Mongabay.co.id

Suara dari Sumut dan Jakarta: Cabut Izin Perusahaan Tambang di Dairi

 

 

 

 

Masyarakat Dairi, Sumatera Utara, terus menyuarakan kekhawatiran atas kehadiran perusahaan tambang seng di daerah mereka. Mereka was-was ruang hidup hilang dan ancaman bencana. Pada 24 Agustus lalu masyarakat Dairi menamakan diri Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Dairi aksi di Dairi, Medan dan Jakarta.

Di Medan, mereka mendatangi Konsulat Jenderal Tiongkok dan datangi Kantor Bupati Dairi. Di Jakarta, warga bersama organisasi masyarakat sipil juga mendatangi Kedutaan Tiongkok dan Kementerian Lingkungan Hidup. Di tempat-tempat ini, masyarakat aksi menuntut pemerintah cabut izin agar perusahaan tambang seng, PT Dairi Prima Mineral tak beroperasi di daerah mereka.

Juniaty Aritonang, Kordinator Studi dan Advokasi Bakumsu yang mendampingi warga Dairi mengatakan, kalau tambang dengan investor dari Tiongkok itu beroperasi, ancaman kehancuran sektor pertanian dan perkebunan di depan mata.

Mata pencarian warga sekitar tambang dari pertanian dan perkebunan, seperti pinang, gambir, dan buah-buahan, salah satu yang terkenal durian Sidikalang. Ada juga yang memanfatkan tanaman hutan seperti gula aren.

Selain itu, katanya, tambang berada di lempengan rawan gempa, jika sewaktu-waktu aktif rawan makin memperparah dampak ke masyarakat sekaligus menghancurkan sektor-sektor ekonomi. Belum lagi, katanya, kerusakan lingkungan akibat pertambangan seperti pencemaran air, polusi udara, dan lain-lain.

Saat di Kedutaan Tiongkok di Jakarta, mereka menyampaikan surat berisi informasi ancaman bencana kalau sampai perusahaan beroperasi di desa-desa mereka.

Di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan., masyarakat Dairi bersama berbagai organisasi masyarakat sipil yang mendapingi juga aksi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK).

 

Baca juga: Mereka Desak KLHK Tolak Pengajuan Perubahan Amdal Dairi Prima Mineral


Mereka juga mendesak KLHK tak mengeluarkan persetujuan lingkungan Dairi Prima Mineral. Dalam aksi ini, ada dua ibu dari Dairi bersenandung dan menari yang mengekspresikan kekhawatiran hidup mereka kalau perusahaan tambang itu tetap beroperasi. Mereka meminta presiden dan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mendengarkan keluhan mereka. Mereka minta, presiden cabut izin perusahaan tambang itu.

“Kita mendesak KLHK dan presiden mengevaluasi ulang izin Dairi Prima Mineral,” kata Juni.

Dari Kantor Bupati, masyarakat Dairi mendesak bupati tidak berpihak kepada perusahaan dan memperhatikan rakyat yang rawan terkena bencana ekologi dari proyek tambang itu.

Dalam aksi itu, mereka menabur bunga dan berorasi sambil membawa hasil panen dari kebun.

Hendro Nainggolan, warga Desa Bongkaras bersemangat dan berapi-api ketika menyampaikan aspirasinya.

Dia bilang, meskipun sudah 77 tahun Indonesia Merdeka, tetapi keterancaman hidup dan ruang pangan masyarakat terus terjadi. Negara, katanya, perlu memperhatikan pemenuhan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

 

Baca juga: Warga Dairi Resah Kehadiran Perusahaan Tambang Seng

Aksi warga Dairi di Sumatera Utara, menyuarakan tolak tambang seng di Dairi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Kehadiran industri ekstraktif di tengah ruang hidup masyarakat, katanya, telah merampas kemerdekaan mereka.

Pada 2019, perwakilan warga dari Desa Pandiangan, Desa Bongkaras dan Sumbari membuat pengaduan ke Ombudsman (Compliance Advisor Ombudsman/CAO). Lembaga ini merupakan badan kepatuhan independen yang mengawasi International Finance Corporation (IFC) dan MIGA, bagian Bank Dunia soal pendanaan. Dairi Prima didanai IFC.

Hasil dari pengaduan itu makin menguatkan kekhawatiran warga Dairi. Dalam laporan CAO menyebutkan, tambang Dairi Prima Mineral memiliki kombinasi risiko tinggi karena beberapa faktor.

Pertama, pembangunan bendungan limbah usulan perusahaan tidak sesuai standar internasional.

Laporan CAO dikuatkan pendapat dua ahli. Steve Emerman, ahli hidrologi dan Richard Meehan ahli bendungan. Mereka mengatakan, rencana pertambangan tidaklah tepat, karena lokasi berada di hulu desa, di atas tanah tak stabil, berada di lokasi gempa tertinggi di dunia,.

