Mongabay.co.id

Cerita Warga Kalibaru dalam Pameran Aksi Muda

“Jangan buat cerita sedih, buatlah cerita yang bahagia,” sepenggal pesan Willy Hardiana, Lurah Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara kepada peserta kegiatan Muda Melangkah Jakarta yang terekam dalam karya Monolog Lintas Generasi.

Karya Monolog Lintas Generasi ini menceritakan dari sudut pandang warga di Kalibaru terkait kehidupan sehari-hari mereka. Karya yang disajikan dalam bentuk audio visual menjadi satu dari beberapa karya yang ada di pameran Aksi Muda yang diinisiasi oleh World Resource Institute (WRI) dan peserta Muda Melangkah Jakarta di Lapangan Banteng, Jakarta akhir Juli lalu. 

Ada empat tema yang disajikan dalam pameran tersebut, yakni History from Kalibaru, Fisher (Wo)men Exist, Kalibaru Bercerita dan Ragam Kisah Kalibaru. Masing-masing bercerita tentang potret kehidupan warga Kalibaru, Cilincing yang direkam oleh anak muda peserta Muda Melangkah Jakarta. 

Secara garis besar, pameran tersebut bercerita tentang nelayan dan pedagang menjadi mayoritas mata pencaharian warga Kalibaru. Kondisi alam sangat menentukan nasib perut mereka, curah hujan tidak menentu, badai, dan semakin menjauhnya ikan menjadi tantangan sehari-hari mereka.

Seorang anak bermain di kawasan yang terendam banjir di Jakarta Utara, pada November 2020. Foto : shutterstock

 

Dalam 16 tahun terakhir, kawasan pesisir Jakarta terus mengalami penurunan laju muka tanah secara bertahap. Sejak tahun 2015 hingga 2020, wilayah ini mengalami penurunan 0-1,8 cm. Bahkan diprediksi tahun 2050, wilayah daratan akan berkurang akibat air laut masuk. Diantaranya wilayah Tanjung Priok, Sunter, Kemayoran, Ancol, Kota, Pluit, Penjaringan, Kapuk dan tol bandara. 

Peristiwa penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut yang terjadi bersamaan, pada 2050 diprediksi akan membanjiri wilayah di Jakarta hingga seluas hampir 160,4 kilometer persegi (km2) atau mencapai 24,3 persen dari total wilayah DKI Jakarta.

“Saat terjadi krisis iklim, mereka yang pertama merasakan. Seperti penurunan muka tanah dan orang yang paling berdampak adalah anak-anak dan perempuan,” ujar Joselyn Halim, mahasiswa Universitas Prasetya Mulya yang menjadi peserta Muda Melangkah Jakarta kepada Mongabay.

Tak hanya itu, banyak kebutuhan dasar warga Kalibaru pun masih belum terpenuhi. Seperti akses terhadap air bersih dan toilet. Bahkan mereka perlu membayar toilet Rp 5000 per orang dan membayar air untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini yang menjadi keresahannya yang dituangkan dalam sebuah karya di pameran Aksi Muda.

Baca juga: Kesulitan Air Bersih di Jakarta Utara

Seorang nelayan membetulkan baling-baling perahunya yang terlilit sampah plastik di pesisir Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sama dengan cerita Joselyn, Maulia Inka, alumni dari Universitas Indonesia juga bercerita tentang kehidupan perempuan yang terdampak dari krisis iklim di wilayah pesisir. Inka bertemu dengan para buruh perempuan yang bekerja membersihkan ikan, mengupas kerang dan berdagang.

“Mereka mendapatkan beban ganda saat terjadi krisis iklim. Namun, hingga saat ini perlindungan terhadap perempuan nelayan tidak ada.”

“Padahal persiapan dan setelah penangkapan ikan (yang dilakukan laki-laki). Ada perempuan yang bekerja,” tambahnya Inka. 

Potret terkait perempuan nelayan ini pun dituangkan dalam karya berjudul Fisher (Wo)men Exist. Kata Inka, proyek reklamasi yang digadang-gadang oleh pemerintah sebagai solusi itu malahan mempengaruhi aksesibilitas bagi perempuan nelayan disana. “Mereka harus bekerja lebih jauh dan melelahkan.”

