Mongabay.co.id

Pentingnya Keragaman Pangan Hutan Bagi Perempuan

 

 

Sore itu, setelah seharian beraktivitas di kebun, Nek Yu [75] bergegas pulang. Tanpa alas kaki, perlahan dia berjalan menuju pondok yang hanya berjarak beberapa meter dari kebunnya. Sepanjang perjalanan, dia mengumpulkan daun kenikir, daun pucuk idat, daun melinjo, daun pakis, dan lainnya.

“Ini untuk lalapan malam ini. Cukup direbus, atau langsung dimakan juga bisa. Enak, tinggal dan berkebun di sekitar hutan, sayuran tidak perlu beli,” kata Nek Yu, pertengahan Agustus 2023 lalu.

Nek Yu bersama Abok Achoi [73] tinggal dan menetap di Benak, sebuah kawasan hutan di kaki Gunung Pelawan [300-an meter] dan Gunung Cundong [300-an meter], antara Dusun Pejem dan Dusun Aik Abik, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Di Benak, terdapat 10 pondok milik Suku Mapur murni, Suku Melayu tua di Pulau Bangka.

Perempuan Suku Mapur yang tinggal di Benak berumur panjang. Tidak jauh dari rumah Nek Yu, ada Nek Anya [110] yang tinggal bersama anaknya Nek Aso [68].

“Sepulang dari kebun, kami biasa memetik daun-daun untuk sayuran. Makanan di hutan beragam, masaknya tidak menggunakan bumbu penyedap atau digoreng, cukup direbus atau langsung dimakan. Mungkin karena itu, kami banyak yang berumur panjang,” lanjut Nek Aso.

Baca: Pakis Sayur, Tumbuhan Hutan yang Enak Dibikin Sayuran

 

Beragam lalapan atau pangan hutan ini memiliki peran penting bagi perempuan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Seperti Suku Mapur, dalam kebudayaan masyarakat Suku Melayu di Kepulauan Bangka Belitung, dikenal sebuah lanskap unik untuk mendukung ketahanan pangan mereka. Pertama, ada ‘hume’ yang diperuntukkan menanam padi darat, labu, umbi-umbian; sumber karbohidrat mereka. Didekatnya, ada ‘kelekak’ yang dikhususkan untuk tanaman buah seperti durian, manggis, dan lainnya; sumber vitamin yang melimpah.

Kedua wilayah ini biasanya terhubung dengan sebuah kawasan hutan peramuan, tempat tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat-obatan, sekaligus lalapan mereka.

“Tak lupa ada juga hutan larangan yang tidak boleh diganggu. Kami percaya, kebun harus terhubung atau dekat hutan. Jika tidak, pasti banyak hama atau penyakit. Kalau ada hutan, penyakit bisa semir atau diserap oleh hutan dahulu,” kata Asih Harmoko, Ketua Lembaga Adat Mapur di Dusun Air Abik, Desa Gunung Pelawan, Kabupaten Bangka.

“Tumbuhan pangan di hutan, kelekak, dan hume yang beragam, juga sangat berguna ketika musim paceklik, misalnya saat terjadi gagal panen di ladang kami beberapa tahun kebelakang,” tegas Asih.

Baca: Alpukat, Apakah Buah atau Sayur?

 

Daun kenikir, salah satu lalapan hutan berwarna hijau tua yang sering dimanfaatkan perempuan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Lanskap hutan dan keberagaman pangan

Lanskap yang terdiri  lahan pertanian, sistem hutan dan pepohonan, seperti hume, kelekak, hutan peramuan dan larangan di Kepulauan Bangka Belitung, memiliki peran penting bagi keragaman pola makan masyarakat sekitar, khususnya perempuan.

Ini diperkuat penelitian Cheek et al. [2022] yang melakukan kajian terkait pola makan perempuan di India Timur. Konsumsi spesies tanaman yang dikumpulkan di mosaik lanskap Jharkhand dan Benggala Barat di India Timur, telah meningkatkan keragaman pola makan perempuan yang mengonsumsi makanan liar hingga 15 persen.

