Mongabay.co.id

Bupati Trenggalek: Tolak Tambang Emas, Ingin Bangun Daerah dengan Tetap Jaga Alam

 

 

 

Selayaknya kepala daerah harus bisa menjaga dan emastikan rakyat di wilayahnya bisa hidup dalam lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sumber air, sampai produksi pangan terjaga. Ketika ada investasi skala besar yang rawan merusak, kepala daerah mesti jadi orang pertama yang menyaring agar tak masuk. Tindakan seperti ini coba Muhammad Nur Arifin, Bupati Trenggalek, di Jawa Timur ini lakukan.

Salah satunya, bupati menolak ada tambang emas masuk wilayahnya. Berbagai elemen masyarakat pun sama, tak mau ada tambang emas. Mereka was-was,  bukan untung yang didapat, tetapi buntung.

Adalah PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), perusahaan tambang emas yang memperoleh izin di lahan seluas 12.834 hektar atau sekitar 10% luas wilayah Trenggalek yang mencapai 120.000 hektar.

Izin operasi produksi SMN berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Timur tertanggal 24 Juni 2019 selama 20 tahun. Ada sembilan kecamatan bakal terdampak, yakni, Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Dongko, Gandusari, Munjungan, Kampak, dan Watulimo.

Dari hasil tumpang susun izin usaha produksi (IUP) SMN, 6.951 hektar berada pada kawasan hutan produksi, 2.779 hektar hutan lindung dan kawasan lindung karst seluas 1.032 hektar.

Sebagian konsesi juga di pemukiman atau pedesaan 804 hektar, tegalan dan ladang 380 hektar, serta perkebunan 280 hektar. Juga daerah rawan longsor 209 hektar dan hutan rakyat 170 hektar.

 

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Lahan pertanian dan bentang karst itu bakal jadi tambang emas? Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

IUP SMN juga masuk wilayah sempadan mata air 190 hektar, permukiman perkotaan 43 hektar, sempadan sungai 33,4 hektar, sawah tadah hujan 27,27 hektar. Izin juga masuk sempadan embung 24 hektar, dan sungai 18,78 hektar.

Gus Ipin, begitu sapaan akrab bupati, khawatir kalau ada tambang emas akan mengancam kelestarian alam Trenggalek. Sang bupati ini bersikukuh tak menghendaki ada industri ekstraktif di sana.

Akhir Desember lalu, A. Asnawi,  wartawan Mongabay Indonesia berkesempatan berbincang dengan politisi yang pernah menyandang sebagai bupati termuda di Indonesia itu.

Dengan gayanya yang santai, bupati berbicara mulai dari alasan kuat menolak tambang emas, sampai mimpinya mewujudkan kesejahteraan masyarakat Trenggalek, tanpa merusak alam.

Berikut petikan obrolannya.

 

Perusahaan tambang emas, PT SMN  berencana masuk Kabupaten Trenggalek. Berbagai elemen masyarakat menolak, begitu juga Anda.  Apa yang mendasari penolakan tambang emas di Trenggalek ini?

Yang pasti, saat saya masih kecil pernah merasakan tidak ada air. Itu hal yang paling terasa. Kemudian, makin kesini, banyak penolakan oleh warga [atas rencana penambangan emas].

Perusahaan memang mendapat izin eksplorasi (dari pemerintahan sebelumnya).

Saya kan keliling. Ternyata, hanya sebagian kecil yang menerima. Sebagian besar justru menolak. Mereka khawatir dengan dampak kerusakannya. Itu yang mereka sampaikan ketika saya keliling.

 

Baca juga: Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas

Hutan dan bentang karst Trenggalek, merupakan ekosistem penting. Bupati Trenggalek, Nur Aripin, kukuh tak ingin wilayahnya jadi tambang emas. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Alasan lain?

(Wilayah konsesi) itu kawasan yang selama ini menyangga kehidupan masyarakat, terutama yang ada di sekitar hutan. Kalau sudah begitu, ekonomi mereka pasti terganggu.

Masyarakat kami banyak yang mengantungkan hidup dari hutan, seperti para pesanggem, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan).

