Mongabay.co.id

KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan terukur di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Sistem ini berbasis kuota ke industri atau kelompok nelayan.

“Perikanan berbasis kuota akan menjadi alat utama kami untuk menjaga lingkungan laut dan pada saat yang bersamaan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini akan dimulai pada tahun ini, tahun 2022,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melalui Ketua Pelaksana Unit Kerja Menteri Anastasia Rita Tisiana dalam acara dialog Blue Halo-S di Bali, Selasa (1/3/2022), seperti dikutip dari siaran pers. Program Blue Halo-S ini memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi.

Melalui kebijakan penangkapan berbasis kuota, KKP membagi wilayah penangkapan dalam enam zonasi dengan kuota yang ditawarkan mencapai 5,99 juta ton per tahun. Angka tersebut setengah dari jumlah stok ikan berdasarkan hasil kajian Komnas Kajiskan sebanyak 12,5 juta ton.

Menteri Trenggono menyebut kebijakan penangkapan terukur sejalan dengan prinsip ekonomi biru, di mana kegiatan ekonomi di dalamnya mengutamakan prinsip keberlanjutan ekosistem. KKP juga akan memperkuat pengelolaan wilayah konservasi untuk menjamin populasi ikan terjaga setiap tahunnya.

Selain enam zona untuk penangkapan berbasis kuota, ada satu zona yang disiapkan sebagai lokasi pemijahan (spawning) dan pengasuhan (nursery ground) yakni WPPNRI 714 yang selama ini menjadi tempat pemijahan ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi, salah satunya tuna. Perairan ini merupakan salah satu wilayah konservasi di Indonesia.

Penerapan kebijakan penangkapan terukur diyakini membuka banyak peluang investasi di bidang perikanan, mulai dari kegiatan di hulu hingga hilir. Peluang ini utamanya diberikan kepada pelaku usaha domestik, disusul investor dari luar negeri.

“Kegiatan Blue Halo-S dapat berpartisipasi sebagai investor dalam kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota ini berdasarkan peraturan KKP dengan syarat dan ketentuan,” ujarnya.

baca : Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022

 

Sekelompok nelayan di pantai Jimbaran, Bali. Foto : shutterstock

 

Persyaratan dan ketentuan tersebut di antaranya mengajukan izin penangkapan ikan ke sistem perizinan KKP. Jumlah penangkapan dibatasi berdasarkan kuota yang ditentukan oleh KKP, dan ikan harus didaratkan dan diproses di pelabuhan pendaratan yang ditentukan.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan dipungut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan diawasi oleh BPKP dan KPK. Blue Halo-S bisa bekerja sama dengan nelayan lokal dan koperasi nelayan untuk mendapatkan dan mengelola kuota penangkapan. Nelayan lokal diklaim akan mendapatkan 20% dari total kuota.

Seiring penerapan kebijakan penangkapan terukur, KKP juga tengah menyiapkan teknologi berbasis satelit yang terintegrasi, yang akan digunakan sebagai sistem utama pengawasan operasi penangkapan ikan. Sistem tersebut akan mengoptimalkan penggunaan Integrated Surveillance System (ISS) yang terhubung dengan kapal pengawasan penangkapan ikan.

Dialog ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, serta Laurene Powell Jobs, janda dari almarhum Steve Jobs yang juga pendiri Earth Alliance, organisasi yang fokus pada kelestarian lingkungan.

Sebelumnya, Program Blue Halo-S ini sempat dibahas dalam rapat koordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Agustus 2019. Dalam arsip berita KKP tersebut disebutkan, tujuan rapat menindaklanjuti Program Blue Halo-S yang merupakan sebuah konsep pengelolaan perikanan dan konservasi laut yang berkelanjutan dengan menerapkan kawasan konservasi yang sangat dilindungi (no take) serta daerah di sekitarnya sebagai konsesi untuk aktivitas ekonomi.

baca juga : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (kiri), Laurene Powell Jobs, pendiri Earth Alliance dan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara dialog Blue Halo-S di Bali, Selasa (1/3/2022). Foto : KKP

 

Selanjutnya dari LSM Conservation International memaparkan bahwa Blue Halo-S merupakan perairan di luar/sekitar kawasan konservasi yang keberadaan sumber daya ikannya ditentukan dan dipengaruhi oleh kawasan konservasi melalui proses bioekologi.

Konsep Blue Halo-S adalah memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi. Ikan yang ditelurkan dan dibesarkan di kawasan konservasi akan tumpah ke perairan yang berdekatan sebagai ikan dewasa. Ikan-ikan ini akan menjadi target operasi penangkapan ikan komersial.

Selanjutnya, perusahaan atau kelompok usaha yang menangkap ikan atau memanfaatkan sumber daya ikan di Blue Halo-S, harus berinvestasi dalam pengelolaan konservasi jangka panjang seperti: patroli berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi biologis dan sosial, pembangunan kesadaran masyarakat, pengembangan pendidikan dan mata pencaharian, dikelola bersama oleh pemerintah.

