Mongabay.co.id

Bayi Dugong Jantan di Paga, Masih Berada di Kolam Labuh

 

Seekor bayi Dugong (Dugong dugon) yang berada di perairan pesisir pantai Kampung Maulo’o, Desa Mbengu, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT sejak Selasa (12/4/2022), masih berada di wilayah tersebut hingga Selasa (26/4/2022).

Bayi dugong yang berada di pesisir pantai Kelilo’o tersebut sudah berulangkali dilepas oleh masyarakat ke tengah laut namun kembali lagi ke pesisir pantai. Bayi dugong yang terluka ini pun menjadi tontotan masyarakat.

“Bayi dugong ini menjadi tontonan masyarakat sehingga saya meminta pihak kepolisian agar melarang masyarakat menangkap dan memegangnya,” pinta Aty Making,warga Maulo’o saat ditanyai Mongabay Indonesia, Selasa (26/4/2022).

Aty menyebutkan, pihak BBKSDA NTT pun sudah turun ke lokasi melakukan pengukuran dan mengambil data. Tim BBKSDA NTT pun sudah memeriksa kondisi kesehatannya karena ada luka di punggungnya.

Dirinya berharap agar bayi dugong atau duyung tersebut ditangani secara baik agar bisa kembali sehat seperti semula. Ia melihat masih saja ada gerombolan warga yang mendatangi lokasi untuk menyaksikan dugong tersebut.

“Kalau tidak diawasi maka bisa saja dugongnya tidak selamat. Ini kan mamalia laut yang dilindungi sehingga harus dijaga karena termasuk hewan langka yang sudah jarang ditemui,” ucapnya.

baca : Bayi Dugong Terdampar di Sikka, Bagaimana Penanganannya?

 

Warga berpose bersama anak dugong yang terdampar di pantai Kelilo’o. Desa Mbengu, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Aty Making

 

Masih Menyusui

Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere, BBKSDA NTT, Pieter R.E. Didok saat ditemui Mongabay Indonesia di kantornya, Selasa (26/4/2022) menyebutkan, pihaknya telah turun ke lokasi dan melakukan pengamatan dan pendataan.

Pieter menyebutkan, dugong tersebut berjenis kelamin jantan dengan panjang badan 125 cm, lebar badan 96 cm, lebar sirip 30 cm serta lebar kepala 66 cm. Selain itu, bayi dugong yang berumur sekitar 14 bulan hingga 18 bulan tersebut memiliki lebar ekor 51 cm dan panjang ekor 40 cm.

Ia menegaskan,bayi dugong tersebut tidak terdampar tetapi kehilangan induknya sehingga kebingungan. Bayi dugong tersebut kemungkinan besar tidak menemukan induknya lagi sehingga selalu kembali ke pesisir pantai.

“Bayi dugong ini selalu berada di bawah sebuah perahu kayu milik nelayan yang sejak awal selalu menjadi tempat berlindungnya. Kemungkinan dia berpikir perahu tersebut induknya sehingga dia sering berenang di dekat perahu dan kadang menyundulkan kepalanya di badan perahu,” ucapnya.

Pieter menyebutkan, bayi dugong yang masih menyusui ini kemungkinan kehilangan induk sehingga bingung. Makanya ketika dilepas dia kembali lagi ke perairan dangkal karena tidak menemukan induknya.

Bayi dugong ini lanjutnya, selalu muncul di tempat yang sama dan bersembunyi di bawah perahu yang sejak awal menjadi tempat berlindungnya. Dugong ini bukan terdampar tetapi kebingungan mencari induknya.

“Dugong ini masih bisa berenang di perairan di wilayah tersebut. Makanya kadang dia sering berada di sekitar badan perahu nelayan yang sama,” ucapnya.

baca juga : Seekor Dugong dan Seekor Paus Ditemukan Mati dalam Dua Hari di Morotai. Ada Apa?

 

Daerah pantai berlumpur dan dipenuhi padang lamun yang menjadi lokasi terdamparnya anak dugong di Desa Mbengu, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Aty Making

 

Luka Mulai Sembuh

Awal ditemukan warga di perairan Kelilo’o, bayi dugong jantan tersebut terdapat luka goresan di punggungnya. Selama sekitar dua minggu pasca ditemukan dan dilakukan pendataan oleh BBKSDA NTT, Minggu (24/4/2022) luka di sekujur tubuhnya sudah mulai berangsur pulih.

“Kemungkinan luka di punggungnya akibat tergores  bagian bawah badan perahu yang terdapat tiram. Lukanya seperti tergores dari bagian ekor sampai kepala tapi sudah mulai kering,” sebut Pieter.

Dia meminta agar masyarakat jangan memegangnya sebab bisa membuat dugong tersebut stres. Bila stres dan sering meronta maka lukanya sulit sembuh sehingga masyarakat dilarang menangkap dan memegangnya.