Jangan salah. Hutan mungkin ada di Kecamatan Kampak atau Munjungan. Tapi yang kerja bisa datang dari banyak tempat. Jadi, mudharatnya itu jauh lebih besar [kalau sampai ada tambang emas].

Kalau para petani ini tidak bisa lagi bekerja karena lahan pertanian maupun hutan berkurang atau habis, mereka mau dikasih pekerjaan apa? Mengganti nasib mereka supaya lebih baik nanti dengan cara apa? Saya tidak tahu.

(Sebelumnya,  Pemerintah Trenggalek memang melakukan analisa tumpang susun antara wilayah konsesi dengan peruntukan wilayah. Hasilnya, hampir seluruh konsesi tambang PT SMN berada di kawasan yang memiliki fungsi lindung).

Kekhawatiran lain ancaman terhadap sumber air. Harus dipahami, kalau hulu rusak, otomatis hilir juga terganggu. Di bawah (permukaan tanah) itu kan ada ‘pipa-pipa’ alam, urat-urat air, saluran air yang itu pasti terganggu. Bener sumbernya tidak dikeruk, tetapi kalau hulu yang dikeruk, ya lama-lama sumbernya juga akan mati.

Nah, kalau itu yang terjadi, masalahnya akan jadi makin pelik. Apalagi saya pernah ngalami di daerah Bogoran sempat terjadi ketegangan karena rebutan sumber Muncar. Sempat tidak boleh dialirkan ke desa lain sebelum warga tercukupi. Jadi, ya rentan terjadi konflik.

Saya harus milih. Setiap pilihan harus benar-benar saya pertimbangkan. Kalau saya pilih A, konsekuensinya apa dan sebagainya. Begitu juga ketika saya mengambil pilihan B, mudharat apa yang bisa saya hindari.

Karena saya tidak pernah melihat manfaat tambang emas untuk masyarakat, maka yang saya dahulukan menghindari mudaratnya (dampak buruknya).

Dampak terhadap sumber air adalah potensi ancaman paling nyata. Dan saya pernah merasakan bagaimana tidak ada air.

Apalagi infrastruktur [penyediaan sarana dan prasarana pengairan] di pedesaan itu lebih mahal. Disinilah pemerintah harus hadir.

Masalahnya, bagaimana pemerintah bisa hadir kalau sumber air habis atau hilang. Terus mau saya belikan darimana? Masa harus suplai tangki tiap hari. Berapa cost yang harus dikeluarkan?

 

Baca juga: Banjir dan Longsor Landa Trenggalek, Kalau Ada Tambang Emas Bakal Perparah Bencana

Pelabuhan ikan nusantara di Prigi, Trenggalek, potensi perikanan sekaligus wisata yang masih bisa dikembangkan. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Saat ini bagaimana perkembangan proses perizinan tambang emas itu?

Saya sudah matur ke Bu Gubernur (Gubernur Jawa Timur,  Khofifah Indar Parawansa). Saya sampaikan, bu, kalau ada yang ngajukan izin lingkungan (untuk tambang emas), jangan sekali-kali ditandatangani.

(Bukan hanya ke Gubernur Jatim, bupati bahkan berkirim surat dua kali ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral soal keberatan ada tambang emas di Trenggalek).

 

Kabupaten Trenggalek menyusun Perda Rencana Tata Ruang Wilayah  (RTRW).  Kaitan dengan itu, pemerintah provinsi ingin memasukkan area untuk tambang, kabupaten tak mau. Draf Perda RTRW sudah selesai disepakati Pemerintah Trenggalek bersama DPRD tetapi tak kunjung ditetapkan. Bagaimana menurut Anda?

Saya sudah kirim surat untuk meminta agar tetap sesuai persib (persetujuan substansi) awal. Jadi isu yang dibahas isu-isu itu.

Mereka sudah menyadari dan mau memproses itu. Tinggal kita diminta melampirkan sisi negatif. Baik dari sisi lingkungan, sosial maupun masyarakat.  Apalagi ini berdampingan dengan permukiman.

 

Kawasan perbukitan Desa Sukorejo, Kecaman Gandusari, Kabupaten Trenggalek. Banyak area bekas tambang dijumpai disini.

 

Ketika tak menerima investasi yang berpotensi merusak, seperti apa pilihan atau cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat?

