Mongabay.co.id

Tambak Kepiting Ramah Lingkungan di Labuan Bajo Berdayakan Lahan Tidur

 

Sebagai desa yang berada di pesisir, warga Dusun Terang, Desa Golo Sepang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT berprofesi sebagai nelayan dan petani. Selain memiliki bagan, selebihnya nelayan tangkap tradisional dengan alat tangkap seadanya. Banyak yang hidup dari menangkap kepiting untuk dijual ke pengepul.

Desa ini berjarak sekitar 60 km dari Labuan Bajo ke arah timur pantai utara Flores. Hutan mangrove yang luas jadi salah satu modal karena menjadi rumah bagi kepiting bakau berkembangbiak.

“Kita tidak menyangka saat membuka usaha ini mendapat bonus yang luar biasa. Pemandangannya sangat indah dan hutan mangrovenya terjaga dengan baik dan sangat luas,” ungkap Yofani Maria Francis, pengurus Koperasi Rumah Biru Sejahtera yang ditemui pertengahan Desember 2021.

Lahan tambak untuk sementara dibuka seluas sekitar 3 ha dari potensi yang ada sekitar 26 ha. Lahan disewa dari lahan tidur, bekas sawah milik masyarakat nelayan. Sudah 3 kali panen kepiting dengan jumlah terbanyak satu ton lebih.

Voni sapaannya mengatakan, pihaknya ingin agar nelayan yang selama ini menangkap kepiting bisa diberdayakan sehingga dibentuk koperasi. Kebetulan ada pendampingan juga dari Astra.

Pihaknya melibatkan nelayan pengumpul bibit kepiting, nelayan penangkap kepiting dan nelayan pemilik lahan untuk jadi anggota koperasi.

baca : Setelah 7 Tahun, Kelompok Ini Berhasil Bibitkan Kepiting Bakau

 

Tambak kepiting bakau di Kampung Lekeng, Dusun Terang Atas, Desa Golo Sepang, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang memanfaatkan lahan sawah yang tidak produktif. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Lahan milik anggota koperasi dikelola bersama dengan sistem bagi hasil. Sedangkan pemilik sendiri juga menerima upah dari pekerjaan di tambak.

“Bibit kepiting dibeli dari anggota koperasi yang berprofesi sebagai nelayan pengumpul bibit. Alat tangkap bibit dibantu oleh koperasi dan tiap anggota harus membayarnya secara mencicil saat menyetorkan bibit,” ungkapnya.

Voni menambahkan pakan kepiting didapatkan dari nelayan anggota koperasi pemilik bagan ikan. Setiap bibit yang disetorkan dibayar dan dibukukan sebagai simpanan produksi yang akan dihitung sebagai sisa hasil usaha dan dibagikan saat Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Lanjutnya, kepastian pasar untuk komoditas kepiting yang dihasilkan koperasi dijamin dibandingkan sebelumnya nelayan menjual ke pengepul dengan harga seadanya.

“Budidaya ini memberi manfaat kenaikan pendapatan nelayan, pemanfaatan lahan tidur miliknya dan membuka peluang kerja bagi masyarakat. Kami ingin masyarakat bisa ikut berpartisipasi mengelola sumber daya alam yang ada di daerahnya,” ujarnya.

baca juga : Para Perempuan Pencari Kepiting dari Hutan Mangrove Merauke

 

Sirkulasi air di tambak kepiting Desa Golo Sepang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang diatur secara alami yang memudahkan air laut masuk dan keluar. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Bermodalkan Semangat

Budidaya kepiting di tambak kepiting Kampung Lekeng ini bisa dikatakan bermodal semangat dan tergolong nekat. Koperasi memulainya dengan belajar sendiri dan mendapatkan referensi dari berbagai media.

Voni menjelaskan, awalnya mereka menebar bibit kepiting dalam satu kolam. Padahal kepiting hewan kanibal sehingga mereka saling memakan dan berdampak terhadap minimnya produksi.

“Sirkulasi airnya pun tidak sering dicek dan saat banjir kolam pun terkena dampak. Saat cuaca panas, banyak kepiting sering keluar dari kolam dan menuju hutan mangrove di sebelah timur tambak,” ujarnya.

Voni menambahkan, pohon bakau yang ditanam di tengah kolam pun masih minim dan belum terlalu tinggi. Penanaman dalam jumlah banyak sedang digalakkan.

Dengan jumlah anggota sementara 23 orang, ia berharap agar pembenahan tambak bisa segera terlaksana. Koperasi telah meminta ahli budidaya kepiting untuk memperbaiki teknik budidaya.

“Para pekerja kita berikan pelatihan agar ke depannya mereka juga bisa memanfaatkan lahan tidurnya untuk budidaya kepiting,” ucapnya.

