Mongabay.co.id

Rakyat dan Pemerintah Trenggalek Menolak, Kementerian ESDM Tetap Beri Lampu Hijau Tambang Emas

 

 

 

 

Protes rakyat Trenggalek, kuat agar pemerintah hentikan rencana tambang emas di kabupaten di Jawa Timur ini. Bupati mendengarkan dan mengikuti suara rakyat. Pemerintah Trenggalek meminta izin produksi perusahaan tambang emas, PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) ditinjau ulang, bahkan dibatalkan. Permintaan ini tampak tak digubris Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. KESDM membalas surat dan tetap memberi lampu hijau pada perusahaan.

Sikap ESDM itu tertuang dalam surat yang mereka kirimkan kepada Bupati Trenggalek. Dalam surat bernomor: T-687/MB.04/DJB.M/2022, tertanggal 12 Februari 2022 itu, KESDM beralasan bila izin operasi produksi SMN sesuai studi kelayakan yang disetujui Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Timur. Sirat itu bernomor 545 tertanggal 31 Agustus 2018.

“Bahwa area yang akan digunakan untuk kegiatan operasi produksi (project area) adalah seluas 395,5 hektar. Di luar wilayah itu, SMN dapat eksplorasi lanjutan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan rencana kerja dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,” tulis surat ini.

KESDM juga meminta SMN melakukan kajian aspek teknis, keekonomian, dan lingkungan terkait penciutan bertahap sebagian area wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang termasuk dalam kategori kawasan lindung. Seperti kawasan lindung karst, sempadan mata air, kawasan rawan longsor, sesuai dengan yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek.

Melalui Dirjen Mineral dan Batubara, juga memastikan kegiatan SMN sesuai prinsip kaidah pertambangan yang baik dan benar (good mining practice).

 

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Aksi berbagai elemen masyarakat menolak rencana pertambangan emas di Trenggalek. Foto: A.Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Pembinaan dan pengawasan, sebut surat itu dilakukan melalui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang disampaikan setiap tahun. Juga laporan realisasi setiap triwulan dengan mengacu pada dokumen studi kelayakan yang disetujui.

SMN juga diminta aktif menyampaikan program-program kerja terkait eksplorasi lanjutan, operasi produksi, serta penunjang lain secara terbuka kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

Surat tertanggal 12 Februari itu merupakan tanggapan atas surat kiriman Bupati Trenggalek, M. Nur Arifin, Mei 2021.

Kala itu, dalam suratnya, bupati meminta KESDM meninjau ulang izin izin operasi produksi yang dikeluarkan Pemerintah Jawa Timur terhadap SMN.

Sejumlah alasan menjadi pertimbangan bupati untuk meminta penijauan ulang izin itu. Selain penolakan berbagai elemen masyarakat, hasil tumpang susunPemerintah Trenggalek, ternyata izin operasi produksi SMN bersinggungan dengan banyak hal.

Dari hasil overlay izin usaha produksi (IUP) SMN, yang mencapai 12.891 hektar, bila dirinci, 6.951 hektar berada pada kawasan hutan produksi, 2.779 hektar hutan lindung dan kawasan lindung karst seluas 1.032 hektar.

Sebagian konsesi juga di pemukiman atau pedesaan seluas 804 hektar, tegalan dan ladang 380 seluas hektar, serta perkebunan 280 hektar. Ada juga daerah rawan longsor seluas 209 hektar dan hutan rakyat 170 hektar.

Bukan itu saja. IUP SMN juga masuk dalam wilayah sempadan mata air seluas 190 hektar; permukiman perkotaan 43 hektar; sempadan sungai 33,4 hektar; sawah tadah hujan 27,27 hektar; sempadan embung 24 hektar; sungai 18,78 hektar. Bila dijumlah, total keseluruhan mencapai 12,824 hektar.

Mukti Satiti, Koordinator Aliansi Rakyat Trenggalek (ART), menilai, balasan Dirjen Minerba ESDM itu tak menjawab apapun persoalan yang jadi poin keberatan Pemerintah Trenggalek atas izin SMN.

“Itu tidak menjawab apa-apa, hanya normatif. Intinya, KESDM tetap mempersilakan SMN melanjutkan aktivitasnya,” katanya.

Jhe Mukti, sapaannya, menilai, dengan surat balasan itu membuktikan, KESDM tak memahami duduk persoalan izin SMN terbit hingga berujung penolakan warga dan Pemerintah Trenggalek. Padahal, menurut Mukti, pesan dari surat bupati sebelumnya adalah meminta KESDM mengkaji atau membatalkan izin SMN karena dinilai cacat prosedur.

“Kalau ESDM itu mengerti, seharusnya izin itu dicabut karena proses penerbitan izin itu tidak sesuai prosedur. Setelah dicabut, baru jika memang diperlukan, mulai lagi proses dari awal. Itu yang benar karena izin yang kemarin tidak sesuai. Seharusnya itu batal demi hukum.”

 

Baca juga: Menyoal Izin Tambang Emas di Trenggalek [2]

Lahan pertanian nan subur, karst yang menyediakan simpanan air, terancam kalau tambang emas Trenggalek, beroperasi. Foto: A.Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

IUP produksi SMN terbit dari Pemerintah Jawa Timur, pada 24 Juni 2019, tepat setelah gelaran Pilgub Jatim. Dalam surat bernomor: P2T/57/15.02/VI/2019, itu perusahaan tambang ini memperoleh konsesi seluas 12.813,41 hektar, setara 10% luas Trenggalek.