Peluang itu kan banyak. Baru-baru ini saya menandatangani Memorandum of Understanding (nota kesepakatan) dengan salah satu perusahaan multinasional, nama ya Envision Group. Perusahaan ini juga sempat ikut hadir di acara KTT G20 di Bali. Perusahaan ini melihat ada potensi pembangkit listrik tenaga angin di Kabupaten Trenggalek.

Nah,  bila listrik tenaga angin ini bisa terlaksana, maka ke depan kita bisa menyiapkan kawasan industri berbasis energi terbarukan. Itu juga investasi yang tidak kecil juga.

Anggap saja kalau perusahaan tambang emas dianggap kredibel dan multinasional, ini juga kredibel dan multinasional. Duitnya juga banyak, tetapi sektornya lebih terbarukan.

Kita punya peluang karena di MoU saya sempat sampaikan kalau nanti kamu harus buka kantor cabang di Trenggalek. Jadi,  harus punya NPWP Trenggalek. Mereka siap mengambil waktu setahun untuk melakukan pemantauan.

Setelah itu kan mereka memasang tower. Kalau sudah akan penjajakan dengan PLN. Itu kalau kita ngomong dalam konteks komparasi dengan investasi besar.

Kalau yang kecil, seperti pengembangan pariwisata berbasis desa. Itu kunci. Makanya,  nanti ada bandara, tol, orang-orang pasti nyari pantai.

Nah, daerah-daerah dekat pantai, desa penyangga itu harus punya paket untuk mengantisipasi kebosanan wisatawan. Makanya sekarang, meskipun berdarah-darah, kita bina semua [menuju desa wisata].

Untuk menstimulus pengembangan wisata berbasis desa ini, ke depan akan ada awarding desa wisata.

Di sektor pertanian, ini juga terus kami kembangkan. Saat ini,  kita lagi ada kerjasama dengan salah satu perusahaan, Maxitani.

Kemarin itu [di Trenggalek]  ada sawah tiga kali musim tanam itu nggak pernah panen sama sekali. Berkat program pertanian presisi, akhirnya mereka bisa panen untuk pertama kalinya.

Saya datang ke Wonanti. Untungnya,  lebih banyak karena mekanisasi dibantu perusahaan. Jadi,  petani tidak perlu investasi. Petani mau kerjasama dengan syarat perusahaan bersedia membeli beras dengan harga lebih kompetitif.

Prinsipnya,  bagaimana petani keluar modal sedikit, tetapi ada kepastian harga dan mitra.

 

Aksi berbagai elemen masyarakat protes rencana tambang emas Trenggalek, 25 Oktober lalu. Foto: A.Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Jadi yang diupayakan peningkatan kesejahteraan dengan konsep ramah lingkungan, bukan hal yang utopis?

Memang green economy [ekonomi hijau] itu bukan utopis. Faktanya, sebagian besar masyarakat saya bergantung hidup dari alam.

Coba cek data Badan Pusat Statistik (BPS),   PDRB kita itu strukturnya 27% pertanian. Itu termasuk kehutanan.

Terus 17% industri pengolahan. Yang diolah apa? Industri pengolahan paling besar ya getah pinus itu.

UMKM [usaha kecil menengah mikro] juga begitu. Yang diolah ya hasil agro. Kalau dilihat lagi kerajinan, yang diolah ya dari bambu. Jadi, yang disebut industri pengolahan disini ya yang berbasis alam itu.

Lalu sektor trading dan tourism, berkontribusi 9-10%. Itu yang dijual apa? Ya alam ini. Wong kita tidak punya wahana bermain atau wisata buatan apa-apa disini.

Kalau total ya sekitar 60% penduduk kita mengandalkan dari alam. Jadi ya bergantung sekali.

Makanya, kalau tidak bisa menjaga ya habis kita. Contoh nelayan. Gimana kita bisa meningkatkan produktivitas kalau air kotor? Kalau laut kotor, ya pasti ikan-ikan akan mencari tempat nyaman.

 

. Muhammad Nur Arifin, Bupati Trenggalek (tengah), ikut panen padi.Foto: Humas Pemerintah Trenggalek

*******

Exit mobile version