Mongabay.co.id

Pakis Merak, Antara Perubahan Warna dan Manfaat Kesehatan

 

 

Pakis merak [Selaginella willdenowii] merupakan tumbuhan paku yang unik. Ia akan terlihat mencolok di lantai hutan, karena memiliki daun berwarna biru metalik, terkadang juga terlihat rona hijau, kuning, oranye, atau bahkan merah muda. Begitu memanjakan mata, tidak heran ia jadi primadona bagi penggemar tanaman hias di seluruh dunia.

Awalnya, pola biru warna-warni pada daun pakis merak diperkirakan sebagai bentuk adaptasi agar memperoleh penyerapan cahaya atau proses fotosintesis yang lebih efesien. Ini umum dilakukan oleh tumbuhan tanah herba di hutan hujan tropis yang tumbuh dalam kondisi khusus dengan kelembaban tinggi dan tingkat cahaya rendah.

Namun, dalam penelitian Thomas et al. [2010], warna biru yang berasal dari adanya struktur pipih berlapis pada kutikula ini sama sekali tidak berpengaruh penting terhadap proses fotosintesis. Meskipun, ada hipotesis bahwa warna biru bisa meningkatkan fotosintesis, reflektansi cahaya pada kisaran 600-700 nm adalah sama untuk daun berwarna-warni dan tidak berwarna.

“Hasil yang dilaporkan di sini tidak mendukung gagasan bahwa permainan warna pada tumbuhan berperan meningkatkan penangkapan cahaya pada panjang gelombang fotosintesis yang penting,” tulisnya dalam penelitian berjudul Function of blue iridescence in tropical understorey plants.

Baca: Bangka Belitung dan Jalur Rawan Penyelundupan Satwa Liar

 

Pakis merak bisa dimasak langsung sebagai sayuran dan punya efek antioksidan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dijelaskannya, warna biru pada pakis merak akan muncul pada daun berusia muda atau remaja, dan akan berubah menjadi hijau ketika masuk usia dewasa dengan menyisakan sedikit pigmen biru. Tetapi, peningkatan penangkapan panjang gelombang yang penting secara fotosintesis bukan satu-satunya keuntungan adaptif yang ditawarkan oleh permainan warna daun.

“Lainnya termasuk pertahanan visual terhadap herbivora, mekanisme fotoprotektif untuk melindungi tanaman yang beradaptasi dengan naungan terhadap bintik matahari dan tingkat cahaya tinggi lainnya yang berpotensi merusak, serta filter polarisasi yang meningkatkan orientasi peralatan fotosintesis di dalam sel,” tulisnya.

Pada serangga, warna-warni yang dihasilkan pada daun tanaman dapat membingungkan serangga dan herbivora sehingga mengurangi potensi tumbuhan sebagai target. Berbagai organisme fotosintetik yang beragam secara taksonomi mulai dari diatom hingga alga dan angiospermae, menghasilkan warna-warni yang jelas di permukaan fotosintesis mereka.

“Berbagai metode yang sama digunakan untuk menghasilkan warna-warni ini. Hal ini menunjukkan dengan kuat bahwa produksi warna-warni telah berevolusi berkali dan memiliki beberapa keuntungan adaptif yang belum diketahui bagi kehidupan di tempat teduh,” tulisnya.

Baca: Ketika Amfibi di Bumi Menuju Jurang Kepunahan

 

Pakis merak masuk dalam keluarga Sellaginella yang tersebar secara global dan punya potensi pengobatan secara medis maupun tradisional. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Obat tradisional

Pakis merak masuk dalam keluarga Selaginella yang memiliki banyak nama di Indonesia, seperti tapak dara, cakar ayam, cemara kipas gunung, paku rane biru, tai lantuan [Madura], hingga rutu  rutu [Maluku].

Selaginella diperkirakan telah ada di Bumi lebih dari 320 juta tahun lalu, sebagian besar jenisnya telah punah, yang tersisa tereduksi menjadi herba [Czeladzinski, 2003],” tulis Wijayanto [2014], dalam penelitianya.

Selaginella terdiri 700-750 spesies dan tersebar secara global, serta genus paku-sekutu terbesar di dunia. Namun, keanekaragaman paling tinggi terdapat pada wilayah hutan hujan tropis.

Sementara di Indonesia, berdasarkan catatan dari tahun 1998-2014, ada sekitar 40 spesies, yang tersebar dari Indonesia bagin timur hingga barat, termasuk di Kepulauan Bangka Belitung, dengan ketinggian dan pola penyebaran yang berbeda.

Baca: Cara Unik Pari Totol Biru Menghindari Predator

 

Warna warni ini selain untuk melindungi tumbuhan dari hama, juga bermanfaat kesehatan bagi manusia. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Disamping sebarannya yang luas, Selaginella juga memiliki pigmentasi [warna] beragam, mulai dari kelompok berwarna biru [S. uncinate, S. wildenowii, S. vogelii, S. lyallii], merah darah [S. erythropus, S. martensii  f. albovariegata, S. martensii var. watsonii, S. kraussiana var. variegata, S. tamariscina], kuning emas [S. kraussiana var. aurea], dan perak [Selaginella viticulosaKlotzsch].