Diharapkan konsep ini akan menjadi sistem pembiayaan baru untuk konservasi agar tidak tergantung pada APBN atau APBD. Juga dapat menjadi program Kementerian/Lembaga dengan mengkaji secara bioekonomi, manajemen perikanan, dan aspek legal. Proyek percontohan akan dilaksanakan di Fakfak dan Misool, Papua Barat.

Tim perwakilan dari KKP merangkum beberapa kesimpulan dalam rapat tersebut antara lain, sebelum konsep ini diimplementasikan, diperlukan kajian mendalam secara ilmiah terkait konsep Blue Halo-S ini serta keuntungannya untuk masyarakat setempat, kemudian perlu kajian gap analysis terhadap regulasi yang terkait konsep Blue Halo-S.

Berikutnya, penentuan Blue Halo-S harus disesuaikan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) atau Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW).

Saat ini untuk kawasan konservasi sudah tercantum dalam rencana zonasi tapi untuk Blue Halo-S belum ditentukan pemanfaatan ruang lautnya, dan pengelolaan harus dilakukan secara formal dan dikaitkan dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau lembaga seperti Badan Layanan Umu (BLU).

perlu dibaca : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kenalkan kebijakan penangkapan terukur di World Ocean Summit (WOS) ke-9 pada Selasa (1/3/2022). Foto : KKP

 

World Ocean Summit

Di Jakarta, Menteri Trenggono kenalkan kebijakan penangkapan terukur di World Ocean Summit (WOS) ke-9 pada Selasa (1/3/2022). WOS ke-9 berlangsung secara virtual dari Lisabon, Portugal pada 1-4 Maret 2022. Ada lebih dari 140 pembicara dan ribuan peserta dari perwakilan pemerintahan, pimpinan industri berbasis laut, akademisi, hingga civil society yang fokus pada kesehatan laut.

Dalam siaran pers KKP disebutkan, Trenggono memaparkan presentasinya tentang “Visi Indonesia 2045: Ekonomi Biru untuk Perikanan Indonesia.”

Penerapan kebijakan penangkapan terukur merupakan satu dari tiga fase utama dalam transformasi tata kelola perikanan di Indonesia. Pada fase ini, kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota tersebut dibarengi dengan restrukturisasi ekonomi nelayan dan pembudidaya ikan.

Fase selanjutnya berupa percepatan pertumbuhan berfokus pada ekonomi biru, serta memperkuat pertumbuhan tersebut. Melalui fase-fase ini, menurutnya Indonesia menargetkan menjadi pengelola perikanan berkelanjutan yang diakui dunia.

Sebagai negara Ocean Panel, Indonesia menjadikan prinsip ekonomi biru sebagai salah satu acuan utama untuk mewujudkan keberlanjutan laut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dalam presentasinya, Menteri Trenggono turut menayangkan video dua menit yang berisi tentang substansi kebijakan penangkapan terukur di Indonesia. Salah satu isinya mengenai peluang investasi di bidang perikanan yang bisa dimanfaatkan para investor dari dalam maupun luar negeri.

Acara yang digelar oleh Economist Impact tersebut bertujuan melakukan katalisasi ekonomi kelautan yang berkelanjutan dengan mengubah cara bisnis yang berlangsung di lautan. Selain itu untuk mendorong kolaborasi lintas negara bagaimana mengambil tindakan untuk memulihkan kesehatan laut.

baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022

 

Para nelayan menepikan perahunya di sungai Cilincing, Jakarta Utara, usai mencari ikan di laut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Memantau kepatuhan kuota

Ketua Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) Prof Indra Jaya dikonfirmasi Mongabay, Rabu (2/3/2022) mengatakan besarnya kuota penangkapan ikan mengikuti rekomendasi Komnas, tidak boleh melewati stok. “Misi menteri mengedepankan ekologi dibanding ekonomi, saya terjemahkan mempertahankan sumberdaya keberlanjutan sumberdaya ikan. Berapa yang bisa dimanfaatkan?” sebutnya.

Dalam skema kuota ini menurutnya adalah kewajiban melaporkan jumlah yang ditangkap dan berapa yang masuk PNBP. “Selama ini tidak ada kewajiban melaporkan berapa yang ditangkap setelah dapat izin,” sebut Indra.

Pengaturan pemberian kuota antara perusahaan besar dengan kelompok nelayan ini menurutnya akan dilakukan Dirjen Perikanan Tangkap KKP. Ia berharap kapal besar dan nelayan tradisional tidak beroperasi di satu wilayah yang sama. “Harus lebih ke zonasi agar tidak banyak konflik, misal nelayan tradisional dibatasi 12-24 mil, yang besar di luar itu. Jangan sampai di lokasi yang sama, potensi konfliknya besar,” tuturnya. Apalagi kapal perikanan industri sudah dilengkapi sistem posisi kapal, jika pengawasan ditegakkan, akan terpantau lokasi penangkapannya.

Bagaimana mengawasi kepatuhan kuota ini nanti? Menurut Indra, sistem elektronik log book harus berjalan. Demikian juga kepatuhan enumerator pelabuhan perikanan,dan bukti setoran pajak.

 

Exit mobile version