Mongabay.co.id

Sungai Malili Luwu Timur Tercemar, Ini Tuntutan WALHI Sulsel

 

WALHI Sulawesi Selatan meminta pemerintah daerah Kabupaten Luwu Timur dan aparat kepolisian menangani secara serius pencemaran Sungai Malili yang diakibatkan oleh buangan limbah penambangan nikel yang dilakukan oleh PT Citra Lampia Mandiri (CLM).

“Kita mengharap Bupati segera menghentikan aktivitas tambang ini agar sungai bisa sehat kembali,” ungkap Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif Walhi Sulsel dalam diskusi media yang diselenggarakan secara daring, Jumat (26/11/2021).

Dengan menunjukkan sejumlah foto, Amin menjelaskan bagaimana kondisi Sungai Malili yang berwarna coklat karena aliran lumpur sisa penambangan nikel yang dilakukan oleh PT CLM, dan membandingkannya dengan kondisi sungai sebelum adanya aktivitas penambangan.

“Jadi inilah Sungai Malili yang terkontaminasi lumpur termasuk limbah tambang nikel PT CLM. Dengan gambaran ini tidak bisa lagi pihak manapun bisa menyangkal bahwa tidak terjadi pencemaran. Dari foto yang ada terlihat tidak hanya satu bagian saja tapi hampir sebagian sungai tercemar akibat tambang nikel PT CLM,” katanya.

Amin juga menunjukkan sebuah artikel di sebuah media lokal di mana terdapat pengakuan dari pihak PT CLM bahwa pencemaran itu disebabkan oleh kerusakan settling pond dari PT CLM akibat curah hujan yang tinggi, sehingga menyebabkan sisa limbah mengalir ke sungai.

“Kami tidak sekedar menduga karena sudah ada pernyataan resmi dari pihak PT CLM sendiri yang menyatakan bahwa settling pond jebol karena luapan air curah hujan tinggi, sehingga kemudian meluap dan mencemari sungai. Ini sebuah bukti yang meyakinkan bahwa PT CLM telah lalai dan secara nyata melakukan pencemaran, sekaligus menunjukkan buruknya pengelolaan limbah perusahaan.”

Menurut Amin, pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas tambang PT CLM ini sudah berulang kali terjadi.

“Dalam catatan kami pencemaran Sungai Malili ini sudah berkali-kali terjadi. Januari 2021 kami merekam ada pencemaran berupa pencoklatan air Sungai Malili, kemudian di April 2021, Sungai Malili kembali terpapar lumpur tambang, yang menunjukkan buruknya sistem pengelolaan limbah perusahaan.”

baca : Tolak Tambang Sungai Ilegal, Tiga Warga Sidrap Malah Dikriminalisasi

 

Kondisi Sungai Malili dalam kondisi normal yang diambil beberapa bulan sebelumnya. Foto: WALHI Sulsel

 

Amin menduga ada bekingan kuat di balik kuasa perusahaan untuk terus beraktivitas meski memiliki catatan buruk terkait pengelolaan limbah. Apalagi PT CLM termasuk pemain baru di industri tambang, sebagai anak dari PT Asian Pasifik Mining Resource (APMR).

“Kalau mau dibilang ada data saham, perusahaan ini sangat miskin. Tidak banyak modalnya sehingga untuk melakukan pengelolaan lingkungan yang baik mereka tidak mampu. Karena punya beking politik yang kuat, maka tekanan publik memang harus lebih kuat sehingga mereka harus patuh dan kalau perlu harus angkat kaki dari tanah Luwu.”

Menyoroti relasi bisnis antara PT CLM dan PT APRM, menurut Amin, PT CLM hanya perusahaan operator penambangan di lapangan hanya mengeruk tanah, yang kemudian mengirim material tambang ke perusahaan lain bernama PT Huady Nickel Alloy Indonesia di Kabupaten Bantaeng, kampung halaman Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah yang kini terjerat kasus korupsi.

“PT CLM hanya tampilan depan saja tapi modalnya ada di PT APMR. Kenapa perusahaan ini begitu cepat diberikan izin sangat kelihatan relasinya. Apalagi terlihat jelas kalau perusahaan ini tidak punya kemampuan mengelola tanah tambang itu mengelola nikel.”

Amin juga menilai adanya kejanggalan pemberian izin pada perusahaan ini meski dokumennya belum lengkap. PT CLM sendiri mengantongi IUP dengan wilayah konsesi sebesar 2.660 hektar oleh Gubernur Sulsel pada 2018 silam.

Hal lainnya, diduga beberapa lubang tambang dinilai tidak masuk wilayah konsesi, termasuk kawasan hutan yang kerusakannya bisa berdampak pada ekosistem sungai.

