Mongabay.co.id

Tak Ada Sistem Kontrak dalam Penangkapan Ikan Terukur

 

Kebijakan penangkapan ikan terukur akhirnya akan segera diterapkan secara penuh mulai awal 2023 mendatang. Sebelum itu berjalan, Pemerintah Indonesia akan melaksanakan uji coba secara terbatas di tiga pelabuhan pada pertengahan Agustus 2022 mendatang.

Pelaksanaan uji coba tersebut, tak hanya mencakup penangkapan ikan terukur dengan sistem kuota, namun juga akan melaksanakan uji coba penerapan pasca produksi untuk penerimaan Negara bukan pajak (PNBP).

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini Hanafi yang dihubungi Mongabay Indonesia, Senin (8/8/2022) mengatakan, uji coba akan fokus untuk mencari cara terbaik dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Dengan demikian, saat diterapkan penuh, semua kelemahan sudah bisa diperbaiki.

Melalui uji coba yang akan berjalan, dia berharap semua pihak bisa belajar bersama tentang kebijakan penangkapan ikan terukur dengan basis kuota dan sekaligus penerapan kebijakan pasca produksi untuk PNBP.

Semua kegiatan yang berhubungan dengan uji coba, dipastikan sudah mengikuti prosedur merujuk pada regulasi yang ada. Utamanya, payung hukum utama yang berasal dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

baca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara

 

Aktivitas bongkar muatan hasil tangkapan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Akan dimulainya uji coba, sekaligus menandai berakhirnya penantian selama setahun terakhir yang mencakup banyak tahapan untuk pelaksanaan kebijakan. Banyak pihak yang mempertanyakan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kebijakan tersebut.

Terlebih, ada banyak kritikan dan penolakan dari banyak pihak terhadap rencana penerapan kebijakan tersebut. Terutama, rencana penerapan sistem kontrak yang melibatkan dua belah pihak antara Pemerintah dengan pihak swasta yang diwakili para pelaku usaha.

Atas pertimbangan itu pula, KKP membatalkan rencana penerapan sistem kontrak untuk kebijakan penangkapan ikan terukur. Pembatalan tersebut dilakukan melalui tahapan yang panjang dan masukan dari banyak pihak.

Sebagai gantinya, KKP akan fokus pada sistem kuota yang sudah disiapkan bersama dengan sistem kontrak. Sistem tersebut disiapkan agar pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur bisa berjalan seimbang antara kegiatan ekonomi dan ekologi.

Dengan sistem kuota, maka fokus akan dilakukan pada jumlah tangkapan yang bisa dilaksanakan oleh kapal ikan yang sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Pusat. Untuk itu, KKP sudah menyiapkan timbangan elektronik yang dipasang di tiga pelabuhan percontohan.

baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022

 

Suasana di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, 3 Juli 2022. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Sistem kuota tersebut diterapkan dengan perizinan khusus, karena ada batasan waktu maksimal 15 tahun. Saat ini, kebijakan tersebut akan diterapkan juga dalam uji coba yang dilaksanakan di tiga lokasi pelabuhan perikanan yang sudah ditunjuk.

Zaini menyebut, walau saat ini baru tersedia sebanyak 140 timbangan elektronik, tetapi pihaknya akan memenuhi kebutuhan timbangan untuk setiap pelabuhan. Itu berarti, antara satu dengan pelabuhan lain dipastikan akan memiliki jumlah timbangan berbeda.

“Pasti berbeda antara satu pelabuhan dengan yang lain,” ucap dia.

Tentang pemilihan tiga pelabuhan untuk dijadikan uji coba, dia menyebut bahwa itu menjadi bagian dari strategi yang sedang dijalankan Pemerintah. Hal itu, berkaitan dengan kapasitas dari setiap pelabuhan, baik daya tampung pendaratan kapal ataupun jumlah kapal yang beroperasi.

Agar proses uji coba bisa dikendalikan dengan baik, dan bisa dicari kekurangan yang harus segera diperbaiki, maka uji coba dilaksanakan di tiga pelabuhan yang dipilih. Pertimbangannya, karena ketiganya memiliki kapasitas pelabuhan besar, namun dengan jumlah kapal berukuran di atas 30 GT yang tidak terlalu banyak.

Saat diterapkan nanti secara penuh, dia berharap seluruh kapal ikan yang beroperasi dan memenuhi kriteria, bisa mematuhi semua aturan sesuai regulasi. Termasuk, sejak dari proses pengajuan perizinan, baik untuk kapal ikan yang sudah memiliki izin operasi penangkapan sebelumnya, ataupun yang belum memiliki sama sekali.