Secara administratif, luasan ini tersebar di sembilan kecamatan dari 14 kecamatan di Trenggalek. Meliputi, Kecaman Munjungan, Kampak, Watulimo, Pule, Dongko, Suruh, Tugu, Karangan dan Trenggalek.

Data yang dia peroleh sampai izin itu terbit, SMN tak pernah mengajukan rekomendasi kesesuaian tata ruang terkait pertambangan yang akan mereka lakukan. Padahal, permintaan rekomendasi itu tahap paling awal bagi siapapun ketika hendak berinvestasi.

“Karena dari permintaan rekomendasi itu pula, akan terbit izin lingkungan. Apakah lokasi yang sedang diajukan sudah sesuai dengan tata ruang atau tidak? Ini yang tidak pernah dilakukan hingga cacat prosedur.”

Persoalan ini, kata Mukti, rupanya tak dipahami KESDM. Alih-alih mengkaji ulang proses penerbitan izin SMN, KESDM terkesan lepas tanggung jawab atas izin yang terlanjur terbit itu dengan meminta SMN melakukan kajian teknis, keekonomian dan lingkungan atas rencana kegiatannya.

 

Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas

Topografi Kabupaten Trenggalek didominasi wilayah pegunungan. Tampak area persawahan di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek dengan latar pegunungan. Foto: Widya Andriana

 

Izin lingkungan kadaluarsa?

Mukti juga menilai, KESDM tidak konsisten dengan aturan yang mereka buat sendiri. Saat ini, izin lingkungan SMN juga kedaluwarsa. Sampai tiga tahun lebih izin lingkungan diberikan, SMN belum melaksanakan kegiatan di lapangan.

Pada poin kewajiban dan persyaratan pemegang izin lingkungan disebutkan, izin lingkungan usaha dan atau kegiatan dinyatakan kedaluwarsa apabila rencana usaha dan atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak izin lingkungan ini terbit.

Berdasar dokumen yang diperoleh Mongabay, izin lingkungan SMN terbit 28 September 2018. Berarti, sudah tiga tahun lewat tujuh bulan bila hitung mundur hingga kini.

“Seharusnya tidak bisa dilanjutkan,” kata Mukti.

Bupati Trenggalek, M. Nur Arifin tetap minta IUP SMN dibatalkan. Alasannya, izin itu tak sesuai RTRW Trenggalek. Secara tak langsung, dalam surat balasannya, Dirjen Minerba mengakui hal itu.

“Dirjen memerintahkan SMN melakukan kajian untuk menyesuaikan dengan RTRW Trenggalek. Karena dari hasil overlay kami lakukan, hampir keseluruhan IUP SMN tidak sesuai RTRW karena bersinggungan dengan zona yang berfungsi lindung,” kata bupati.

Menurut Gus Ipin, sapaan akrab sang bupati, kalau mengikuti pedoman itu, seharusnya izin batal. Yang terjadi sebaliknya. KESDM malah membuka ruang kepada SMN untuk kajian ulang guna penyesuaian RTRW. Padahal, kata bupati, hampir keseluruhan wilayah konsesi tak sesuai.

Kendati demikian, bupati mempersilakan kajian ulang itu. Dia meminta kegiatan tidak dilakukan SMN, atau orang-orang yang ditunjuk perusahaan. Melainkan, pihak independen dengan melibatkan pihak yang konsern terhadap lingkungan hidup.

Dengan begitu, katanya, kajian yang dihasilkan multiperspektif termasuk bagaimana resistensi Trenggalek.

 

Baca juga: Perusahaan Coba Galang Dukungan, Aliansi Trenggalek Tegaskan Tolak Tambang Emas

Kawasan karst Trenggalek, yang jadi incaran perusahaan tambang, salah satu tambang emas. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Pusat abai suara rakyat dan tak pro iklim

Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, angkat bicara terkait surat tanggapan Dirjen KESDM ini.

Dia menilai, sikap KESDM ngotot memberi karpet merah pada SMN, tidak sejalan dengan suara rakyat dan pemerintah setempat.

“Ini benar-benar tidak sejalan dengan suara di bawah. Pemerintah pusat semaunya sendiri. Padahal, petisi dan surat resmi penolakan tambang itu sudah disampaikan,” katanya kepada Mongabay, Minggu (22/5/22).

Eka, sapaannya, menyayangkan, sikap KESDM yang terkesan tak memahami bahkan abai terhadap alasan penolakan tambang emas oleh masyarakat Trenggalek itu.

Padahal, di tengah ancaman krisis iklim seperti sekarang ini, apa yang dilakukan Pemerintah Trenggalek, seharusnya mendapat dukungan pusat. Apalagi, Trenggalek berada di sisi selatan Pulau Jawa, masuk dalam peta terdampak zona megathrust.

“Ini membuktikan kalau pemerintah pusat, dalam hal ini KESDM tidak memiliki perspektif sama tentang bagaimana membangun lingkungan berkelanjutan. Usaha Pemerintah Trenggalek untuk membuat kebijakan pro lingkungan, pro iklim justru dirusak KESDM.”

Eka meyakini, pertambangan SMN akan merusak ekosistem di daerah tapak yang akhirnya menghancurkan praktik ekonomi berkelanjutan mayoritas warga.

 

 

 

********

Exit mobile version