Inka dan Joselyn merupakan dua dari lima belas orang yang menjadi peserta dalam kegiatan Muda Melangkah yang diinisiasi oleh World Resources Indonesia. Muda Melangkah merupakan kegiatan peningkatan kapasitas anak muda untuk berkontribusi nyata dalam membangun kesadaran akan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan. 

Tidak hanya berbicara pada lingkungan ekologis, tapi juga manusianya. Pada akhir kegiatan, para peserta melakukan transect walk ke Kalibaru dan melakukan pameran terhadap refleksi yang mereka temukan di lapangan.

Baca juga: Ancaman Penurunan Muka Tanah Tidak Hanya di Jakarta, Tapi 21 Provinsi di Kawasan Pesisir

Pameran Aksi Muda yang diinisiasi oleh World Resource Institute dan peserta Muda Melangkah di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Juli 2023. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia

 

Pentingnya Suara Anak Muda

Lima belas anak muda dalam Muda Melangkah Jakarta menyuarakan suara apa yang terjadi di Kalibaru yang terbagi dalam empat karya dalam bentuk audio, foto, video, tulisan dan instalasi seni. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi kontribusi anak muda dalam menganalisis masalah serta menjadi bagian dari solusi berbagai permasalahan perkotaan terutama dalam konteks tahun Pemilu 2024.

Dean Affandi, Senior Manajer Riset, Data, dan Inovasi WRI Indonesia mengatakan Muda Melangkah menjadi katalisator dan wadah untuk membantu anak muda dalam mengembangkan atensi yang positif dalam membantu perubahan iklim menjadi narasi publik. “Isu lingkungan menjadi hal yang penting dan isu terbesar yang dihadapi namun kurang mendapatkan tempat dalam percakapan sehari-hari,” ujarnya dalam diskusi Peranan Anak Muda dalam Upaya Mitigasi dan Adaptasi Krisis Iklim di Perkotaan Jelang Pemilu 2024, akhir Juli lalu.

Apalagi dalam pemilu 2024, 52% pemilih dalam Pemilu 2024 adalah pemilih muda. Kata Dean,  ini menjadi sebuah poin penting dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan yang ramah lingkungan. 

Masjid Wal Adhuna yang terendam air laut di Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Baca juga: Batik Pekalongan Terancam Banjir Rob

 

Bagi Amalia Fubani Project Coordinator Think Climate Indonesia dari Kemitraan menyebutkan peran anak muda menjadi penting dalam menyuarakan isu krisis iklim. “Perubahan yang dimotori oleh anak muda akan menjadi modal utama bagi Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi.”

Dalam kegiatan ini, World Resources Institute (WRI) Indonesia berkolaborasi dengan para mitra seperti kemitraan, Kota Kita, Kelas Jurnalis Cilik, dan Rujak Center For Urban Studies (RCUS). Tak hanya di Jakarta, kegiatan ini juga telah dilakukan di Sumatera Barat, Aceh, dan Papua.

“Kegiatan Muda Melangkah Jakarta memberikan saya kesempatan untuk melihat masalah krisis iklim melalui perspektif yang berbeda,” ujar Arif Musyaffat, Mahasiswa ITS yang merupakan peserta Muda Melangkah Jakarta asal Bekasi.

Baginya, kegiatan ini juga menyadarkan bahwa adanya perbedaan akses informasi yang bisa diakses oleh anak muda. “Oleh karena itu, saya ingin menyebarkan informasi terkait lingkungan ke lebih banyak orang,” ujarnya.

Sama dengan Arif, Sovi Yasmin, peserta Muda Melangkah ingin menginisiasi kampanye sosial terkait lingkungan, khususnya krisis iklim. “Setelah mengikuti Muda Melangkah, saya ingin terus berkarya untuk lingkungan dengan memberikan ilmu baru yang saya dapatkan ke keluarga, teman, serta komunitas,” ujar Sovi, Mahasiswa Oxford Brooks University.

***

*Indah Khaira Azahra adalah seorang mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta yang sedang magang di Mongabay.co.id.

 

Exit mobile version