“Jadi, (kapal ikan) eksisting kita utamakan dulu. Setelah itu, baru sisanya kita berikan kepada kapal-kapal ikan yang baru mendaftar,” jelas dia.

Rincinya, perusahaan mana pun yang ingin berinvestasi, maka mereka wajib untuk mengajukan alokasi kuota tangkapan dan mengikuti proses seleksi beauty contest. Jika lolos dan mendapatkan kuota, maka berikutnya tinggal mengurus prosedur surat izin usaha penangkapan ikan (SIUP).

baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur

 

Para ABK nelayan cantrang di Lamongan melakukan bongkar muatan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Sementara, industri penangkapan ikan yang sudah memiliki SIUP dengan alokasi kapal dan disebut sebagai industri eksisting, maka mereka dijamin akan tetap bisa menangkap ikan dengan kuota yang berasal dari konversi alokasi kapal ke alokasi kuota tangkapan.

Dengan demikian, jika nantinya ada perusahaan yang eksisting sudah mencapai kuota maksimal untuk tangkapan ikan, maka mereka wajib berhenti melakukan kegiatan penangkapan. Demikian juga aturan tersebut berlaku untuk kapal ikan yang baru mendapatkan perizinan.

Direktur Perizinan KKP Muhammad Idnillah pada kesempatan berbeda mengatakan kalau uji coba yang dilaksanakan di tiga pelabuhan, akan diterapkan pada kapal ikan dengan ukuran di atas 30 gros tonnage (GT).

Kapal berukuran tersebut dipilih untuk menjadi uji coba, karena perizinannya diterbitkan oleh KKP secara langsung. Itu artinya, kebijakan akan berjalan tanpa hambatan, karena semua regulasi sudah mengikuti arahan yang ada.

 

Uji Coba Pelabuhan

Pelaksanaan uji coba tersebut, rencananya akan dimulai paling lambat pada 18 Agustus 2022 atau setelah momen perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia pada 17 Agustus 2022. Pelaksanaan tersebut diharapkan bisa menjadi momen istimewa bagi bangsa Indonesia.

“Uji coba akan dilaksanakan hingga Oktober 2022, atau maksimal hingga Desember 2022,” terang dia saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia, Senin (8/8/2022).

Menurut dia, ketiga pelabuhan tersebut dipilih, karena dinilai sudah memenuhi kriteria yang diperlukan untuk penerapan kebijakan. Selain sarana dan prasarana yang sudah lengkap dan rapi, tenaga sumber daya manusia (SDM) juga sudah baik dan terus mendapatkan pendampingan dari KKP.

Kemudian, kapal ikan yang disyaratkan juga ada dan didukung oleh para pelaku usaha yang kooperatif.

Ketiga pelabuhan yang dimaksud, adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual di Kota Tual, Provinsi Maluku; PPN Ternate, Kota Ternate, Prov Maluku Utara; dan PPN Kejawanan, Kota Cirebon, Prov Jawa Barat.

“Itu dasar pertimbangan kami memilih tiga pelabuhan tersebut,” ungkap dia.

baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur

 

Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual di Kota Tual Provinsi Maluku. Foto : DJPT KKP

 

Untuk PPN Tual, sedikitnya terdapat kapal ikan berukuran di atas 30 GT sebanyak 150 unit, di PPN Ternate terdapat sebanyak 50 unit, dan di PPN Kejawanan terdapat sedikitnya 250 unit kapal ikan berukuran di atas 30 GT.

Lebih spesifik, ketiga pelabuhan dipilih, karena situasi yang mendukung, mekanisme bongkar muat barang yang lebih bagus, produk yang ada di sana sudah dipahami, lokasi pendaratan ikan dengan dermaga yang sudah dikendalikan, serta kapal ikan yang wilayah operasinya ada di sekitar pelabuhan.

Untuk PPN Kejawanan misalnya, kapal-kapal ikan yang biasa mendaratkan hasil tangkapannya di sana, adalah yang beroperasi di WPPNRI 712 atau sekitar Laut Jawa. Kemudian, PPN Tual biasa melayani kapal-kapal ikan yang beroperasi di Laut Arafura.

“Sementara, PPN Ternate biasa melayani kapal-kapal ikan yang beroperasi di WPPNRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia) 714 dan 715,” terang dia.

Terkait pergantian fokus dari sistem kontrak ke kuota untuk kebijakan penangkapan ikan terukur, itu dilakukan karena ada banyak pertimbangan yang dikumpulkan dari banyak pihak. Selain KKP secara internal, ada juga para pihak lain yang ikut terlibat dan menyatakan keberatannya.

