyak 560 kilogram, dan 2020 sebanyak 710 kilogram.

“Data-data ini kami dapatkan dari Kementeriaan Perindustrian, Kementerian Kesehatan dan KESDM.”

Vivien bilang, dampak penggunaan merkuri sangat berbahaya. Pencemaran merkuri bisa terjadi di air, udara dan tanah. Persoalan makin serius, katanya, kalau merkuri masuk dalam rantai makanan seperti seperti air dimakan ikan, lalu ikan dikonsumsi manusia. Yang terkontaminasi, katanya, bisa menyebabkan kecacatan pada janin, cacat permanen bahkan kematian.

Vivien bilang, masih banyak harus dilakukan agar penggunaan merkuri benar-benar hilang. Edukasi dan sosialisasi terus jalan agar timbul kesadaran mengenai bahaya merkuri.

“Masyarakat dilatih bersama-sama dengan UMKM dan dengan perhutanan sosial, kemudian beralih profesi. Terus terang, tidak mudah mengubah dari penambang jadi petani.”

Tantangan besar kebijakan ini, katanya, kalau dibenturkan dengan ekonomi terutama di daerah-daerah sentra pertambangan emas skala kecil.

Untuk mengalihkan profesi warga dari penambang jadi petani atau sektor lain bukan perkara mudah. KLHK bekerjasama pun bekerjasama dengan BPPT (sekarang BRIN), untuk mensosialisasikan teknologi pertambangan tanpa gunakan merkuri.

“Tentu saja teknologi harus diganti. Jangan merkuri lagi. Tantangan terbesar itu ya penambangan emas skala kecil, apalagi bagi mereka yang di remote area. Kita terus sosialisasi dan edukasi. Kalau seperti energi, manufaktur itu kita bisa approach kepada industri.”

 

Baca juga : Nestapa Anak-anak Cisitu dalam Cemaran Merkuri

Seorang penambang emas dari Lombok yang mencari emas di Sumbawa (Ropang) menunjukkan merkuri yang dipakai dalam pengolahan emas pada 2019. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Agenda pertemuan

Bicara pertemuan, katanya, saat daring nanti, tak akan terjadi kesepakatan karena susah bernegosiasi dan menyepakati banyak hal. Jadi, pertemuan tahap pertama haru bahas terkait administrasi.

Hal-hal yang akan dibahas dalam COP-4 Minamata tahap pertama ini antara lain, programme of work and budget. Pembahasan mengenai anggaran tahun 2022-2023 dan keterbukaan. Hal ini penting, mengingat untuk mengendalikan, membatasi dan menghapus penggunaan merkuri membutuhkan pembiayaan.

Sedang bahasan pertemuan tahap kedua di Bali antara lain, mengenai review of Annexes A and B karena ada usulan penambahan produk mengandung merkuri harus dilarang, misal, penggunaan amalgam untuk menambal gigi.

“Kalau di Indonesia, sudah tidak dipakai. Tapi di beberapa negara lain masih ada yang belum mampu menggantikan amalgam sebagai bahan menambal gigi. Mereka masih mau mempertahankan itu. Inilah yang jadi obyek negosiasi agak alot,” katanya.

Kemudian usulan penambahan pengaturan lampiran B mengenai proses yang menggunakan merkuri. Biasa, katanya, merkuri masih digunakan dalam industri manufaktur. Ada juga bahasan perkembangan pedoman penyusunan national action plan sektor pertambangan emas skala kecil (PESK).

 

Deklarasi

Hal lain yang didorong dari COP-4 Minamata ini adalah lahirnya deklarasi bersama melawan perdagangan ilegal merkuri. Deklarasi ini merupakan inisiatif Indonesia yang akan disampaikan dalam COP-4 Minamata. Nama yang diusulkan Bali Declaration on Combating Global Illegal Trade of mercury.

“Perdagangan ilegal merkuri salah satu masalah utama dalam pengelolaan merkuri. Perlu komitmen global memerangi ini. Tujuannya, pengarusutamaan isu perdagangan ilegal merkuri, memerangi perdagangan ilegal merkuri, melengkapi konvensi Minamata memenuhi kewajiban umumnya.”

Muhsin Syihab, Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk COP-4 Minamata mengatakan, Indonesia mengusulkan terwujud Deklarasi Bali untuk melawan perdagangan ilegal merkuri.

Salah satu hal yang mendorong deklarasi melawan perdagangan merkuri ilegal, kata Muhsin, sejauh ini belum ada international governance yang mengatur perdagangan merkuri ilegal. Indonesia berharap, katanya, ada langkah pengarusutamaan isu ini yang tujuan akhir ada international governance.

Tujuan peting lagi deklarasi ini, katanya, mewujudkan perlindungan lingkungan hidup. Bagi dunia, deklarasi ini bisa jadi tonggak kerjasama internasional dalam penanganan perdagangan merkuri.

 

 Baca juga : Ketika Merkuri Ancam Keamanan Pangan Kasepuhan Cisitu

Sungai di Geumpang yang rusak akibat pertambangan emas ilegal. Foto: Walhi Aceh

******

Foto utama: Tukang nebeng adalah, penambang emas ilegal yang biasa hanya ikut-ikutan penambang lain, bukan pekerjaan pokok. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version