Mongabay.co.id

Ripto, Durian Khas Trenggalek Bakal Terancam Kalau Ada Tambang Emas

Ripto, durian andalan Trenggalek. Banyak petani atau pekebun bergantung hidup dari durian maupun tanaman buah-buahan lain khawatir, kala masuk tambang, tempat hidup mereka terancam. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Saat ke Trenggalek, Jawa Timur, Presiden Widodo (Jokowi) menyempatkan diri menikmati si ripto, durian khas dan andalan kabupaten ini. Pada akhir November lalu itu, Jokowi meresmikan Bendungan Tugu di Kecamatan Tugu, Trenggalek. Ripto, bukan sembarang durian. Varietas unggulan Trenggalek ini sempat menyabet juara dua kontes durian lokal di tingkat nasional pada 2005.

Sejak saat itu, Pemerintah Trenggalek melakukan pengembangan.”Kontes itu memang sengaja dibuat untuk mencari varietas durian unggul,” kata M, Nur Arifin, Bupati Trenggalek, kepada Mongabay, baru-baru ini.

Keunggulan durian ini, kata bupati karena memiliki daging tebal, tekstur empuk dan manis, serta biji relatif lebih kecil dibanding varietas lain. Kulit durian juga tipis hingga mudah dikupas.

Penamaan ripto, katanya, sendiri diambil dari nama penanamnya, almarhum Suripto, warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo. Suripto dikenal sebagai petani durian sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, pohon yang dia tanam kini memiliki lingkar batang hingga dua meter.

Karena hanya ada satu pohon, pemkab kemudian memperbanyak bibit melalui okulasi (batang bawah dari jenis sembarang ditempel dari mata tunas durian ripto). “Secara teori hasil dari okulasi menghasilkan buah hampir sama, meskipun ada sedikit variasi karena faktor batang bawah,” katanya.

 

Banyak keunggulan

Kini ripto banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, sampai Presiden Jokowi pun kepincut. Berdasar SK Menteri Pertanian Nomor: 277/Kota/Sr.120/7/2005, tentang Pelepasan Varietas Unggul, Durian Ripto, banyak keunggulan.

“Ripto memiliki produktivitas cukup tinggi, kualitas baik, dan berbuah lebih sekali dalam setahun. Daging tebal dan halus, rasa manis,” tulis surat keputusan yang ditandangani Mentan Anton Apriyantono itu. Keunggulan lain, durian ini memiliki aroma tak terlalu menyengat alias sedang.

Daun durian ripto menjorong sepanjang 10-20 sentimeter dan lebar 3-7 sentimeter tanpa tangkai daun. Bagian atas daun berwarna hijau tua. Sedang bagian bawah berwarna cokelat keperak-perakan.

Dalam satu tandan, ripto dapat menghasilkan 5-30 kuntum bunga dengan warna mahkota putih dan krem pada kelopak. Saat jadi buah, bentuk bulat agak lonjong panjang 20-24 sentimeter dan garis lingkar 47-52 sentimeter.

 

Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas

Durian ripto, khas dan andalan Trenggalek. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Kelebihan lain dari durian ini adalah kulit mudah dibelah. Daging buah berwarna kuning tua dengan ketebalan 0,9-1,8 sentimeter. “Rasa daging manis legit dengan tekstur berserat halus dengan jumlah lima juring per buah,” tulis deskripsi dari Kementan.

Setiap satu tandan, bisa menghasilkan 1-5 durian dengan berat rata-rata sekitar 1,5-2,2 kilogram. Durian ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian 2-750 meter di atas permukaan laut (MDPL). Dimana, masing-masing pohon dapat menghasilkan 225 buah setiap tahun.

 

Banyak varietas

Bentang alam Trenggalek berupa perbukitan dan pegunungan melahirkan beragam produk holtikultura yang jadi sumber penghidupan warga, tak hanya durian juga beragam buah-buahan dan tanaman lain.

“Kita punya buah-buahan begitu melimpah. Seperti durian, alpukat, manggis, pisang dan lain-lain,” kata Yani Prasongko, pengusaha buah-buahan asal Trenggalek juga Kepala desa Sawahan, Kecamatan Watulimo ini.

Khusus durian, katanya, ada banyak varietas unggul, selain ripto yang sempat membuat presiden kepincut seperti kunirjiman, ridin. Jenis ini sama-sama memiliki daging tebal dan rasa manis legit.

Menurut Yani, ripto lebih populer belakangan setelah meraih juara dua pada kontes durian tingkat nasional terlebih setelah diunggah presiden.

Dia tak bisa memastikan berapa usia durian ripto di Desa Dukuh, Watulimo. Meski begitu, katanya, dari ukuran batang, bisa jadi lebih 100 tahun.

“Kalau melihat ukuran, yang pasti lebih tua dari saya, 100 tahun lebih” kata Yani. Dia bilang perlu lebih dari dua orang mengukur lingkar pohon ini. “Varietas lain juga begitu. Kunirjiman, ridin, semua nama penanamnya. Cuma, sekarang yang banyak dikembangkan ya jenis ripto ini.”

Selain oleh Pemkab Trenggalek, pengembangan juga banyak secara tradisional oleh para petanj. Begitu mendapati durian dengan kualitas baik, mereka sukarela memperbanyak melalui sistem setek atau tempel. Ini pula yang membuat jenis dan hamparan lahan durian ripto Trenggalek begitu banyak.

Mengutip data Kabupaten Trenggalek dalam Angka 2021 terbitan Badan Pusat Statistik (BPS), lluas wilayah panen durian mencapai 1.015,40 hektar tersebar di 10 dari 14 kecamatan di Trenggalek.