 

Mentiria Situngkir, saat aksi di depan Kantor KLHK di Jakarta, 24 Agustus lalu. Dia meminta perhatian pemerintah agar pemerintah evaluasi tambang seng di Dairi yang mengamcam kehidupan warga. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Kedua, data-data Dairi Prima Mineral tak lengkap terkhusus data tentang pengelolaan dan penyimpanan limbah.

Investigasi pengawas internal Bank Dunia mengingatkan, tambang Dairi Prima Mineral, yang didukung kelompok pertambangan China Nonferrous, mengancam masyarakat lokal dan lingkungan.

“Mereka tidak pernah menyetujui tambang yang sangat berisiko ini dan tidak diberi kesempatan untuk membuat keputusan soal proyek ini,” kata Hendro.

Fasilitas pertambangan dengan bangun bedungan limbah seluas 24 hektar di hulu desa jadi sepefti bom waktu bencana besar bagi warga.

“Ombusdman Bank Dunia melaporkan tambang Dairi Prima Mineral membawa bencana ekologis bagi keselamatan ratusan ribu warga Dairi. Kami menolak tambang itu beroperasi di desa kami.”

“Slogan Rabu Kopi dan Dairi Unggul dari sektor pertanian ternyata hanya isapan jempol semata dan politik dagang. Pertanian dan tambang tidak akan hidup harmoni,” kata Nursariana Boru Hutahuruk.

 

Tetua dari desa-desa sekitar tambang seng di Dairi aksi di depan Konjen Tiongkok di Medan, 24 Agustus 2022. Mereka membawa beragam hasil panen dari kebun. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Dia bercerita, soal masa lalu yang mengerikan ketika banjir bandang pada 2018 menewaskan tujuh orang. Juga pada masa eksplorasi Dairi Prima Mineral, limbah bocor pada 2012. Ikan-ikan budidaya warga mati di Desa Bongkaras. Warga sekitar tambang pun trauma..

Sawah warga dan kolam ikan mereka kini terlantar tidak bisa terkelola lagi. “Bisa dibayangkan dampak yang akan terjadi ke depan ketika perusahaan beroperasi.”

Laporan CAO, Bank Dunia juga menegaskan ketakutan masyarakat kalau proyek ini terbangun akan jadi bencana bagi keselamatan dan mata pencaharian warga.

 

Masyarakat Dairi bersama organisasi masyarakat sipil pendamping antara lain Bakumsu, Jatam dan banyak lagi aksi di depan Kantor KLHK di Jakarta. Mereka mendesak pemerintah cabut izin tambang seng yang bakal mengancam kehidupan warga. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Masyarakat berulang kali menyampaikan kekhawatiran kepada perusahaan, pemerintah kabupaten sampai pemerintah pusat, tetapi tak mendapatkan respon berarti.

“Kami menuntut pemerintah Indonesia membatalkan proyek ini dan tidak memberikan persetujuan.” Saat ini, dokumen lingkungan perusahaan masih proses di KLHK.

Pemilik mayoritas Dairi Prima Mineral, perusahaan negara Tiongkok, Foreign Engineering and Construction (NFC) terlibat jauh dalam manajemen perusahaan tambang itu.. Ia juga kontraktor teknik, pengadaan dan konstruksi tambang. Dalam laporannya, CAO menyimpulkan, NFC memiliki kontrol aktif terhadap Dairi Prima Mineral dan bertanggung jawab atas pembangunan tambang ini.

Saat aksi Konsulat Jenderal Tiongkok, masyarakat Dairi membawa buah-buahan dan hasil pertanian lalu mereka letakkan persis di depan pintu masuk.

Elizabeth, perwakilan petani Dairi mengatakan, pertambangan bukan malah mensejahterakan tetapi masif memiskinkan warga. Tanah kering kerontang, hasil panen tak menjanjikan lagi, kualitas air makin buruk sampai kesehatan masyarakat terutama anak dan perempuan terus terancam.


Dalam aksi itu, warga bacakan beberapa tuntutan. Pertama, menolak tambang, antara lain, laporan Ombudsman Bank Dunia menyebutkan, bendungan proyek tambang berada di atas tanah tak stabil. Kedua, warga Dairi monolak segala kerusakan lingkungan sumber air dan sungai.

Ketiga, menolak segala kerusakan lahan pertanian sebagai mata pencaharian mereka dari generasi ke generasi. Keempat, warga Dairi menolak kehadiran Dairi Prima Mineral karena menghimpit rumah-rumah mereka dan lahan pertanian di sekitar proyek tambang. Kelima, menolak karena mengancam keselamatan ratusan ribu warga yang tinggal di sekitar tambang.

Keenam, menolak segala bentuk ancaman dan pemaksaan dalam pembangunan tambang dan Pemerintah Dairi. Ketujuh, menolak kebijakan pemerintah daerah alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan pertambangan Dairi Prima Mineral.

“Kami tidak butuh tambang, yang kami butuh udara sehat dan rasa aman, nyaman tanpa perusakan lingkungan. Kami akan terus berjuang agar perusahaan tambang Dairi Prima Mineral tidak beroperasi di tanah leluhur kami, ” kata Elizabeth.

 

 

********

 

 

 

Exit mobile version