Mongabay.co.id

Dambus dan Kelestarian Rusa Sambar di Pulau Bangka

 

 

Rusa sambar [Rusa unicolor], merupakan satwa penting dalam kebudayaan masyarakat melayu di Pulau Bangka. Penampilan fisik rusa jantan yang gagah dengan tanduk bercabang, merupakan inspirasi bentuk dambus, alat petik dalam musik gambus/dambus, yang kini berstatus sebagai warisan budaya tak benda dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Menurut Onny Nur Pratama, alumni Program Penciptaan dan Kajian, Pascasarjana ISI Yogyakarta, representasi kepala rusa dalam alat musik dambus, merupakan bukti masyarakat di Pulau Bangka memiliki hubungan yang dekat dengan rusa sambar.

“Rusa menjadi bagian penting dalam setiap kegiatan ritual adat atau acara perayaan usai panen, maupun pernikahan. Daging rusa dimaknai sebagai hidangan mulia,” ujar Onny, pegiat budaya sekaligus pendidik di SMA Muhammadiyah Pangkalpinang, kepada Mongabay Indonesia, Selasa [16/08/2022].

Baca: Meski Dilindungi, Perburuan Rusa Sambar Belum Berhenti

 

Rusa sambar yang menjadi inspirasi lahirnya dambus, alat petik khas masyarakat melayu di Pulau Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dalam tesis Onny Nur Pratama, yang bersumber pada sejumlah buku Akhmad Elvian, salah satunya berjudul “Memarung, Panggung, Bubung, Kampung dan Nganggung”, diceritakan bahwa dalam mendapatkan daging rusa, dikenal istilah ngelapun atau berasuk. Kegiatan berburu rusa sambar secara kelompok menggunakan lelapun, atau perangkap laba-laba yang terbuat dari rotan peledas atau rotan gajah.

“Para pemburu harus meminta izin kepada dukun hutan dahulu. Rusa yang diburu juga tidak berlebihan, hanya untuk hari besar atau ritual adat, dagingnya juga harus dibagi adil,” tulisnya.

Sementara tanduk, dipercaya sebagai media protektif, pelindung serta penolak hal-hal yang bersifat kurang baik seperti penyakit atau bencana.

“Tidak sembarang orang bisa memajang tanduk rusa sambar di rumahnya. Biasanya, ketua adat atau dukun kampung yang memilikinya,” lanjut Onny.

Di beberapa wilayah Pulau Bangka, ada juga kepala dambus berbentuk kijang [Muntiacus muntjac].

“Dambus merupakan produk kesenian dari local genius Bangka, mencerminkan kecerdasan serta kepekaan masyarakat dalam menyerap kondisi lingkungan sekitar. Alam sebagai “guru”, sumber inspirasi dan pengetahuan.”

Kelestarian alam beserta beragam satwa seperti rusa sambar di Pulau Bangka sangat penting. “Rusaknya habitat serta populasi rusa atau satwa lain, akan ikut menggerus identitas kebudayan masyarakat di Bangka Belitung,” tegasnya.

Baca: Rusa Bawean, Si Gesit yang Tidak Suka Kehadiran Manusia

 

Bentuk kepala dambus yang menyerupai kepala rusa sambar. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Jarang terlihat 

Amang Kalu [50], warga Desa Terak yang sering menjelajah hutan di lanskap Bukit Mangkol, menjelaskan saat ini rusa sambar jarang terlihat.

“Sekarang, bekas gesekan tanduknya di pohon juga tidak ada,” ujarnya.

Hal senada disampaiak Badarudin [51], Kepala Desa Labuh Air Pandan, Kabupaten Bangka. “Sekitar 1970-an, warga masih melihat rusa sambar di sekitar Sungai Mendo, sekarang tidak lagi.”

Menurut Langka Sani, Ketua PPS Alobi Foundation, berdasarkan informasi lapangan, umumnya masyarakat desa di Pulau Bangka jarang melihat rusa sambar di alam.

“Rusaknya habitat serta adanya perburuan yang menjual daging atau tanduk rusa, merupakan persoalan utama,” katanya.

Kondisi ini kian mengkhawatirkan, ketika sungai hingga perbukitan di Pulau Bangka tergerus aktivitas pertambangan dan perkebunan skala besar.

“Padahal rusa sambar sangat penting sebagai penyeimbang ekosistem alam,” kata Langka Sani.

Berdasarkan P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, rusa sambar dan kijang muncak berstatus dilindungi.

Baca: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah

 

Aktvitvitas pertambangan di Pulau Bangka, menjadi ancaman kelestarian habitat rusa sambar. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Upaya konservasi

Secara global, populasi rusa sambar tersebar di sebagian besar wilayah Asia, mulai Pegunungan Himalaya, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China [Yunnan, Sichuan, Jiangxi, Hunan, Guangxi, Guizhou, Hainan], India, Laos, Malaysia, Myanmar, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia [Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Bangka Belitung].

Sambar termasuk spesies rusa terbesar dalam keluarga Cervidae, dapat tumbuh setinggi 102-160 centimeter, dengan panjang tubuh 150 centimeter. Beratnya bisa mencapai 80-90 kilogram [betina] dan 90-125 kilogram [jantan]. Sementara tinggi tanduk bisa mencapai 1 meter.

Berdasarkan IUCN Red List, rusa yang dapat hidup di dataran rendah hingga pegunungan [3.900 meter] ini, berstatus Rentan [Vulnerable]. Populasi terancam di alam, akibat rusaknya habitat serta perburuan, sehingga berbagai upaya konservasi in-situ hingga ex-situ harus diupayakan.

Sebagai informasi, satu individu rusa sambar lahir pada 14 Februari 2022 di PPS Alobi Foundation. Selain Alobi, ada juga penangkaran rusa sambar milik PT. Timah Tbk di Pangkalpinang dan Belitung Timur.

Namun menurut Langka Sani, kelahiran serta upaya konservasi harus diimbangi perbaikan habitat di alam.

“Bagaimanapun, satwa akan lebih bahagia hidup di alam. Disamping, sosialiasi serta penegakan hukum terhadap para pemburu satwa dilindungi,” jelasnya.

Baca juga: Pelawan, Pohon Unik Warna Merah di Bangka Belitung

 

Ekspansi perkebunan sawit skala besar yang menggerus hutan tersisa di Pulau Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan dokumen SLHD [Status Lingkungan Hidup Daeah] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014, luas kawasan hutan di Bangka Belitung mencapai 657.380 hektar, sementara dalam dokumen IKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2021, luas kawasan hutan pada 2015 tersisa 235.585,8 hektar. Atau, berkurang 421.794,2 hektar dalam setahun.

Luasan tersebut terus mengalami penurunan, hingga pada 2020 tersisa 197.255,2 hektar. Artinya, kurang 6 tahun [2014-2020], Bangka Belitung kehilangan hutan seluas 460.000 hektar.

 

Exit mobile version