Dengan fokus pada sistem kuota, ada manfaat utama yang juga akan bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia di masa mendatang. Sistem tersebut akan menghadirkan keberlanjutan ekosistem dan sumber daya ikan (SDI) yang menjadi sumber tangkapan utama.

Sebelumnya, dia menyebutkan kalau sistem tangkapan banyak dilakukan dengan cara eksploitasi sebanyak-banyaknya. Akibatnya, meski SDI sudah terus berkurang, namun aktivitas penangkapan ikan masih terus berlangsung di lokasi perairan tersebut.

Mengingat penerapan secara penuh akan segera dilaksanakan, Idnillah mengakui kalau pihaknya saat ini terus bekerja keras untuk mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan. Termasuk, sosialisasi kepada para pelaku usaha yang akan menikmati kebijakan tersebut.

Melalui sosialisasi, maka diharapkan para pelaku usaha bisa memahami dengan regulasi yang akan dijalankan nanti. Semuanya akan diberlakukan di 79 pelabuhan yang tersebar di seluruh provinsi. Termasuk, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Muara Baru, Jakarta Utara.

baca juga : Penangkapan Ikan Terukur, Bisa Tekan Laju Perubahan Iklim

 

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate, Maluku Utara. Foto : DJPT KKP

 

Terkait dengan pembatalan rencana penerapan sistem kontrak, Idnillah mengatakan kalau itu berkaitan dengan adanya penolakan dari sejumlah pihak. Mereka menilai kalau sumber daya alam (SDA) tidak boleh untuk dijadikan kontrak antara dua belah pihak.

Oleh karena itu, penangkapan ikan terukur akan fokus dilaksanakan dengan sistem kuota. Meski memiliki persamaan dengan sistem kontrak, karena melibatkan pihak lain atau swasta, namun sistem kuota akan berjalan tanpa ada tanda tangan kontrak antara kedua belah pihak.

Dengan demikian, jika pelaku usaha yang mengajukan perizinan dan diberikan oleh KKP dengan jumlah kuota tangkapan tertentu pada WPPNRI, maka dia tinggal melaksanakan saja.

Secara keseluruhan, saat diterapkan secara penuh nanti, kebijakan penangkapan ikan terukur akan diberlakukan pada zona industri perikanan yang mencakup empat zona yang ada di tujuh WPPNRI. Selama proses uji coba, KKP akan memaksimalkan mekanisme pembongkaran, pencatatan, integrasi sistem, dan kesiapan SDM yang ada.

Saat diterapkan secara penuh, kebijakan pasca produksi juga diyakini akan bisa meningkatkan PNBP hingga dua kali lipat dari sekarang. Optimisme tersebut diharapkan bisa memuluskan rencana penerapan nantinya.

Adapun, tujuh WPPNRI yang dimaksud, adalah 718, 711 (Laut Natuna dan Laut Cina Selatan), 716 (Laut Sulawesi), 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), 715 (Laut Maluku dan Laut Halmahera), 572 (Samudera Hindia sebelah Barat), dan 573 (Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga Nusa Tenggara).

 

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat. Foto : DJPT KKP

 

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan juga memberikan tanggapannya kepada Mongabay Indonesia. Menurut dia, skema perizinan khusus mesti berdasarkan basis legalitas yang jelas.

“Jika dasarnya adalah UUCK, maka hal tersebut bertentangan dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang meminta revisi UUCK dan tidak ada aturan turunan yang dikeluarkan Pemerintah,” jelas dia.

Selain itu, perlu juga ada kejelasan alokasi kuota tangkapan berdasarkan WPPNRI atau jenis ikan. Hal tersebut mesti ditentukan sejak awal agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. Mestinya, jika ada perubahan rencana atau kebijakan, KKP mesti meminta input formal dari stakeholder penting seperti pelaku usaha, pemilik kapal, dan yang lainnya.

Khusus untuk uji coba perizinan khusus pada tiga pelabuhan, itu juga dinilai tidak jelas, karena ada keterangan secara detail kepada publik tentang kriteria pemilihan pelabuhan yang tepat. Tidak disebutkan juga apa alasan dan landasannya secara gambling.

Suhufan menilai, jika sasarannya kapal di atas 30 GT, itu dinilai agak kurang pas karena jumlah kapal berukuran besar tidak signifikan di tiga pelabuhan tersebut. Dengan demikian, hasil uji coba bisa misleading dalam pengambilan keputusan akhir nanti.

“Di Ternate hanya ada 12 kapal ukuran 30 GT ke atas. Di Kejawanan dan Tual mungkin tidak lebih 20-30 kapal,” terang dia.

 

Exit mobile version