“Kerusakan hutan di sana sangat berefek bagi ekosistem terutama sungai. Ini menurut saya harus ada penegakan hukum oleh aparat keamanan dan pemda. Jangan malah memberikan karpet merah bagi perusahaan yang telah beberapa kali melakukan pencemaran lingkungan,” tambahnya.

Kepala Teknik Tambang (KTT) PT CLM, Ahmad Surana sebelumnya telah menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya kekeruhan sungai Malili tersebut.

“Akibat curah hujan yang tinggi tersebut membuat kolam settling pond yang berada di blok Kande Api meluap tak bisa menampung limpasan air yang cukup tinggi, mengakibatkan terjadi kekeruhan sampai ke sungai Malili. Kami minta maaf, atas kejadian ini,” kata Ahmad kepada wartawan, Senin 22 November 2021 lalu, sebagaimana dikutip dari koranseruya.com.

baca juga : Mampukah Indonesia Penuhi Target Nol Merkuri di Tambang dan Kesehatan?

 

Kondisi Sungai Malili berwarna coklat akibat tercemar limbah dari aktivitas tambang nikel PT CLM di Luwu Timur. Foto: WALHI Sulsel

 

Tuntutan WALHI Sulsel

Menanggapi kasus ini, DPRD Luwu Timur sendiri telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Luwu Timur, Senin (29/11/2021), yang dihadiri oleh Wakil Ketua II DPRD Luwu Timur, Wakil Ketua Komisi III, anggota Komisi III, anggota Komisi I, anggota Komisi II, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luwu Timur, Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan, dan Kepala Teknik Tambang PT CLM.

RDP kemudian merekomendasikan untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan PT CLM dan memperbaiki settling pond yang bermasalah.

Slamet Riadi, Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel menilai rekomendasi ini sangat lemah jika dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan dan telah terjadi berulang kali.

“Ini merupakan bentuk pembiaran terhadap pencemaran Sungai Malili yang sudah tiap tahun terjadi. Bahkan bukan hanya Sungai Malili yang tercemar, Laut Lampia juga sudah rusak parah,” katanya.

Selain itu, pencemaran sungai ini juga berdampak buruk bagi masyarakat sekitar, khususnya yang menggantungkan hidup dari keberadaan sungai tersebut.

“Pencemaran perairan ini, baik Sungai Malili maupun pesisir Lampia itu pasti merugikan masyarakat yang menggantungkan penghidupannya di perairan, seperti para petambak ikan, pekerja rumput laut, dan nelayan. Berbicara dampak lingkungannya, pencemaran Sungai Malili dan pesisir Lampia jelas mengancam biota sungai dan merusak ekosistem terumbu karang,” tambahnya.

Slamet kemudian mendesak Bupati Luwu Timur dan para penegak hukum untuk mencabut IUP PT CLM.

“Kami kira sudah cukup PT CLM mengotori perairan Sungai Malili dan pesisir Lampia. Sudah cukup juga mereka diberikan kesempatan untuk memperbaiki settling pond-nya. Saatnya Bupati harus bertindak tindak tegas untuk mencabut IUP perusahaan. Pihak Kepolisian juga tidak boleh tinggal diam, harus usut tuntas kasus pencemaran ini dan pidanakan pihak perusahaan,” katanya.

baca juga : Warga Gugat Hukum Izin PT Tambang Mas Sangihe

 

Pencemaran Sungai Malili terjadi karena jebolnya settling pond PT CLM akibat curah hujan yang tinggi. Foto: WALHI Sulsel

 

Pantauan DLH Sulsel

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan telah menurunkan tim pengawas sebanyak 5 orang untuk mengetahui kondisi sungai dan settling pond PT CLM, Kamis (2/12/2021).

Di dua lokasi yang mereka kunjungi, yaitu settling pond di Blok Landau dan Blok Kande Api tim menemukan bahwa kondisi settling pond berada dalam kondisi yang normal dengan buangan air yang jernih.

Dilansir dari media lokal okeson.id, Muhammad Ridwan, salah satu anggota tim pengawas menyatakan bahwa adanya bekas limpahan air yang pernah keluar dari tanggul settling pond menandakan kondisi curah hujan di atas normal di lokasi tambang sebagai penyebab limpahan air.

”Kami tidak bisa pastikan apakah air yang melimpah ini keruh atau jernih karena saat itu terjadi kami tidak ada di lokasi. Tapi ada jejak bekas air melimpah di area settling pond,” katanya.

Dari hasil pantauan tim di tiga titik sungai, yaitu Sungai Larona, Sungai Pongkeru dan Sungai Malili, Ridwan belum bisa memastikan apakah kekeruhan yang terjadi akibat aktivitas penambangan karena belum mendapat informasi pembanding kondisi sebelumnya.

”Kan untuk menyatakan dia jernih atau keruh kami harus punya visual pembandingnya, ini yang belum kami dapat, meskipun visual yang kami dapatkan saat ini keruh,” tambahnya.

 

Exit mobile version