Mongabay.co.id

Agenda Biru dalam Sektor Kelautan dan Perikanan

 

Agenda biru nasional menjadi fokus yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia sekarang. Penerapan tersebut diharapkan bisa menjadi contoh kegiatan bagi semua negara di dunia, terutama berkaitan dengan penanganan sektor kemaritiman dan kelautan dengan melibatkan banyak pihak.

Program kerja tersebut juga menjadi bagian dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2022-2024. Target tersebut diharapkan bisa melahirkan banyak solusi untuk mengatasi persoalan dalam mengelola sumber daya maritim yang berkelanjutan.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan, ada sejumlah strategi yang sudah disiapkan untuk mengembangkan potensi maritim dan kelautan Indonesia.

“Khususnya bidang industri kelautan dan pangan perikanan,” sebut dia belum lama ini di Jakarta.

Strategi yang dimaksud, di antaranya adalah melaksanakan manajemen ekosistem laut melalui manajemen konservasi laut, tata ruang laut dan pesisir, serta pengendalian pencemaran laut. Semua strategi tersebut diharapkan bisa mempermudah capaian pengelolaan.

Masuknya agenda biru nasional dalam RPJMN 2022-2024, diharapkan bisa melancarkan implementasi rencana aksi dan sekaligus mencegah agar program tersebut berhenti menjadi sebuah konsep yang ideal saja.

Lebih detail, Jodi Mahardi menerangkan bahwa komponen utama strategi pembangunan kemaritiman dan kelautan yang termaktub dalam RPJMN adalah pengembangan industri perikanan dan kelautan, pengelolaan ekosistem kelautan, serta dukungan dan sinergisitas lintas sektor.

baca : Karbon Biru dalam Ekonomi Biru di Perairan Laut Indonesia

 

Deputi Bidang Koordinasi Sumber daya Maritim Kemenko Marvest Jodi Mahardi (kanan) dan Kepala Perwakilan PBB di Indonesia (paling kanan) dalam pertemuan yang membahas tentang strategi agenda Biru pada sektor maritim dan kelautan Indonesia. Foto : Indonesia.un.org

 

Agar agenda biru nasional bisa berjalan baik dan menjadi contoh untuk negara lain, Indonesia menggandeng Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui kemitraan strategis. Kerja sama itu untuk mendorong percepatan pembangunan di bidang sumber daya kelautan berkelanjutan.

Hal itu, sesuai dengan tujuan utama Pemerintah yang tertuang dalam RPJMN 2022-2024, yaitu mewujudkan empat pilar utama dalam pembangunan pada bidang sumber daya kelautan berkelanjutan melalui blue health, blue food, blue innovation dan blue finance.

Menjalin kemitraan pembangunan dengan satu atau lebih negara, menjadi upaya dari Pemerintah untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi biru yang berkelanjutan. Sementara, di saat yang sama juga upaya untuk menjaga kesehatan dan kelestarian laut bisa tetap berjalan.

“Kerja sama in juga menjadi salah satu upaya untuk memetakan potensi sumber daya yang ada dan bersama melakukan percepatan pembangunan di bidang sumber daya maritim,” tutur dia.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia Valerie Julliand mengatakan kalau pengelolaan laut bisa menjadi wakil untuk model pengembangan yang berkelanjutan. Tanpa itu, pemanfaatan laut yang berlebihan memicu kerusakan pada ekosistem laut dan kenaikan suhu laut secara global.

Bagi dia, Indonesia adalah contoh yang tepat karena menjadi salah satu pelaku utama penting di dunia, berkaitan dengan isu kelautan. Untuk itu, dukungan secara global juga ditujukan kepada negara tersebut yang diharapkan bisa menjadi pemimpin dunia untuk isu kelautan.

Kepemimpinan Indonesia menjadi penting untuk kemajuan dunia, karena saat ini berstatus sebagai Presiden Kelompok Negara 20 (G20). Itu berarti, pada kepemimpinan G20 berikutnya, akan berpeluang untuk mempertahankan isu laut sebagai bahasan utama.

baca juga : Membumikan Prinsip Ekonomi Biru di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil

 

Ilustrasi. Aktivitas bongkar muatan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Strategi Ekonomi Biru

Pembahasan agenda biru nasional juga dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Instansi tersebut menawarkan tiga strategi ekonomi biru yang bisa diterapkan oleh dunia. Tawaran tersebut disampaikan KKP saat berada di Bali belum lama ini untuk menghadiri salah satu kegiatan dari G20.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan, strategi yang dimaksud di antaranya adalah melaksanakan perluasan kawasan konservasi dengan target 30 persen dari luas wilayah perairan Indonesia.

