Mongabay.co.id

Perburuan Biawak Air untuk Ekspor Makin Marak, Bagaimana Keberlanjutannya?

 

Biawak air (Varanus salvator ) merupakan jenis biawak yang paling umum dijumpai dan mudah berkembang biak karena pertumbuhannya yang cepat.

Reptil yang aktif di siang hari atau diurnal ini sering dikonsumsi manusia karena dipercaya daging dan lemaknya bisa menjadi obat penyakit seperti gatal-gatal, menghaluskan kulit, mengobati luka bakar maupun asma.

Selain dikonsumsi, biawak air banyak diburu dan diperdagangkan untuk diambil kulitnya karena mempunyai pola dan serat yang tergolong unik, awet dan bernilai ekonomis. Sehingga sebagian pengrajin menggunakannya sebagai bahan kerajinan seperti tas, dompet, ikat pinggang maupun sepatu.

Tren perdagangan kulit reptil sebagai bahan baku ini disebut meningkat. Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Banyuwangi, seperti dikutip dari Sariagri, pernah mengesahkan ekspor 1.700 lembar kulit biawak kering ke Spanyol, pada Februari 2022.

Sebelum diekspor, kulit spesies berdarah dingin itu terlebih dahulu diperiksa, mulai dari dokumen persyaratan sampai pemeriksaan fisik. Kemudian setelah diterbitkan Sertifikat Sanitasi Produk Hewan (KH-12) dari instansi tersebut, kulit biawak diekspor ke negara berjuluk negri matador itu.

baca  : Setiap Tahun Nyaris Setengah Juta Biawak Disulap Menjadi Tas di Indonesia

 

Kerajinan tas dan dompet yang terbuat dari kulit biawak air dan ular saat dipamerkan di salah satu gelaran pameran UMKM se-Indonesia di Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Amir Hamidy, peneliti reptil dari Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat dihubungi pada Minggu (07/08/2022) menjelaskan biawak air belum masuk kategori satwa yang dilindungi.

Meski begitu, biawak air sudah masuk kategori Appendiks II dalam daftar CITES (The Convention on International Trade in Engangered Species of Wild Fauna and Flora) yang diawasi perdagangan globalnya dengan syarat traceability, sustainable, dan legality. Artinya, pemanfaatannya tidak menyebabkan kepunahan.

 

Monitoring Perburuan

Hasil survei Jenkins and Broad dalam jurnal International trade in reptile skins: A review and analysis of the main consumer markets terbitan tahun 1994 menjelaskan bahwa setiap tahun lebih dari satu juta biawak air ini diambil dari alam untuk di bunuh dan dikuliti.

Penangkapan biawak air terbesar ada di Indonesia, khususnya pulau Sumatera dan Kalimantan. Jika eksploitasi terhadap biawak air ini terus terjadi, dikhawatirkan akan mengalami penurunan jumlah populasi di alam.

Menurut Amir, data monitoring terkait dengan populasi biawak air secara keseluruhan di Indonesia tersebut sudah cukup lama. Tetapi belum ada kajian ilmiah terkini tentang kondisi populasi biawak air itu. Padahal pemanfaatan kulit biawak air ini sudah berjalan puluhan tahun.

“Pada level kuota (pemanfaatan) itu apakah ada indikasi gangguan atau tekanan terhadap populasinya? Saya tidak berbicara penurunan populasi ya, melainkan tekanannya,” ujar pria yang merupakan salah satu dari sedikit ilmuwan Indonesia yang tergabung dalam CITES ini.

baca juga : Heran, Masih Saja Ada Orang yang Konsumsi Daging Biawak

 

Pemburu menunggu kemunculan biawak air dengan membawa senapan angin. Pemanfaatan biawak air sudah diatur pemerintah melalui kuota penangkapan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tekanan terhadap populasi ini, lanjutnya, bukan pada jumlah tetapi pada konteks yang lebih luas. Misalnya selama puluhan tahun pemanfaatan biawak air ini apakah ada penurunan pada masa reproduksi. Begitu juga dengan penurunan terhadap jumlah telur, dan ukuran alat reproduksi.

Karena dari beberapa indikasi biologi atau secara fisiologi itu bisa menggambarkan ada tekanan atau tidak terhadap populasi ini. Jika tidak ada ukuran yang berubah selama 30 tahun, kemungkinan populasinya tidak dalam kondisi tertekan. Artinya, pada spesies biawak air ini mampu bertahan meski pemanfaatannya sudah berjalan selama puluhan tahun.

“Sayangnya masih ada orang yang iseng menembak biawak air di wilayah Jakarta dan Bogor,” kesal pria yang juga Ketua Perhimpunan Herpetologi ini.

Akibatnya pada tahun 2019, sempat heboh fenomena banyak ditemukannya anakan ular kobra Jawa (Naja sputatrix) di dalam rumah-rumah warga seputar Jakarta dan Bogor dikarenakan predator alaminya seperti biawak air ini diburu. Padahal keberadaan satwa pemakan daging ini juga penting sebagai pengontrol populasi ular.

baca : Biawak Air, si Reptil yang Suka Berjemur

 

Seorang pemburu membawa biawak air hasil tangkapannya. Secara global reptil dengan nama latin Varanus salvator banyak diburu dan diperdagangkan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Kuota Penangkapan

Menurut Amir, sebenarnya sudah ada aturan pemanfaatan biawak air ini berupa kuota penangkapan. Tidak sembarang orang boleh menembak, harus ada lisensinya. Sedangkan pedagang kulit harus mempunyai izin edar baik itu dalam maupun luar negeri.

Untuk itu, yang perlu dilakukan oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait adalah melakukan sosialisasi terkait dengan regulasi yang sudah dibuat, agar masyarakat awam tidak serta merta menembaki biawak air ini.

“Sepanjang kita bisa mematuhi regulasi yang ada itu, Insya Allah pemanfaatannya ya bisa traceability dan sustainable,” terang Amir.

Selain itu, perlu lebih banyak dilakukkan kajian ilmiah yang dilakukan oleh BRIN, tetapi juga oleh akademisi dan LSM. Semakin banyak data ilmiah yang terkumpul, menurut Amir itu, akan semakin bagus dalam mendukung kebijakan terhadap usaha konservasi.

menarik dibaca : Lanthanotus borneensis, Biawak Misterius Tak Bertelinga Dari Kalimantan

 

Secara morfologi, biawak air masuk dalam famili Varanidae mempunyai bentuk lubang hidung oval. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Peneliti Utama bidang Herpetofauna BRIN, Hellen Kurniati saat dihubungi pada Senin, (08/08/2022) mengatakan ada sekitar 450.000 item kuota ekspor kulit biawak dari Indonesia ke Uni Eropa dan Cina dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. Jumlah itu menjadikan Indonesia termasuk eksportir kulit biawak terbesar

Menurut Hellen, belum ada studi lanjut tentang penurunan populasi biawak air akibat perburuan di Indonesia. Saat dia melakukan monitoring di salah satu pengepul kulit biawak pun dibilang ketersediaan biawak air selama puluhan tahun tidak pernah menurun.

Karena di tingkat pengepul sendiri, ada kriteria untuk biawak air yang diambil kulitnya. Sehingga bagi pemburu yang profesional akan menyeleksi dalam menangkap biawak air.

“Kalau mereka pemburu yang tidak profesional itu biasanya biawaknya untuk dimakan. Jika perburuan ini tidak dibatasi dari segi ukuran itu mungkin bisa menjadi langka,” terangnya.

 

Exit mobile version