Penanggungjawab tambak, Vinsensius Saur menyebutkan, hampir semua masyarakat di Desa Golo Sepang sudah menyadari pentingnya mangrove.

Vinsen mengakui, masyarakat sudah sadar dan takut kalau menebang bakau. Bila melihat ada orang membawa kayu bakau saja pasti ditanyai. Makanya mangrove di Desa Golo Sepang pun sangat luas.

“Nelayan disini antusias sekali dengan adanya tambak kepiting sebab penghasilan mereka selama ini sangat minim. Nelayan minta agar lahan mereka yang tidak terpakai dibuat tambak juga, terutama sawah-sawah yang tidak produktif,” tuturnya.

baca juga : Prinsip Keberlanjutan untuk Penyelamatan Kepiting dan Rajungan, Seperti Apa?

 

Areal tambak kepiting di Kampung Lekeng, Desa Golo Sepang, Kabupaten Manggarai Barat yang sebagian besarnya sedang dalam tahap pembenahan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Vinsen menerangkan, anggota koperasi sudah dilatih majemen dan basic mentality. Juga akan dibantu pendampingan budidaya kepiting, pemeliharaan kepiting yang baik.

“Selama ini kami berjalan dengan modal keberanian saja. Semoga adanya tambak ini bisa memberdayakan masyarakat di desa ini,” kata warga Dusun Terang ini.

 

Harus Ramah Lingkungan

Setelah lahan untuk tambak digusur dan dijadikan bedeng, koperasi Rumah Biru Sejahtera mengajak para nelayan dan anggota koperasi untuk menanam bakau.

Vinsen menjelaskan, bakau ditanam di dalam tambak. Bakau jenis Rhizophora jadi pilihan, terutama Rhizophora mucronata yang banyak terdapat di pesisir pantai Dusun Terang.

“Ada yang kami lakukan pembibitan terlebih dahulu dan banyak yang langsung ditanam menggunakan propagul. Awal tanam yang menggunakan pembibitan sebanyak 150 anakan. Semua sudah tumbuh dengan tinggi sekitar 1,5 meter,” ujarnya.

Ahli budidaya kepiting, Edi Bataona saat ditanyai Mongabay Indonesia di lokasi tambak menjelaskan, bakau yang ada di tengah kolam mau dijadikan tempat berteduh, berlindung atau sarang kepiting.

Edi katakan, sekeliling kolam akan dipagari dan ditebar kepiting dan pakannya sehingga kepiting bisa tumbuh dan berkembang. Proses panen akan dilakukan secara alamiah.

Ia menjamin, semua metode yang digunakan merupakan metode alamiah, tidak menggunakan obat-obatan kimiawi. Hanya menggunakan beberapa teknologi praktis misalnya pro biotik untuk menstabilkan kualitas air.

“Air di dalam tempat budidaya harus dibuang ke luar. Sebelum dibuang harus dipastikan airnya bagus sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru karena air yang dibuang akan kembali lagi ke kolam,” ujarnya.

baca juga : Perdagangan Kepiting Ini Dilarang dan Dilepasliarkan Kembali. Kenapa?

 

Ilustrasi. Seorang anak nelayan memperlihatkan kepiting bakau hasil tangkapannya di Desa Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto : YPI

 

Edi sebutkan mangrove merupakan filter yang bagus untuk air. Untuk menjamin kualitas air terjaga maka harus dinetralisir dimulai dari pakan, perlakukan kepiting, penebarannya hingga jarak panen diatur.

Dia katakan, benihnya berasal dari alam dimana tambak mendapat suplai dari nelayan untuk kepiting yang akan dibesarkan.

Bila tambak berjalan bagus, otomatis jumlah tangkapan di alam akan berkurang sebab tambak tidak menerima benih lain dari nelayan ketika stok penuh.

“Pemeliharaannya secara alamiah sehingga ketika kepiting bertelur maka dia akan mencari salinitas yang berubah untuk aktifasi hormonnya. Secara alamiah begitu,maka dia akan ke laut dan sesudahnya kembali lagi ke tambak,” ujarnya.

Edi paparkan, metode budidaya yang dipraktekkan sama seperti keramba kepiting, bahasa lebih tepatnya budidaya penangkaran kepiting. Bakau sangat penting bagi kepiting karena sebagai rumah, tempat bertumbuhnya makanan dan menahan abrasi.

Lanjutnya, bila bakaunya bertumbuh besar maka tanggul di tambak akan diperbaiki dan kepitingnya ditebar di dalamnya. Makanya,bakau dirawat intensif agar bisa cepat besar.

“Untuk pakannya, kita menggunakan ikan segar hasil tangkapan nelayan. Sementara bila ingin menambah omega 3, kita bisa menggunakan minyak cumi-cumi atau minyak ikan,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version