Pangan hutan atau wild food ini berkontribusi positif terhadap pola makan perempuan pedesaan di India, terutama pada masa paceklik; kemarau panjang, atau ketika tanaman di ladang belum panen, maupun hasil panen tahun sebelumnya rendah.

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa akses terhadap pangan liar sangat penting untuk mengatasi kekurangan gizi di pedesaan. Makanan liar, dari hutan dan lahan bersama, dapat berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan gizi,” tulis para peneliti.

Riset ini juga menyoroti bahwa menghormati kebijakan yang melindungi hak-hak masyarakat terhadap akses ke lanskap ini merupakan hal sangat penting, guna memastikan keragaman pangan di banyak wilayah pedesaan.

Baca: Di Hutan, Perempuan Suku Mapur Bahagia

 

Daun kenikir tumbuh liar di sekitar ladang padi Suku Mapur di Pulau Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Masih penelitian yang sama, dijelaskan bahwa di dunia ini ada sekitar tiga miliar orang yang tidak punya akses terhadap pola makan sehat.  Konsumsi pangan yang tidak beragam menyebabkan difisiensi mikronutrien dan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas.

“Di kalangan wanita, gizi buruk dikaitkan dengan kesehatan ibu dan hasil persalinan yang buruk, berkurangnya kapasitas kerja, dan konsekuensi antargenerasi yang merugikan seperti stunting dan perkembangan kognitif yang buruk pada anak-anak,” tulisnya.

Hal ini diperburuk dengan data bahwa, hanya 20 persen [1,5 miliar] populasi global yang tinggal dalam radius 5 kilometer dari sumber daya alam hutan. Padahal, data survei kesehatan dari 21 negara di Afrika menemukan bahwa, anak-anak di bawah lima tahun dan lansia yang tinggal di daerah dengan lebih banyak pohon memiliki pola makan yang lebih beragam dan bergizi.

“Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa hutan dan lahan bersama berkontribusi terhadap kualitas pangan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Hutan bahkan digambarkan sebagai ‘supermarket alam liar’ [Wunder et al., 2014],” tulis penelitian itu.

Baca: Sayur Lilin, Anda Pernah Lihat dan Makan?

 

Achoi memanen labu di sekitar hume atau kebun miliknya. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sayuran hijau

Meskipun mengambil wilayah India Timur sebagai kasus, temuan Cheek et al. [2022] penting bagi masyarakat yang hidup di daerah tropis. Para peneliti menemukan bahwa, sayuran berdaun hijau yang dipanen secara liar, berkontribusi penting terhadap pola makan perempuan.

Adapun jenis pangan hutan yang umum dikonsumsi adalah bayam hijau [Amaranthus viridis], kangkung [Ipomoea Aquatica], dan daun paha [Moringa oleifera], serta buah dan sayuran kaya vitamin A lainnya seperti plum babi [Spondias mombin], labu botol [Lagenaria siceraria], dan rebung [Bambusa vulgaris].

“Temuan kami menunjukkan bahwa pemanenan makanan secara liar menyediakan sumber kelompok makanan bergizi penting bagi perempuan pada saat harga makanan tersebut tidak terjangkau di pasar,” tulis penelitian itu.

Baca juga: Riset: Tumbuhan Menjerit Ketika Stres, tapi Manusia Tidak Mendengarnya

 

Nek Yu duduk di sekitar ladang miliknya di daerah Benak. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sayuran berdaun hijau tua punya peran sangat besar dalam menyediakan zat gizi mikro seperti Vitamin A dan zat besi, yang umumnya penting dan kurang dalam pola makan masyarakat berpendapatan rendah.

“Kami menemukan bahwa konsumsi sayuran berdaun hijau tua tampaknya menjadi kunci untuk meningkatkan keragaman pola makan pada perempuan yang mengonsumsi makanan liar, terutama pada perempuan yang memiliki tingkat keragaman pangan yang rendah,” tegas riset tersebut.

 

Referensi jurnal:

Cheek, J., Lambrecht, N., den Braber, B., Rasmussen, L., Akanchha, N., Govindarajulu, D., Jones, A., & Chhatre, A. (2022). Wild foods contribute to higher dietary diversity in India.

 

Exit mobile version