“Keanekaragaman morfologi dan pigmentasi merupakan karakter utama dalam taksonomi  Selaginella [Czeladzinski, 2003]. Keragaman warna menunjukkan keragaman kandungan biflavonoid dan bahan alam lain di dalamnya,” tulis penelitian Setyawan & Darusman [2008].

Bagi tanaman, senyawa ini berguna sebagai bentuk pertahanan terhadap hama dan sebagainya, tapi bagi manusia, senyawa ini bermanfaat sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker, antimikroba [antivirus, antibakteri, anti jamur, antiprotozoal], neuroprotektif, vasorelaksan, anti penyinaran UV, antispasmodik, antialergi, antihemoragik, antinosiseptif, dan lain-lain.

“Di Rusia bagian timur S. tamariscina digunakan untuk menghambat proses penuaan  [Mamedov,  2005]. Di China dan Korea  Selatan S. doederleinii digunakan sebagai obat anti  kanker [Lee dkk., 1992; Lin dkk., 1994b]. Di Asia Tenggara spesies ini digunakan obat berbagai penyakit dan suplemen makanan  [ARCBC,  2004],” lanjut penelitian itu.

Baca: Bukit Peramun, Hutan Digital Pertama Berbasis Masyarakat di Indonesia

 

Pakis merak berwarna dominan biru di sekitar hutan Bukit Kepale, Desa Gudang, Kabupaten Bangka Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Menariknya, Selaginella juga telah dimanfaatkan masyarakat tradisional [termasuk Indonesia] sebagai obat-obatan, bahkan untuk kepentingan ritual [di Gabon] sejak ribuan tahun lalu.  Umumnya, sejumlah spesies Selaginella digunakan untuk mengobati kanker,  infeksi saluran    pernafasan, luka-luka, gangguan hati, infeksi saluran kencing, patah tulang dan rematik.

“Bagian yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan, meskipun kadang-kadang hanya    disebut daun [herba]. Pemakaiannya dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi, segar  atau dikeringkan dalam bentuk serbuk, langsung dimakan atau dimasak dahulu [Dalimartha,  1999;  Wijayakusuma, 2004]. Tumbuhan ini berasa manis dan memberi efek hangat [Bensky dkk., 2004],” tulis penelitian yang sama.

Sementara untuk jenis pakis merak atau S. willdenowii, penelitian Chai & Wong [2012] telah memberikan bukti aktivitas antioksidan kuat dalam ekstrak air pakis merak. Kandungan total fenolik dan flavonoid serta aktivitas antioksidan lebih terlihat pada ekstrak daun, meskipun terdeteksi pada ekstrak batang.

“Secara keseluruhan, temuan kami menegaskan nilai S. willdenowii sebagai tanaman obat, selain sebagai sumber antioksidan makanan bila digunakan sebagai sayuran,” tulis penelitian itu.

Baca juga: Trilobita, Kumbang Aneh Penghuni Hutan Pulau Bangka

 

Pakis merak akan berubah warna dominan hijau ketika memasuki usia dewasa. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sebagai informasi, menurut penelitian Setyawan [2011], Selaginella tumbuh di berbagai iklim dan tipe tanah dengan keanekaragaman tertinggi di hutan hujan tropis. Tumbuhan purba ini mampu bertahan dari seleksi alam tanpa modifikasi morfologi yang signifikan, dan kadang-kadang disebut spike moss atau resurrection plants.

“Beberapa jenis Selaginella merupakan tanaman gurun yang dikenal sebagai resurrection plants karena jika kekeringan akan mengerut menjadi bola kemerahan namun membuka dan hijau segar ketika mendapat kelembaban. Sebagian besar adalah tanaman dasar hutan yang menyukai tempat-tempat lembab dan basah,” tulis riset tersebut.

 

Referensi:

Chai, T.-T., & Wong, F.-C. (2012). Antioxidant properties of aqueous extracts of Selaginella willdenowii. Journal of Medicinal Plants Research, 6(7), 1289–1296. https://www.researchgate.net/publication/224709715_Antioxidant_properties_of_aqueous_extracts_of_Selaginella_willdenowii

Setyawan, A. D. (2011). Recent status of Selaginella (Selaginellaceae) research in Nusantara. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 12(2). https://www.researchgate.net/publication/266330563_Review_Recent_status_of_Selaginella_Selaginellaceae_research_in_Nusantara

SETYAWAN, A. D. W. I., & DARUSMAN, L. K. (2008). Biflavonoid compounds of Selaginella Pal. Beauv. and its benefit. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 9(1). https://smujo.id/biodiv/article/view/416/436

Thomas, K. R., Kolle, M., Whitney, H. M., Glover, B. J., & Steiner, U. (2010). Function of blue iridescence in tropical understorey plants. Journal of the Royal Society Interface, 7(53), 1699–1707. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2988267/

Wijayanto, A. (2014). Keanekaragaman dan Penyebaran Selaginella spp. di Indonesia dari Tahun 1998-2014. El-Hayah, 5(1), 31–42. https://www.researchgate.net/publication/281579112_KEANEKARAGAMAN_DAN_PENYEBARAN_Selaginella_spp_DI_INDONESIA_DARI_TAHUN_1998-2014

 

Exit mobile version