“Dugongnya jinak sekali sehingga kami sudah memberitahu dan menghimbau masyarakat agar jangan menangkap dan memegangnya,” himbaunya.

Pieter katakan, bila dugong tersebut tetap berenang di perairan Kelilo’o maka diusahakan agar jangan diganggu. Kapal nelayang yang melintas pun harus lebih berhati-hati agar jangan menabraknya.

Dugong tersebut pun sering bermain di air dangkal di kolam labuh yang berada di balik talud penahan gelombang yang berada dekat pesisir pantai. Makanannya pun melimpah karena wilayah perairan tersebut dipenuhi padang lamun.

baca juga : Terjadi Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Pantai Juanga Morotai

 

Warga Desa Mbengu, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka,NTT berusaha mengangkat anak dugong yang terdampar untuk dilepaskan kembali ke laut yang agak dalam.Foto : Aty Making

 

Ia mengaku ada masyarakat sekitar yang sudah sadar dan melarang warga lainya agar jangan memegang dan menangkapnya. Bila dugong sudah sehat dan tetap berada di perairan tersebut maka pihaknya terus melakukan pemantauan.

“Yang penting jaga supaya dia sehat. Sekarang sudah aktif dan lukanya pun sudah mulai mengering. Dia berenang dan bermain di air dangkal, apalagi di wilayah tersebut banyak terdapat padang lamun yang menjadi makanannya,” ungkapnya.

 

Rentan Punah

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Windia Adnyana dalam makalah berjudul Kajian Awal Sebaran Temporal dan Spasial Kejadian Dugong Terdampar di Indonesia yang disampaikan pada Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun di Bogor 20 – 21 April 2016, menjelaskan soal dugong terdampar.

Windia katakan, fenomena dugong terdampar telah banyak dilaporkan di berbagai lokasi selain Indonesia. Frekuensinya bisa tinggi maupun rendah dan jumlah kejadian terdampar yang berhasil diamati dan dicatat, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya.

Lanjutnya, temuan dugong terdampar setidaknya akan memberikan petunjuk mengenai habitat satwa dimaksud serta kondisi atau penyakit yang menyebabkannya terdampar.

Di Australia misalnya, diketahui bahwa dugong terdampar karena anakan yang terpisah dari induknya,terserang penyakit, mati, serta dihantam badai atau cuaca buruk (Marsh et al, 2000).

Windia katakan,terpisahnya anakan dugong dari induknya umumnya terjadi karena induk dimaksud mengalami sakit akibat sebab tertentu, seperti tertabrak boat dan terjerat jaring (Greenland dan Limpus, 2007), serta terserang penyakit infeksius maupun degeneratif (Owen et al, 2012; Chansue et al, 2006; Hill et al, 1997; Campbell dan Ladds, 1981; Elliot et al, 1981).

“Penyebab terdamparnya dugong sulit ditentukan karena tidak dilakukan nekropsi pada dugong yang terdampar mati maupun pemeriksaan medik komprehensif pada dugong yang terdampar dalam keadaan hidup,” tuturnya.

baca juga : Seekor Dugong Ditemukan Mati di Raja Ampat Dengan Sejumlah Luka

 

 

Dikutip dari kkp.go.id/djprl/lpsplsorong, dugong tersebar di beberapa wilayah Indonesia seperti Papua, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sumatera, Timor Timur, Maluku, barat laut dan tenggara Jawa, pantai selatan Jawa Timur dan pantai selatan Kalimantan (Budiono, 2003).

Kampung Sawatut, Distrik Makbon, Sorong, Papua Barat merupakan salah satu daerah yang dihidupi oleh dugong. Warga setempat mengaku kerap melihat mamalia tersebut berenang menghampiri pantai untuk memakan lamun.

Kerusakan lingkungan, perburuan dan proses reproduksi yang lambat menyebabkan dugong menjadi langka. Indonesia melindungi dugong UU No7 Tahun 1999 dan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018.

Oleh IUCN dugong digolongkan kedalam spesies vulnerable to extinction atau retan punah. Dugong juga tergolong kedalam appendix I CITES yang berarti spesies ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun.

Status populasi dugong hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa hasil survei menyebutkan bahwa terdapat 12 dugong di teluk Balikpapan pada 2005, di Taman Bunakaen diperkirakan terdapat 1000 dugong pada 1994, populasi dugong disekitar Aru timur dan Pulau-pulau Leste diperkirakan berkisar 22-37 ekor pada 1995, terdapat 14 ekor dugong di Pulau Roon dan Mioswaar Kabupaten Blak pada 1981 dan pada 2008 terdapat 24 ekor dugong di Raja Ampat (Dermawan dkk 2015).

 

Exit mobile version