Mongabay.co.id

Hiu Berjalan, Spesies Istimewa yang Perlukan Perlindungan

 

 

Jumlah populasi ikan hiu berjalan (Hemiscyllium spp.) atau disebut walking shark dalam bahasa Inggris, tidak sebanyak spesies hiu lain yang ada di perairan dunia sekarang. Dari sembilan jenis yang berhasil diidentifikasi saat ini, hampir seluruhnya ada di habitat air laut tropis.

Selain di perairan laut Indonesia, hiu berjalan juga bisa ditemukan di perairan laut Australia, dan Papua Nugini. Khusus di Indonesia, terdapat enam jenis hiu berjalan yang semuanya ditemukan di perairan Indonesia Timur.

Pada 2020, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) sudah memasukkan seluruh spesies hiu berjalan ke dalam kelompok merah. Itu artinya, sembilan jenis spesies tersebut dinilai mengalami kerentanan dan kelangkaan.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKHL KKP) Andi Rusandi menjelaskan, dua dari sembilan spesies hiu berjalan bahkan sudah masuk dalam kategori hampir terancam (near threatened) oleh IUCN.

Tiga spesies dikategorikan rentan (vulnerable), dan satu spesies memiliki kategori sedikit perhatian (least concern),” papar dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Hiu Berjalan, Si Unik dari Negeri Seribu Pulau

 

Jenis-jenis hiu berjalan yang merupakan satwa endemik Indonesia. Foto : Conservation International

 

Dengan status yang sudah disematkan oleh IUCN tersebut, hiu berjalan yang ada di Indonesia perlu untuk diberikan perlindungan secara khusus. Tujuannya, agar populasi mereka di alam bebas bisa tetap terjaga dengan baik dan mencapai kelestarian yang diinginkan.

Menurut dia, perlindungan khusus hiu berjalan mulai dilakukan inisiasi oleh KKP, karena dikhawatirkan akan mencapai kepunahan, mengingat pemanfaatannya yang terus berlangsung tanpa henti.

Perlunya diberikan perlindungan istimewa, karena ikan tersebut cenderung mendapat tekanan yang berasal dari faktor antropogenik atau karena campur tangan manusia. Selain itu, hiu berjalan juga diketahui memiliki pergerakan yang lamban dan tidak berbahaya, sehingga mudah untuk ditangkap.

Penangkapan yang dinilai mudah untuk dilakukan oleh siapa saja, utamanya para nelayan, cepat atau lambat akan mengancam keberadaan mereka di perairan bebas. Tanpa ada campur tangan Pemerintah Indonesia untuk melestarikannya, maka keberadaan empat jenis hiu berjalan diperkirakan akan punah di masa mendatang.

Walau bukan sebagai target penangkapan ikan untuk kebutuhan konsumsi pangan bagi manusia, namun ancaman kepunahan hiu berjalan di Indonesia bisa terjadi kapan saja, karena faktor pemanfaatan untuk keperluan tertentu yang tidak terkendali.

baca juga : Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia

 

Jenis-jenis hiu berjalan yang merupakan satwa endemik Indonesia. Foto : Conservation International

 

Menurut Andi Rusandi, pemanfaatan hiu berjalan yang ada di Indonesia selama ini banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar ikan hias. Hal tersebut bisa terus berlangsung, karena ikan hiu berjalan memiliki karakter dan morfologi yang unik.

“Padahal, ikan ini memiliki potensi yang tinggi dari sisi pariwisata, yaitu sebagai salah satu jenis ikan yang memiliki daya tarik bagi para penyelam,” sebut dia.

Di antara upaya untuk menjaga dan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan hiu berjalan di alam, adalah dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan (SDI) dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Karenanya, perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan,” tambah dia.

Adapun, langkah-langkah yang dimaksud tersebut, salah satunya dan yang utama adalah dengan melakukan penetapan status perlindungan hiu berjalan melalui berbagai tahapan yang sudah disepakati.

Beberapa tahapan tersebut, adalah usulan inisiatif, verifikasi usulan, konsultasi publik, analisis kebijakan, rekomendasi ilmiah, dan terakhir adalah tahapan penetapan yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Keberadaan ikan hiu berjalan di Indonesia yang berstatus endemik, bisa ditemukan di perairan Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Penemuan awal, adalah spesies hiu berjalan yang ada di perairan Kepulauan Raja Ampat pada 1824.

baca juga : Hiu Berjalan di Perairan Indonesia Ternyata Masih Berevolusi

 

Hiu berjalan (Hemyscillium) yang ditemukan di laut Ternate. Foto : Nasijaha Dice Center

 

Menurut Senior Ocean Program Lead Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia (YKCI) Victor Nikijuluw, penemuan awal tersebut kemudian spesifik merujuk pada spesies bernama Hemiscyllium freycinetti (Indonesian speckled carpetshark).

