- Bagi Arsel Community, pengelola Hutan Kemasyarakatan [HKm] Bukit Peramun, hutan di masa depan pasti dan harus dikelola dalam bentuk digital. Ini juga jadi salah satu kunci agar generasi muda tertarik dengan alam.
- Sejak 2017, mereka sudah menerapkan ekowisata hutan berbasis digital di Bukit Peramun dan terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Ribuan orang dari kalangan siswa, mahasiswa, peneliti dari dalam dan luar negeri terus berdatangan ke hutan seluas 115 hektar itu.
- Pada 30 Mei 2023, berkat kerja keras bersama, Bukit Peramun mendapat anugerah sebagai Hutan Digital Pertama Berbasis Masyarakat di Indonesia oleh Museum Rekor Dunia-Indonesia. Semuanya berkat inovasi dan keterlibatan masyarakat lokal.
- Hingga saat ini, ditengah kritisnya lahan dan hutan di Kepulauan Bangka Belitung, Bukit Peramun menjadi salah satu rumah atau habitat bagi tumbuhan dan satwa langka di Kepulauan Bangka Belitung.
“Peran pemuda sangat penting untuk mendukung gerakan konservasi” menjadi pemicu lahirnya konsep ekowisata hutan berbasis digital oleh Arsel Community, pengelola Hutan Kemasyarakatan [HKm] Bukit Peramun, di Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Pengelolaan hutan di masa depan pasti dan harus dalam bentuk digital. Ini juga menjadi kunci agar generasi muda tertarik dengan alam. Peran mereka sangat penting dalam mendukung dan menjaga gerakan konservasi hari ini dan masa depan,” kata Adie Darmawan, Ketua Komunitas Air Selumar [Arsel Community] Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [28/10/2023].
Baca: Taman Kehati Belitung, Menjaga Bukit Peramun dari Kegiatan Tambang Timah

Untuk mewujudkannya, sejak tahun 2017 Bukit Peramun mulai menerapkan sistem digital QR Code. Melalui cara ini, pengunjung dapat dengan mudah mengakses informasi flora dan fauna yang ada di hutan seluas 115 hektar itu.
Tiga tahun berselang [2020], Arsel Community menyempurnakannya dengan mengembangkan sistem informasi digital dalam bentuk aplikasi android “Kepo” [Kenali Pohon], yang dapat menampilkan langsung informasi jenis tanaman melalui audio dan video hologram.
Agar lebih interaktif, ada juga aplikasi Minizoo Virtual. Dengan begitu, para pengunjung dapat berinteraksi dengan satwa melalui 3D objek video, serta bisa mencari satwa-satwa hampir punah dengan fasilitas GPS Location Base.
“Aplikasi-aplikasi ini ternyata sangat berguna di masa pandemi, karena dapat mengurangi interaksi langsung, baik dengan satwa maupun manusia,” lanjut Adie.
Baca: Menjaga ‘Laboratorium’ Obat-obatan Bukit Peramun

Hingga saat ini, ekowisata Bukit Peramun menjadi destinasi favorit siswa, mahasiswa, hingga peneliti dari dalam maupun luar negeri. Pada tahun 2019, dari bulan Januari hingga Agustus, tercatat lebih dari sembilan ribu orang yang mengunjungi Bukit Peramun.
“Namun, penggunaan aplikasi tersebut bukan tanpa kendala. Dengan dimaksimalkannya aplikasi digital, tentu saja diperlukan fasilitas pendukung, seperti license, keterbatasan sinyal, maupun database dalam jumlah besar, agar mampu melayani ratusan pengunjung sekaligus,” kata Adie.
Baca: Ulin, Pohon Penjaga Ekosistem Hutan Bukit Peramun

