Mongabay.co.id

Kesulitan Air Bersih, Pekerjaan Warga Penjaringan Jadi Terhambat

 

Dengan melewati gang sempit, perempuan berkaos putih itu terpaksa harus bolak-balik mengangkut air bersih dari pinggir jalan raya menuju ke rumahnya di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Jika dihitung sudah puluhan kali ia wira-wiri membawa dua ember air bersih bantuan dari pemerintah itu, dari jalan raya ke rumahnya jarkanya sekitar 20 meter. Selain sempit, kondisi gang yang dilewati juga sedikit menanjak, sehingga ia pun terlihat ngos-ngosan.

“Alhamdulillah airnya gratis, tapi ya tetap saja susah,” ujar Armawati (39) di sela-sela kesibukannya mengambil air dari tong drum plastik berwarna biru berukuran 150 liter yang dijejer dipinggir jalan, pada awal April.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kampung tersebut, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) menyuplai dengan menggunakan truk tangki. Air itu didrop ke dalam tong-tong drum terlebih dulu sebelum diangkut warga ke rumahnya masing-masing.

Di rumah, Arnawati menampung air yang diambilnya itu di dalam bak mandi dan jerigen-jeringen. Ibu tiga anak ini mengaku kesulitan air ini ia rasakan selama empat bulan ini.

baca : Warga Jakarta Dicap ‘Wilayah Abu-abu’ Sulit Akses Air Bersih

 

Warga setempat mengaku kesulitan air bersih ini dirasakan sudah empat bulan. Kekurangan air bersih selain berdampak buruk bagi kesehatan juga bisa mengganggu pekerjaan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sulitnya air bersih tersebut dikarenakan pelayanan suplai air bersih dari perusahaan pengelola air PT PAM Palyja tidak bisa mengalir lancar seperti sebelum-sebelumnya, bahkan seringnya juga mati total.

Meski di jam-jam tertentu air terkadang mengalir dari pipa, akan tetapi kondisi airnya keruh, selain itu baunya juga tidak sedap, sehingga air tidak bisa digunakan.

Padahal baginya air bersih merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap hari. Tidak hanya untuk memasak, air bersih itu juga digunakan untuk mandi, nyuci dan keperluan lainnya.

“Kalau tidak ada air ya susah, apalagi di rumah saya tinggal 5 orang,” kata Arnawati yang sejak jam 9 pagi sudah mengantri mendapatkan air bersih.

 

Terganggu

Kekurangan air bersih selain berdampak buruk bagi kesehatan juga bisa mengganggu pekerjaan, Nashir (51), warga lain mengaku, waktu yang semestinya digunakan untuk bekerja tersita karena harus mengantri mendapatkan air bersih, apalagi untuk menunggu datangnya air saja dibutuhkan waktu 2 jam. Belum lagi waktu untuk mengangkut air dari tempat droping ke kediamannya.

Biasanya, sebelum truk tangki datang ia terlebih dulu menaruh jerigen di pinggir jalan raya saat pagi hari. Begitu air datang ia pun turut mengantri bersama warga lainnya. Seringnya mereka berebutan, tidak jarang juga berujung cekcok.

baca juga : Minim Partisipasi Publik, Warga Meragukan Proses Reprivatisasi Air

 

Seorang pengendara mengangkut air bersih dengan menggunakan gerobak saat melintas di jalan raya, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

“Gara-gara pengen air bersih sampai nggak ada waktu untuk bekerja, otomatis pendapatan ya menurun,” kata pria bertubuh gemuk ini usai menuangkan air dari jerigen ke dalam bak kamar mandi. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Nashir sendiri bekerja sebagai pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke, jaraknya terpaut 200 meter dari rumahnya.

Bapak tiga anak ini mengaku belum tahu kenapa air mati, padahal setiap bulan dia tetap harus mengeluarkan ongkos untuk membayar tagihan air. Saluran air terkadang memang nyala, tapi rasanya asin, selain itu juga warnanya hitam dan berbau busuk.

Air bersih, lanjut dia, kadang bisa diambil saat dini hari, itu pun volumenya sangat sedikit, tidak maksimal. Sehingga perlu waktu lama untuk menunggu hingga bak mandi penuh.

Untuk itu, agar tidak berlarut-larut dia berharap agar instansi terkait segera mengambil langkah-langkah penting untuk membuat air kembali menyala, apalagi saat bulan Ramadhan.

“Kalau air nomer satu, repot juga kalau tidak ada air, dampaknya kemana-mana,” pungkas pria berambut tebal lurus itu.

baca juga : Ada Parasetamol di Perairan Teluk Jakarta?

 

Warga mengangkut jerigen berisi air bersih yang disuplai oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menanggapi krisis air tersebut, dilansir dari Kompas.com, Lydia Astriningworo menjelaskan, gangguan yang terjadi tersebut diakibatkan adanya kebocoran pipa jaringan.

Dalam rilis yang disampaikan itu pihaknya juga menyampaikan permohonan maaf kepada warga yang terdampak.

Upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut yaitu pihaknya telah melakukan pencarian dan perbaikan kebocoran tersebut secara insentif. Selain itu, selama kondisi suplai air bersih belum normal, pihak perusahaan Paljya akan mengirimkan air bersih melalui air tangki.

 

Hambatan

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta, baik itu PAM Paljya dan juga Mita Swasta seringkali mengalami hambatan yang cukup sulit, Rr. Marsya Nivita Ardelia dalam artikelnya menyebutkan, hambatan itu dimulai dari keluhan pelanggan terhadap pelayanan perusahaan atau juga Mitra Swasta yang kurang maksimal, baik itu dari kualitas air atau juga pembayarannya.

Selain itu pencurian air yang meningkatkan tingkat kebocoran air juga menjadi hambatan pelanggan resmi dalam mendapatkan air bersih. Alasan pencurian air ini pun beragam, umumnya untuk keperluan bisnis dan rumah tangga.

Dalam artikel Analisis Akses Masyarakat DKI Jakarta terhadap Air Bersih Pasca Privatisasi Air Tahun 2009-2014 menjelaskan privatiasasi air di Jakarta telah berjalan selama 16 tahun. Tetapi selama itu juga hasilnya tidak memuaskan.

Secara singkat, setelah bekerjasama dengan Mitra Swasta jumlah pelanggan memang meningkat 100%. Namun hal itu tidak menggambarkan empat kebijakan yaitu aspek publik, aspek korporasi, aspek legislasi dan aspek pasar.

baca juga : Bangun Kesadaran Menghargai Air

 

Nashir (51) saat menuangkan air bersih dengan menggunakan jerigen di bak mandi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Maka dari itu, penulis menyimpulkan kebijakan privatisasi air telah gagal diimplementasikan. Sehingga sebagian warga menuntut agar kebijakan privatiasasi air segera dihapuskan. Hal itu dikarenakan telah melanggar hak asasi manusia atas air bersih.

Mitra Swasta juga dirasa gagal dalam mengadopsi aspek yang menjadi faktor keberhasilan privatisasi air. “Dalam organisasi PAM Paljya dan Mitra Swasta pun terdapat pertentangan atas peran masing-masing,” tulis Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro Semarang itu.

 

Exit mobile version