Wilayah paling luas berada di Kecamatan Watulimo 330,30 hektar, Dongko 235,70 hektar, dan Munjungan 119,90 haktar. Lalu, Kecamatan Bendungan 118 hektar, Kampak 99,20 hektar, Panggul 40,40 hektar, Suruh 30 hektar dan Pule 28 hektar.

KecamatanTrenggalek 12,50 hektar, Gandusari satu hektar dan Tugu 0,20 hektar. Total pohon durian di seluruh kecamatan sekitar 99.000 dengan produksi mencapai 11.362 ton per tahun.

Dengan harga durian setiap kg rata-rata mencapai Rp30.000-Rp50.000, perputaran uang saat masa panen raya mencapai ratusan miliar rupiah. “Saya saja, setiap hari kirim dua pikap ke Bali,” kata Yani.

Bagi Yani, dalam konteks kedaerahan, durian Trenggalek bukan hanya komoditas utama yang layak dipertahankan juga sumber penghasilan warga. Banyak petani mengandalkan pendapatan dari buah berjuluk king of fruit ini.

 

Baca juga: Perusahaan Coba Galang Dukungan, Aliansi Trenggalek Tegaskan Tolak Tambang Emas

Pohon ripto, milik almarhum Suripto yang diperkirakan berusia 100 tahunan. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Terancam tambang emas

Yani mengatakan, durian merupakan tanaman tergolong unik. Makin tua, katanya, kualitas dan produktivitas buah diklaim makin baik. Bahkan, pada usia tertentu, satu pohon bisa menghasilkan 1.000 buah lebih.

Dengan harga relatif mahal dibanding buah lain, katanya, menanam durian menjadi pilihan utama sebagian masyarakat Trenggalek. Terlebih, dengan perawatan tertentu, bisa dua kali panen dalam setahun.

Masalahnya, muncul rencana tambang emas yang membuat para petani durian diliputi keresahan. Mereka khawatir, bila tambang benar-benar beroperasi, akan berdampak terhadap keberadaan durian di Trenggalek.

Kan banyak wilayah yang banyak tanaman durian ternyata masuk di wilayah konsesi tambang,” katanya. Satu contoh di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, merupakan lokasi cikal bakal kelahiran varietas durian ripto.

Yani pun tidak bisa membayangkan bila rencana tambang emas di wilayah itu benar-benar jadi dilakukan. “Bisa habis semua tinggal cerita,” katanya. Padahal, durian ini sudah menjadi salah satu sumber kehidupan warga.

“Kalau satu pohon saja bisa menghasilkan segitu banyak, bisa dibayangkan sendiri berapa uang dari komoditas ini. Apalagi kalau punya banyak pohon,” kata Yani.

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Marvin, petani durian asal Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo juga khawatir. Dia bilang, perusahaan boleh jadi akan merekrut atau memberi kompensasi kepada warga terdampak tambang emas tetapi, tetap saja tak cukup.

“Sekarang, kalau diberi kompensasi, atau direkrut jadi pekerja, pertanyaannya mau sampai kapan? Wong tambang itu ada batasan, ada umur. Sementara lahan pertanian kan bisa diteruskan turun temurun,” katanya. Para petani, kata Marvin, akan kesulitan kembali ke lahan karena kondisi sudah rusak.

Pemprov Jawa Timur telah menerbitkan izin ekploitasi tambang emas kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang disokong perusahaan asal Australia, Far East Gold pada 2019. Dalam dokumen itu, total luas lahan konsesi 12.800 hektar.

Berbagai elemen warga, izin operasi produksi itu pun menuai protes. Bahkan, secara resmi, Pemkab Trenggalek juga berkirim surat kepada KESDM agar meninjau ulang izin itu.

Bupati menyebut, ada banyak aturan dilanggar terkait penerbitan operasi produksi SMN. Dari hasil tumpang susun, izin bertabrakan dengan zona tata ruang yang befungsi lindung.

Izin perusahaan itu berada di 6.951 hektar kawasan hutan produksi, 2.779 hektar hutan lindung dan kawasan lindung karst seluas 1.032 hektar. Lalu, tegalan dan ladang 380 hektar, perkebunan 280 hektar. Kemudian, 209 hektar rawan longsor dan hutan rakyat 170 hektar.

Kemudian, sempadan mata air pun terkena konsesi seluas 190 hektar. Permukiman perkotaan 43 hektar, sempadan sungai 33,4 hektar; sawah tadah hujan 27,27 hektar, sempadan embung 24 hektar, sungai 18,78 hektar.

Dalam beberapa kesempatan, bupati mempersilakan pihak manapun investasi di Trenggalek tetapi bukan yang merusak alam.

“Kita punya banyak potensi yang mendukung terwujudnya ekonomi hijau. Bukan yang berpotensi merusak alam, seperti tambang emas ini. Karena kalau itu yang dilakukan, dampak di masa depan nanti sulit untuk dibenahi,” katanya.

Eko Cahyono, peneliti kehutanan dari Sayogjo Institute, menyebut, Trenggalek memiliki alam luar biasa dan telah memberi penghidupan melalui berbagai produk pertanian.

“Narasi tambang emas sebagai instrumen kesejahteraan ini yang seringkali didengungkan. Padahal, petani-petani disana sudah cukup sejahtera dan tenang dengan kehidupan saat ini.”

 

 

*********

Foto utama: Ripto, durian andalan Trenggalek. Banyak petani atau pekebun bergantung hidup dari durian maupun tanaman buah-buahan lain di kabupaten ini. Warga Trenggalek khawatir, kala masuk tambang, tempat hidup mereka terancam. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version