Pada 30 Mei 2023, berkat kerja keras bersama, Bukit Peramun mendapat anugerah sebagai Hutan Digital Pertama Berbasis Masyarakat di Indonesia oleh Museum Rekor Dunia-Indonesia [MURI]. Sebelumnya, Bukit Peramun juga mendapat juara pertama dalam Indonesia Sustainable Tourism Awards [ISTA], oleh Kementerian Pariwisata, pada 2019 lalu.
“Inovasi sangat penting dalam proses pengelolaan sebuah kawasan hutan berbasis masyarakat, tapi tidak kalah penting, sekaligus menjadi kunci adalah keterlibatan masyarakat itu sendiri. Harapannya, semangat kawan-kawan di Bukit Peramun dapat menjadi motivasi bagi gerakan konservasi berbasis masyarakat di Bangka Belitung maupun Indonesia,” kata Adie.
Baca: Lumut yang Sering Kita Pandang Sebelah Mata

Berdiri sejak 2006, Arsel Community terus berupaya melibatkan masyarakat lokal untuk melindungi kawasan Bukit Peramun dari ancaman aktivitas merusak alam, seperti tambang timah maupun penebangan liar.
Saat ini, sudah banyak masyarakat yang perlahan merasakan dampak lestarinya hutan Bukit Peramun, seperti terjaganya 12 mata sumber mata air saat kemarau seperti sekarang. Kuncinya, sinergi kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya tanpa menyampingkan kelestarian lingkungan.
“Masyarakat yang paling dekat dan setiap hari berinteraksi dengan alam. Tanpa mereka, sulit rasanya hutan Bukit Peramun dapat bertahan hingga sekarang,” tegas Adie.
Baca juga: Kangkareng Hitam yang Semakin Sulit Dijumpai di Hutan Bangka Belitung

Habitat satwa langka
Hingga saat ini, terdapat 147 jenis flora yang telah diidentifikasi di hutan Bukit Peramun. Dari jumlah tersebut terdapat jenis tumbuhan penting, seperti jenis pulai [Alstonia sp.], gaharu [Aquilaria malaccensis], ulin [Eusideroxylon zwageri], balau merah [Shorea belangeran], karai [horea ovalis], dan Vatica sumatrana.
Sementara satwa langka, ada mentilin [Cephalopachus bancanus bancanus] yang merupakan Fauna Identitas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, rusa sambar [Cervus unicolor], kijang [Muntiacus muntjak], serta 24 jenis burung.
“Mentilin rusa sambar, kijang, pelanduk atau kancil, masih cukup mudah ditemui di sekitar Bukit Peramun. Kalau di luar Bukit Peramun sudah jarang, karena tidak ada lagi hutannya,” kata Nurdin, pengurus HKm Bukit Peramun.

Berdasarkan penelitian Arisanti [2022], kawasan hutan Bukit Peramun yang menjadi area pengamatan, merupakan habitat yang baik ditandai dengan keanekaragaman satwa liar di berbagai tipe habitat berbeda.
Masih penelitian yang sama, ada sebanyak 18 spesies aves, 12 spesies pisces [ikan], 8 spesies reptil, 7 spesies mamalia, dan enam spesies amfibi yang berhasil diidentifikasi termasuk satwa langka endemik Bangka Belitung, yakni Cephalopachus bancanus ssp. Saltator atau mentilin.
“Sebanyak 3 spesies dikategorikan terancam punah, 2 spesies dikategorikan rentan, 7 spesies dikategorikan hampir terancam, dan 2 spesies dinyatakan kekurangan data oleh IUCN dan juga belum tersimpan datanya di Indonesia. Sebanyak 4 spesies termasuk dilindungi di Indonesia,” tulis penelitian itu.
Sebagai informasi, dikutip dari babel.antaranews.com, berdasarkan SK Dirjen PDAS Nomor 49/PDASRH/PPPDAS/DAS.0/12/2022, luas lahan kritis dan sangat kritis di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 167.104 hektare.
Rinciannya, Kabupaten Belitung Timur [38.884 hektare], Bangka Selatan [31.232 hektare], Bangka Tengah [30.948 hektare], Bangka [24.463 hektare], Kabupaten Belitung [21.919 hektare], Bangka Barat [19.562 hektare] dan Kota Pangkalpinang [96 hektare].
Referensi jurnal:
Arisanti, S. [2022]. Biodiversitas Satwa Liar di Bukit Peramun, Kabupaten Belitung. Library of IPB University. https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113177?show=full