Setelah penemuan awal tersebut, pada 2008 kemudian ditemukan dua spesies hiu berjalan lain, yang salah satunya dideskripsikan berasal dari perairan Kaimana, yaitu H. henryi (Henry’s epaulette shark).

Baik Raja Ampat dan Kaimana, di masa sekarang adalah perairan yang masuk wilayah Provinsi Papua Barat. Sementara, satu spesies lagi dideskripsikan berasal dari perairan Teluk Cendrawasih, yang kini masuk administrasi Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Spesies tersebut adalah H. galei (Cenderwasih epaulette shark).

Lalu, Viktor Nikijuluw menambahkan bahwa pada 2013 ditemukan lagi spesies hiu berjalan lain yang berasal dari perairan berbeda, yaitu laut Halmahera yang masuk Provinsi Maluku. Spesies kemudian diberi nama H. Halmahera (Halmahera epaulette shark).

 

Spesies Istimewa

Sebagai spesies istimewa, dia menyebut kalau ikan tersebut memang unik karena berbeda jika dibandingkan dengan hiu pada umumnya. Perbedaan itu terletak pada sirip mereka yang berfungsi seperti kaki pada manusia atau binatang darat, yaitu untuk berjalan.

Di satu sisi, perbedaan tersebut menjadi daya tarik bagi peneliti untuk bisa memahami lebih dalam spesies hiu berjalan. Namun, di saat yang sama habitatnya menjadi terancam karena terbatas dan terisolasi.

baca juga : Hiu Berjalan Halmahera, Jenis Unik yang Tidak Bakal Ditemukan di Perairan Lain

 

Hiu berjalan (Hemyscillium) yang ditemukan di laut Ternate. Foto : Nasijaha Dice Center

 

Akibatnya, keberadaan hiu berjalan di alam sangat rentan dan bisa terancam punah karena aktivitas penangkapan yang berlebih. Selain itu, ancaman lainnya juga harus dirasakan ikan tersebut, karena tidak terbatas kegiatan yang berlangsung di kawasan pesisir saja.

Melainkan juga seluruh kegiatan yang dilaksanakan di kawasan darat. Sebut saja, seluruh kegiatan yang menghasilkan sampah, serta limbah dari pabrik pada kegiatan pembangunan yang tidak terkendali dan terencana.

Seluruh kegiatan tersebut, dinilai akan bisa merusak terumbu karang yang menjadi habitat penting bagi hiu berjalan untuk menghabiskan seluruh hidupnya. Karenanya diperlukan upaya konservasi yang terintegrasi antara darat dan laut untuk memastikan keberlangsungan hidup dari spesies endemik ini.

Victor Nikijuluw melanjutkan, keterbatasan penelitian dan kajian tentang hiu berjalan di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu hambatan dalam penetapan status perlindungan hiu berjalan ini.

Namun demikian, melihat indikasi adanya ancaman kepunahan, maka upaya konservasi dan pengelolaan, termasuk status perlindungannya perlu ditingkatkan untuk memastikan populasi hiu berjalan di alam tetap lestari.

“Kita berharap bisa mendukung KKP untuk melengkapi dan mengumpulkan informasi tentang hiu berjalan guna menyempurnakan usulan inisiatif penetapan status perlindungan hiu berjalan di Indonesia,” ungkap dia.

baca juga : Video: Spesies Baru Hiu Berjalan Ditemukan di Perairan Halmahera

 

Satu dari enam jenis hiu berjalan yang terdapat di perairan Indonesia. Foto : CI Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Pada 2020, Peneliti dari University of Queensland, Australia Christine Dudgeon pernah menyatakan bahwa hiu berjalan yang ditemukan tim peneliti merupakan spesies hiu terakhir yang melakukan evolusi.

Proses evolusi itu diketahui terjadi sekitar sembilan juta tahun yang lalu dan itu menjadikan hiu berjalan sebagai spesies hiu termuda yang melakukan evolusi. Hal tersebut, karena sebagian besar hiu terakhir berevolusi sekitar 200 juta tahun yang lalu.