Menurut dia, strategi tersebut berkaitan erat dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dengan luasan kawasan konservasi perairan saat ini yang sudah mencapai 28,4 juta hektare, itu menjadi kekuatan penting untuk melindungi ekosistem pesisir.

Dia bilang, kawasan konservasi yang ada saat ini bisa melindungi sekitar tiga persen atau 88 ribu ha ekosistem mangrove di seluruh Indonesia. Selain itu, keberadaan kawasan konservasi perairan juga bisa melindungi 34 persen atau sekitar 50 ribu ha ekosistem lamun Indonesia.

Strategi kedua yang bisa dijalankan, adalah melaksanakan pengelolaan sampah laut. Saat ini, sampah plastik laut menimbulkan resiko yang cukup besar bagi lautan. Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sampah sudah mencemari laut sepanjang 2018 dengan volume 0,27-0,59 juta ton/tahun.

Salah satu upaya dari KKP untuk mengatasi sampah di laut, adalah dengan mendorong dan memberdayakan para nelayan untuk terlibat langsung. Cara tersebut diyakini akan bisa melindungi dan menjaga laut dari pencemaran.

“Mereka diberikan insentif jika berhasil mengumpulkan sampah di laut. Upaya tersebut diharapkan bisa mendorong pengurangan sampah laut hingga 70 persen,” jelas dia menjabarkan program bernama “Bulan Cinta Laut” tersebut.

baca juga : Menteri Kelautan Ajak Nelayan Bersih-bersih Sampah di Laut

 

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo menyampaikan strategi dan rencana aksi ekonomi biru di bidang pengelolaan ruang laut pada acara workshop kemitraan G20 di Bali. Foto : KKP

 

Strategi terakhir yang bisa diterapkan, adalah pengelolaan kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui tiga langkah teknis, di antaranya adalah penguatan regulasi perlindungan kawasan cagar karbon biru.

Kemudian, mengalokasikan ruang untuk memelihara/meningkatkan cadangan karbon biru. Ketiga, adalah dengan meningkatkan kualitas kawasan cadangan karbon biru. Terakhir, adalah dengan melaksanakan penguatan sinergi pengelolaan karbon biru di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk melindungi ekosistem, KKP juga telah ditetapkan beberapa peraturan tata ruang dan perizinan untuk memastikan bahwa ekosistem laut dan pesisir bisa terlindungi dengan baik, serta dikonversi untuk penggunaan lahan lain.

“Laut Indonesia menghadapi tantangan dan kendala yang berkaitan dengan perubahan iklim,” sebut dia.

 

Benteng Perlindungan

Dengan fakta tersebut, Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk membuat kawasan pesisir sebagai benteng perlindungan terhadap serangan perubahan iklim. Saat ini, merujuk pada PP Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, sudah ada 15 lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan khusus untuk pengendalian lingkungan.

Selain itu, seluruh kawasan mangrove yang masuk dalam program restorasi juga ada di bawah zona pengelolaan ekosistem pesisir. Detailnya, ada lebih dari 20 provinsi dalam proses memasukkan kawasan pengelolaan pesisir dalam integrasi perencanaan tata ruang setempat.

“Beberapa peraturan juga telah dikeluarkan untuk memastikan bahwa ekosistem karbon biru di luar kawasan konservasi laut juga dilindungi secara lestari,” tambah dia.

baca juga : Ekosistem Karbon Biru dalam Peta Konservasi Nasional

 

Ilustrasi. Keindahan pesisir dengan hutan mangrove dan terumbu karang di Pulau Gam, kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : shutterstock

 

Menurut Victor Manoppo, kegiatan revitalisasi ekosistem pesisir merupakan salah satu contoh penerapan ekonomi biru yang sedang dijalankan Pemerintah. Strategi tersebut dirancang untuk memberikan manfaat bagi kesehatan laut dan nilai ekonomi masyarakat.

Dia menyebut kalau Indonesia saat ini sudah ada di fase yang lebih baik dalam mengelola laut dan perubahan iklim. Keberhasilan itu diraih, karena Indonesia sudah menerapkan strategi ekonomi biru, meski perlu ditingkatkan lagi.

Bulan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga berkampanye tentang implementasi program pembangunan ekonomi biru pada sektor kelautan dan perikanan. Dia menekankan pentingnya sinergi antar pihak jika ingin mencapai kesuksesan program.

Untuk menjalankan program tersebut, KKP merancang program kerja berbasis ekonomi biru yang diyakini mampu menjawab tantangan global, khususnya terkait perubahan iklim yang dampaknya sudah terjadi di berbagai negara.

Dua di antaranya berkaitan langsung dengan program karbon biru, yakni perluasan wilayah konservasi perairan laut yang meliputi mangrove, terumbu karang, dan lamun. Lalu, menata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di Indonesia agar tidak rusak akibat aktivitas ekonomi.

“Penataan dilakukan dengan dukungan regulasi, peningkatan sinergi, hingga pengalokasian ruang untuk mempertahankan atau meningkatkan cadangan karbon biru,” terang dia.

Berikutnya, adalah 15 lokasi yang sudah disebut di atas, kemudian penerapan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, Bulan Cinta Laut, serta pengembangan budidaya laut, pesisir, dan air tawar yang ramah lingkungan.

“Laut Indonesia merupakan rumah bagi sebagian besar terumbu karang dunia, lamun dan bakau yang mampu memulihkan setidaknya 17 persen karbon biru global,” jelas dia.

Sakti Wahyu Trenggono menambahkan, sesuai pembaruan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah dikirim ke PBB, Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan hingga 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

“Dalam perspektif target NDC tersebut, sektor kelautan telah menjadi bagian dari upaya adaptasi perubahan iklim,” tambah dia.

perlu dibaca : Karbon Biru di Tengah Tantangan dan Hambatan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan tentang percepatan implementasi program ekonomi biru termasuk melalui forum-forum internasional di Kampus Politeknik AUP, Jakarta. Foto : KKP

 

Ekonomi Biru pada Perikanan Budi daya

Lebih spesifik, program yang berjalan saat ini adalah subsektor perikanan budi daya. Program yang berjalan saat ini banyak yang melibatkan prinsip ekonomi biru. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Tb Haeru Rahayu belum lama ini.

Dia mengatakan, pengembangan ekonomi biru pada perikanan budi daya dilakukan dengan beragam cara, salah satunya dengan menggandeng perguruan tinggi seperti Universitas Padjajaran yang ada di Bandung, Jawa Barat.

Dengan potensi yang besar, Indonesia bisa melakukan berbagai pengembangan perikanan budi daya untuk komoditas unggulan, diantaranya komoditas yang berorientasi ekspor seperti udang, lobster, rumput laut, dan kepiting.

Keempat komoditas tersebut juga memiliki nilai pangsa pasar dunia yang tinggi, seperti udang. Komoditas tersebut diminati pasar global dengan menempati posisi di nomor dua setelah salmon. Selain udang, rumput laut juga menjadi komoditas yang banyak diminati di pasar internasional.

Selain potensi komoditas yang sangat besar, Indonesia juga saat ini masih memiliki potensi yang besar untuk lahan perikanan budi daya dengan luas mencapai 17,8 juta ha. Potensi lahan itu mencakup budi daya laut, payau, dan air tawar.

Dia menerangkan, dalam melaksanakan percepatan implementasi pembangunan ekonomi biru, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang andal, profesional, berintegritas, dan mampu melakukan pembaruan atau inovasi hasil riset dari para akademisi.

Jika dukungan dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi datang dengan berkelanjutan, maka Pemerintah yakin bisa menelurkan kebijakan yang tepat, sehingga bisa menghasilkan produk perikanan budi daya yang berkualitas.

“Ujungnya, akan memberikan kemaslahatan bagi anak bangsa, kemakmuran bagi pembudi daya, dan menciptakan lapangan kerja. Dan tentunya berkontribusi pada devisa, pajak dan pendapatan negara,” jelas dia.

baca juga : Produksi Perikanan Budidaya untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

 

Ilustrasi.Keramba budidaya ikan napoleon dan ikan kerapu di Pulau Sedanau Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Perikanan budi daya di Indonesia saat ini banyak yang melibatkan prinsip ekonomi biru. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

 

Tb Haeru Rahayu sangat yakin, jika sebuah produk regulasi akan dikeluarkan, maka salah satu pihak yang paling tepat untuk diajak bekerja sama, tidak lain adalah perguruan tinggi. Mereka diperlukan, karena setiap produk regulasi harus berlandaskan kajian ilmiah, dengan dasar data yang kuat.

Salah satu contohnya bahwa keterlibatan perguruan tinggi diperlukan, adalah dalam pengembangan rumput laut. Komoditas tersebut menjadi produk perikanan budi daya yang rendah emisi karbon, karena mampu menyerap karbon dioksida (CO2) melalui proses fotosintesis.

Rektor Universitas Padjajaran Prof. Rina Indiastuti menyatakan kalau kampus yang dipimpinnya saat ini memiliki penelitian yang fokus pada marine bioremediasi untuk menjaga kesehatan laut, dan keanekaragaman biota laut untuk menjaga laut tetap lestari.

“Bagaimana cara mempertahankan kesehatan laut melalui berbagai riset, bagaimana cara menjaganya agar tetap sustainability,” terang dia.

 

Exit mobile version