Dia mengatakan, temuan perkiraan waktu evolusi yang dilakukan hiu berjalan, didapat melalui pendekatan filogeni molekuler. Dengan pendekatan tersebut, tim peneliti bisa memperkirakan kapan spesies hiu berjalan melakukan evolusi dan sekaligus bisa menyelidiki proses yang mengarah pada spesiasi atau proses terbentuknya spesies baru.

Saat penelitian dilakukan, tim menemukan fakta bahwa perubahan permukaan laut, formasi terumbu karang, dan daratan ikut memainkan peran yang sangat penting dalam proses evolusi pada spesies hiu berjalan.

Tentang penamaan hiu berjalan, Peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRO BRIN) Fahmi punya jawaban yang lebih otentik. Menurut dia, nama tersebut disematkan, karena spesies tersebut pergerakan di air seperti sedang berjalan.

“Bukan berenang, sebagaimana jenis ikan pada umumnya,” terang dia.

Pergerakan seperti itu bisa muncul, karena ada sifat biologi kelompok ikan tersebut yang cenderung menetap di dasar perairan dan lebih menggunakan otot sirip dadanya (pektoral) untuk melakukan pergerakan tersebut.

 

Hiu berjalan. Foto: dokumentasi Nasijaha Dive Centre

 

Dia memaparkan, dari segi ukuran, hiu berjalan masuk pada kelompok ikan berukuran kecil dengan total panjang (total length/TL) di bawah 100 sentimeter (cm). Ikan tersebut juga memiliki populasi yang kecil, sehingga rentan mengalami kepunahan.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, dia menyebut kalau populasi hiu berjalan spesies Hemiscyllium halmahera diduga jumlahnya mencapai 110 individu per kilometer persegi (km2). Sementara, populasi secara keseluruhan yang ada di alam diperkirakan mencapai 400.000 individu.

Sementara, untuk populasi spesies Hemiscyllium henryi saat ini jumlahnya ada 40 individu/km2 dengan estimasi populasi di alam sebanyak 46.000 individu. Kemudian, untuk spesies Hemiscyllium freycineti populasinya ada 200 individu/ km2 dengan estimasi populasi sekitar 660.000 individu.

Sedangkan, spesies Hemiscyllium galei jumlahnya ada sebanyak 36 individu/ km2 dengan estimasi populasi sekitar 54.000 individu. Lalu, spesies Hemiscyllium strahanii jumlahnya ada 180 individu/ km2 dengan estimasi populasi sekitar 130.000 individu.

“Spesies Hemiscyllium trispeculare jumlahnya ada 180 individu per kilometer persegi dengan estimasi populasi sekitar 130.000 individu,” terangnya.

Terbatasnya jumlah dan perairan yang menjadi habitat hiu berjalan di dunia, terjadi karena hiu berjalan memiliki sifat biologi yang unik dan berbeda dengan spesies ikan terumbu karang lain. Kelompok ikan hiu ini memiliki kemampuan berenang yang terbatas dan amat tergantung pada habitat dan kedalaman tertentu.

“Sehingga tidak sanggup bergerak jarak jauh dan tidak memiliki potensi sebaran yang tinggi,” ujar dia beberapa waktu lalu.

 

Hiu berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera). Foto : istimewa

 

Fahmi menerangkan, tipe reproduksi hiu berjalan adalah dengan meletakkan telurnya pada substrat tertentu untuk kemudian menetas dan berkembang menjadi individu dewasa pada habitat yang sama.

Fahmi menyebutkan, dari semua jenis hiu berjalan yang sudah ditemukan di Indonesia, baru hiu jenis Hemiscyllium freycineti yang sudah diberikan perlindungan penuh. Aturan tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.

Aturan perlindungan tersebut disahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat.

Sedangkan Dr Halikuddin Umasangaji Peneliti dan juga perwakilan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate mengatakan iikan ini hanya ada di laut Australia, Indonesia dan Papua Nugini. Di Maluku Utara ikan ini ada di laut Morotai, Tobelo, Ternate, Kayoa dan beberapa tempat lain.

Sementara di perairan Morotai, hiu berjalan sudah ditangkap dan diperjualbelikan selanjutnya dibawa ke China. Hal ini menjadi ancaman populasinya semakin berkurang.

 

 

Exit mobile version